sampel dengan kitosan 2 tidak menunjukkan perbedaan yaitu telah
timbul lendir pada permukaan bakso di hari pertama. Metode coating pada
bakso dengan kitosan 2 dan 5 memperpanjang umur simpan bakso
hingga hari kedua penyimpanan pada suhu ruang. Namun, coating dengan
menggunakan kitosan 5 dapat mengubah rasa dari bakso walaupun
telah direbus kembali, sedangkan perubahan rasa bakso akibat coating
dengan kitosan 2 dapat dihilangkan dengan perebusan kembali selama 10
menit. Secara keseluruhan, umur simpan bakso dengan beberapa bahan
pengawet pada penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 2.
Perlakuan dengan tanin 1 tidak dilanjutkan karena jumlah tanin yang
digunakan melebihi batas FDA yang mengatur residu tanin yang
diperbolehkan dalam jus maupun anggur merah red wine adalah tidak
lebih dari 3.0 gL dihitung setara dengan asam galat.
Tabel 2
. Hasil pengamatan umur
simpan bakso dengan beberapa bahan pengawet
B. PENELITIAN UTAMA
1. Pengaruh Bahan Pengawet
Terhadap pH
pH merupakan tingkat konsentrasi ion H
+
yang ada pada sampel yang diukur. Ion H
+
tersebut dapat berasal dari disosiasi komponen asam dalam
sampel tersebut, semakin banyak ion H
+
yang terdisosiasi, maka nilai pH akan semakin rendah. Nilai pH juga
menentukan sifat dan karakteristik suatu bahan atau produk pangan.
Pengamatan pH dari kontrol pada hari ke-0 menunjukkan nilai yang
mendekati pH netral yaitu 6.11. Nilai pH awal yang cukup tinggi pada sampel
FTO, COG, Na
2
S
2
O
5
dan tanin serta kitosan di adonan ini menunjukkan
bahwa mekanisme penghambatan mikroba oleh pengawet-pengawet
tersebut bukan dengan cara menurunkan pH dari lingkungannya.
Pengamatan pH pada hari ke-0 menunjukkan perbedaan yang nyata dari
sampel yang dicoating dengan kitosan 2 dengan kontrol dan sampel-sampel
lain. Nilai pH dari sampel dengan coating kitosan tersebut adalah 4.88.
Nilai pH yang rendah ini disebabkan oleh larutan kitosan yang digunakan
pada pelapisan bakso mempunyai pH 2.95. Kitosan yang digunakan pada
penelitian ini bersifat larut asam sehingga diperlukan asam laktat 2
sebagai media pelarutnya, hal ini disebabkan oleh adanya gugus amino
bebas pada kitosan sehingga sifat kelarutannya spesifik pada larutan asam
dan tidak larut pada pH netral Alamsyah, 2006.
Pengukuran pH pada hari pertama penyimpanan menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata pada sampel FTO dan kitosan coating dengan sampel-
sampel lain dan kontrol. Nilai pH FTO pada hari pertama mengalami
penurunan menjadi 6.06, sedangkan pada sampel dengan kitosan coating
menunjukkan kenaikan pH menjadi 4.99. Pengamatan pH pada kontrol
menunjukkan kenaikan, sehingga pH bakso kontrol adalah 6.34. Adanya
kenaikan pH ini diikuti oleh munculnya tanda-tanda kerusakan pada kontrol
yaitu telah munculnya lendir di permukaan bakso. Lendir tersebut
dibentuk oleh bakteri yang tumbuh pada Jenis Pengawet
Umur Simpan Bakso Hari
Kontrol 0 A1= Daun Jambu Tua 2
A2= Daun Jambu Muda 2 A3= Daun Jambu Kering 2
B1= Tanin 0.5 B2= Tanin 1
1 C1= Na
2
S
2
O
5
400 ppm C2= Na
2
S
2
O
5
450 ppm C3= Na
2
S
2
O
5
500 ppm D1= Na
2
S
2
O
5
400 ppm+tanin 0.25 1
D2= Na
2
S
2
O
5
450 ppm+tanin 0.25 2
D3= Na
2
S
2
O
5
500 ppm+tanin 0.25 2
E1= Asam laktat 1 E2= Asam laktat 2
F1= FTO 0.05 F2= FTO 0.1
F3= FTO 0.2 1
G1= COG 0.3 G2= COG 0.4
G3= COG 0.5 1
H1= Kitosan Adonan 2 H2= Kitosan Adonan 5
1 I1= Kitosan Coating 2
2 I2= Kitosan Coating 5
2
bakso. Menurut Jay et al. 2005, terdapat beberapa jenis bakteri yang
pada aktivitas awalnya menaikkan pH dari substratnya, yaitu Enterobacter
aerogenes dan Clostridium acetobutylicum, sehingga terdapat
kemungkinan bahwa bakteri tersebut yang menyebabkan kenaikan pH dari
kontrol dan beberapa sampel. Nilai pH pada hari pertama sampel bakso dengan
COG 6.26, Na
2
S
2
O
5
dan tanin 6.21, sedangkan sampel dengan penambahan
kitosan di adonan mengalami sedikit penurunan menjadi 6.32. Hasil
pengukuran pH hasil rata-rata dua ulangan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik hasil pengukuran pH
sampel bakso selama tiga hari penyimpanan pada suhu
ruang
Hasil pengamatan nilai pH pada kontrol, sampel dengan FTO dan COG
selama hari kedua dan ketiga menunjukkan adanya kecenderungan
penurunan pH. Selain mengalami penurunan pH, sampel FTO dan COG
juga telah mengalami tanda-tanda awal kerusakan berupa terbentuknya lendir di
permukaan bakso dan adanya bau basi pada kontrol dan kedua sampel tersebut.
Menurut Frazier dan Westhoff 1988, bau basi dan pengasaman dapat
disebabkan oleh adanya proteolisis dan putrefaksi yang disebabkan oleh bakteri
anaerob stinking sour fermentation. Penurunan pH dan terbentuknya bau
basi ini menunjukkan bahwa aktivitas mikroba fakultatif anaerob dan anaerob
pada kontrol dan sampel cukup tinggi karena pengasaman ini adalah
kerusakan akibat pertumbuhan bakteri- bakteri tersebut pada bagian dalam
bakso.
Pengukuran nilai pH pada hari ke-2 menunjukkan perbedaan nyata antara
sampel kitosan pada adonan dan kitosan secara coating dan kontrol serta FTO
dengan sampel-sampel yang lain. Pengukuran pH pada sampel dengan
kitosan adonan dan coating menunjukkan adanya kenaikan pH pada
hari kedua. Sedangkan di hari ketiga, pengukuran pH sampel dengan kitosan
coating dan kontrol tidak menunjukkan perbedaan.
Kenaikan pH yang terjadi di hari ketiga penyimpanan beberapa sampel
ini dapat disebabkan oleh aktivitas bakteri yang mampu meningkatkan pH
substratnya. Menurut Jay et al. 2005, ketika bakteri berada di lingkungan
yang asam, untuk terus bertahan hidup dalam lingkungan tersebut maka bakteri
harus mampu mengeluarkan kelebihan ion H
+
dari dalam sel dengan laju yang sama dengan laju masuknya. Komponen
asam amino dekarboksilase pada mikroba merupakan komponen yang
berperan dalam menyesuaikan pH lingkungan mendekati netral dengan
cara menghasilkan amina dari proses dekarboksilasi komponen asam amino
pada substrat Jay et al.,2005.
2. Pengaruh Bahan Pengawet