41 oleh adanya aktivitas mikroba pada sampel yang semakin tinggi tiap
harinya. Mikroba memperoleh nutrisi dengan cara mendegradasi komponen-komponen organik seperti protein dan karbohidrat dari
substratnya. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan sifat fungsional dari komponen organik yang terdegradasi tersebut sehingga
mempengaruhi karakteristik fisik produk dan menyebabkan penurunan mutu produk tersebut. Pelunakan tekstur bakso ini diikuti oleh adanya
pembentukan lendir di permukaan bakso yang semakin banyak. Semakin banyak lendir yang terbentuk, maka jumlah mikroba pada sampel semakin
banyak sedangkan pelunakan tekstur bakso selalu diiringi oleh pembentukan lendir, sehingga dapat dikatakan bahwa aktivitas mikroba
merupakan faktor yang berkontribusi pada penurunan daya iris bakso.
b. Kekenyalan
Kekenyalan merupakan perbandingan terbalik antara gaya reaksi reaction force maksimum sampel bila diberikan tekanan stress tertentu
pada jarak regangan strain tertentu dengan gaya reaksi reaction force sampel setelah tekanan stress ditahan pada jarak regangan strain yang
sama dan melewati waktu tertentu. Kekenyalan juga dapat diartikan sebagai kemampuan suatu sampel untuk mempertahankan bentuknya
ketika diberi suatu gaya. Gambar 3 menunjukkan hasil pengamatan kekenyalan pada bakso selama penyimpanan.
Berdasarkan grafik hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa selama penyimpanan tiga hari di suhu ruang cenderung terjadi penurunan
kekenyalan. Secara obyektif, sampel dengan penambahan kitosan pada adonan menunjukkan perbedaan nyata dengan sampel lain dan kontrol
yang nilai kekenyalannya sebesar 68.13, sedangkan kekenyalan antar sampel selain kitosan di adonan pada H-0 tidak terlalu jauh berbeda
dengan kontrol pada kedua ulangan. Kekenyalan kontrol pada H-0 ini adalah 66.33.
42
Gambar 3. Grafik hasil pengukuran kekenyalan sampel bakso selama tiga
hari penyimpanan pada suhu ruang Menurut Varnam dan Sutherland 1995, dalam produk daging hasil
penghancuran dan pembentukan kembali comminuted and reformed meat products interaksi yang sangat menentukan kualitas dari produk tersebut
adalah protein-protein, protein-air pengikatan dan protein-lemak. Kekenyalan merupakan salah satu parameter mutu fisik dari bakso yang
dapat digolongkan sebagai produk daging hasil penghancuran dan pembentukan kembali. Golongan produk ini dapat diilustrasikan sebagai
bagian-bagian daging yang terikat dalam sebuah matriks yang dibentuk oleh protein yang terlarut Sheard, 2002.
Seperti halnya daya iris dan kekerasan, kekenyalan juga dipengaruhi oleh STPP, jumlah protein yang terekstrak dan kemampuan pengikatan air
dan pembentukan gel oleh protein maupun bahan lain seperti pati atau serat pangan. Selama penyimpanan, protein maupun pati yang berfungsi
43 mengikat bagian-bagian daging dan bahan-bahan lain serta air dapat
terdegradasi oleh mikroba. Hal ini yang menyebabkan terjadinya penurunan kekenyalan pada sampel yang disimpan pada suhu ruang.
Penurunan kekenyalan dan daya iris pada bakso selama H-1 hingga H-3 dapat dihubungkan dengan keawetan bakso. Pada kontrol yang tidak
terdapat bahan pengawet, persentase penurunan kekenyalan terhadap nilai awalnya cukup besar pada hari kedua dan ketiga, hal ini disebabkan oleh
pertumbuhan mikroba yang sama sekali tidak terhambat. Sampel dengan penambahan FTO , COG, dan kitosan pada adonan
juga mengalami penurunan yang cukup signifikan pada hari kedua dan ketiga, sehingga dapat dikatakan bahwa pengawet-pengawet tersebut tidak
efektif dalam penghambatan pertumbuhan mikroba setelah hari pertama. Sedangkan sampel dengan penambahan sulfit pada adonan dan tanin pada
perebusan akhir serta pelapisan kitosan pada bakso menunjukkan persentase penurunan kekenyalan yang relatif lebih kecil dibandingkan
dengan kontrol dan sampel lain.
c. Uji Kesukaan Terhadap Tekstur