1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan ini. Terlebih di era globalisasi seperti saat ini pendidikan akan menentukan
identitas diri seseorang. Orang dengan pendidikan tinggi akan memperoleh apresiasi lebih dari masyarakat. Selain itu, orang dengan pendidikan tinggi
juga akan memiliki peluang lebih besar untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik.
Suatu masyarakat atau bangsa hanya dapat berkembang dan maju apabila warga masyarakatnya telah memiliki tingkat pendidikan yang tinggi
untuk melakukan pembangunan dan memberikan hasil yang dinyatakan dalam pembangunan. Fakta di negara-negara maju membuktikan bahwa
negara yang ekonominya kuat dan laju pertumbuhan yang mantap adalah juga negara-negara dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi bagi rata-
rata penduduknya. Sebagai contoh dapat dikemukakan hasil studi Edwar E. Denison, Simanjuntak yang menyatakan bahwa 23 dari pertumbuhan
pendapatan nasional Amerika Serikat pada tahun 1929 sampai dengan tahun 1957 merupakan kontribusi pertambahan kualitas pekerja yang terutama
diakibatkan oleh peningkatan pendidikannya Andarias, 1995:17. Salah satu aspek positif sebagai akibat pengaruh pendidikan terhadap
sumber daya manusia adalah peningkatan mutu kerjanya. Hasil penelitian
2
Sukmono mengemukakan bahwa pendidikan mempengaruhi keterampilan. Kaitannya dengan kualitas tenaga kerja dalam masyarakat dapat dilihat pada
besarnya upahgaji sebagai pencerminan dan prokduktifitas kerja. Ini membuktikan bahwa pendapatan rata-rata pekerja yang berpendidikan tinggi
lebih besar dibandingkan dengan pekerja yang berpendidikan rendah Andarias, 1990:12.
Pendidikan merupakan usaha untuk mendapatkan pengetahuan baik itu secara formal melalui sekolah, maupun secara informal melalui
pendidikan di dalam keluarga, masyarakat dan tempat bermain. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 1, dalam http:www.sarjanaku.com201112pengertian- pendidikan-menurut-para-ahli.html menyebutkan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 2
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 16 ayat 1 dalam The Liang Gie 1994:15 merumuskan bahwa:
Perguruan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademis danatau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan danatau
menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi danatau kesenian.
3
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 30 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 2 ayat 1 dalam The Liang Gie
1994:15 merumuskan bahwa: Tujuan perguruan tinggi adalah mempersiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik danatau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan
danatau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi danatau kesenian.
Mengembangkan dan
menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi danatau kesenian serta mengoptimalkan penggunaannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
dan memperkaya kebudayaan nasional.
Demi mencapai tujuan tersebut, maka ada serangkaian proses dan
kegiatan yang harus dijalani. Salah satunya adalah proses belajar mengajar. Menurut Slameto 1988
“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya
”. Menurut Siti Partini 1980:49 “Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang dalam kegiatan belajar”. Di dalam
universitas hasil belajar mahasiswa berupa Indeks Prestasi Kumulatif IPK. Menurut Abu Ahmadi 1991:130 prestasi belajar yang dicapai
seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri faktor internal maupun dari luar
diri faktor eksternal individu. Yang tergolong faktor internal adalah pertama, faktor jasmaniah fisiologis baik yang bersifat bawaan maupun
yang diperoleh, misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya. Kedua, faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun
yang diperoleh yang terdiri atas kecardasan, bakat, prestasi yang telah
4
dimiliki, unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri. Ketiga, faktor
kematangan fisik maupun psikis. Yang tergolong faktor eksternal adalah pertama, faktor sosial yang terdiri atas lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, lingkungan masyarakat. Kedua, faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian. Ketiga, faktor lingkungan
spritual atau keamanan. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung ataupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar.
Salah satu faktor penentu keberhasilan belajar mahasiswa adalah kebiasaan belajar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hanry Clay
Lindgren The Liang Gie, 1995:194 terhadap sejumlah mahasiswa sukses di San Fransisco State College menunjukkan alasan-alasan keberhasilan
mereka karena kebiasaan belajar yang baik 33, minat 25, kecerdasan 15, pengaruh keluarga 5, lain-lain 22. Dari hasil penelitian tersebut
jelas bahwa kebiasaan belajar yang baik memainkan peranan penting bagi kesuksesan mahasiswa. Dengan memiliki kebiasaan belajar yang baik akan
membantu mahasiswa menguasai pelajarannya, mencapai kemajuan belajar, dan akhirnya meraih sukses di perguruan tinggi. Menurut The Liang Gie
1995:192 kebiasaan belajar bukanlah bakat alamiah atau bawaan kelahiran yang dimiliki oleh seseorang mahasiswa sejak kecil, melainkan perilaku
yang dipelajari secara sengaja ataupun secara tak sadar selama waktu-waktu yang lalu. Menurut The Liang Gie 1979:7 langkah pertama yang sebaiknya
dilakukan oleh para pelajar yang memasuki perguruan tinggi ialah
5
mempelajari metode, teknik, kemahiran atau cara belajar yang efisien, kemudian pengetahuan itu dipraktekkan sehari-hari sampai menjadi suatu
kebiasaan belajar. Covey 1994:35 juga menegaskan bahwa kebiasaan merupakan titik pertemuan dari pengetahuan, keterampilan, dan keinginan.
Jadi untuk menjadikan suatu kegiatan menjadi kebiasaan haruslah dilandasi pengetahuan, keterampilan dan keinginan.
Mahasiswa yang memiliki motivasi belajar baik berupa faktor dari luar maupun dari dalam akan memiliki gairah, semangat dan senang dalam
belajar. Menurut Sardiman 1986:39 Seseorang itu akan berhasil dalam belajar, kalau pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar. Keinginan
atau dorongan untuk belajar inilah yang disebut dengan motivasi. Motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar, tetapi motivasi itu sendiri tumbuh
di dalam diri seseorang. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai Sardiman, 2008:75.
Lingkungan keluarga memiliki peranan penting dalam kehidupan mahasiswa, karena lingkungan keluarga merupakan tempat pertama anak
membentuk kepribadian, watak, dan tempat anak mendapatkan kasih sayang serta perhatian dari seluruh anggota keluarga terutama ayah dan ibu.
Menurut Ngalim Purwanto 1995:79 yang dikutip oleh Lely Sulestari 2010:10 dikatakan bahwa “pendidikan dalam keluarga adalah dasar dari
pendidikan anak selanjutnya”. Hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak
6
dalam keluarga menentukan pendidikan anak itu selajutnya, baik di sekolah maupun di masyarakat. Keluarga merupakan institusi pendidikan pertama
yang diberikan pada anak dalam pembentukan pribadinya. Keluarga merupakan dasar pembentukan kepribadian anak. Di lingkungan keluarga
proses sosialisasi, pengenalan terhadap lingkungan serta kesadaran dari anak pertama kali dibentuk. Jadi, lingkungan keluarga memiliki peranan penting
dalam upaya mendidik seorang anak. Lingkungan keluarga yang kondusif akan memotivasi seorang anak untuk belajar dengan baik.
Belajar sangat erat kaitannya dengan mahasiswa atau dapat juga dikatakan bahwa belajar itu sudah jadi makanan sehari-hari bagi mahasiswa.
Namun mahasiswa terkadang tidak bergairah dalam mengikuti perkuliahan. Mereka sering kali enggan untuk belajar atau mengulang kembali pelajaran
yang sudah mereka peroleh di kampus. Mereka juga tampak acuh dengan tugas-tugas yang sudah diberikan oleh dosen, padahal orang tua mereka
sudah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada mereka untuk belajar dengan baik, agar kelak masa depan mereka menjadi cerah.
IPK merupakan hasil akhir dari usaha yang sudah dilakukan oleh mahasiswa selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Mahasiswa
yang memiliki IPK tinggi menunjukkan bahwa selama ini dia sudah mengikuti perkulihan dengan baik dan mahasiswa yang memiliki IPK
rendah menunjukkan bahwa selama ini dia kurang baik dalam mengikuti perkuliahan yang ada.
7
Penulis menemukan mahasiswa-mahasiswa semester atas menyesal mengenai cara belajar mereka sewaktu masih di semester bawah. Penyesalan
dan kesadaran itu muncul ketika mereka melihat Indeks Prestasi Kumulatif IPK mereka tidak seperti apa yang mereka harapkan. Padahal mereka ingin
lulus dengan IPK yang memuaskan agar mendapatkan pekerjaan yang menjanjikan untuk masa depan mereka.
Mengingat tuntutan perusahaan akan IPK saat ini sudah mencapai angka minimal 2,75. Maka bagi mereka yang belum memenuhi standar
tersebut terpaksa mengulang kembali mata kuliah yang mereka anggap kurang agar memenuhi batas minimal yang dibutuhkan dalam mencari
pekerjaan, meskipun kita tahu IPK bukan satu-satunya tolak ukur yang menentukan diterima atau tidaknya kita di sebuah perusahaan.
Bisa kita bayangkan jika setiap kali kita melihat lowongan pekerjaan dan didalamnya tertera IPK minimal 2,75 dan ternyata IPK kita kurang dari
batas minimal itu, maka jika kita tetap mengirimkan surat lamaran pekerjaan ke perusahaan tersebut tanpa pikir panjang CV kita akan langsung
disisihkan tanpa melihat potensi-potensi lain yang kita miliki. Tentu kita tidak ingin hal itu sampai terjadi maka satu-satunya jalan adalah harus
mengulang mata kuliah yang nilainya masih kurang. Jika hal itu kita lakukan maka masa studi yang harusnya 4 tahun bisa jadi menjadi 5 atau 6
tahun. Mengingat keprihatinan akan hal ini, maka penulis ingin mencari tahu
apakah memang benar kebiasaan belajar menjadi salah satu penyebab
8
mahasiswa memiliki nilai yang bagus atau tidak. Dan apakah motivasi yang menjadi pendorong di dalam diri seseorang ikut mempengaruhi proses untuk
mendapatkan IPK tersebut. Serta apakah lingkungan keluarga yang merupakan kehidupan sosial pertama seseorang ikut mempengaruhi
pencapaian indeks prestasi kumulatif mahasiswa. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai “Hubungan Kebiasaan Belajar, Motivasi Belajar, dan Lingkungan Keluarga dengan Indeks Prestasi Kumulatif IPK
”.
Jadi penulis ingin mengetahui apakah ada hubungan antara kebiasaan belajar, motivasi belajar, dan lingkungan keluarga dengan Indeks Prestasi
Kumulatif IPK.
B. Batasan Masalah