membicarakan hal hal yang berkaitan dengan kehidupan seksual. Seperti
mengevaluasi mengenai pengalaman seksual mereka dan apa yang harus dilakukan agar mencapai kepuasan seksual. Biasanya RW dan suami
mengkomunikasikan tentang kehidupan seksual merekak, setelah mereka melakukan hubungan seks atau di waktu senggang.
Cukup terpuaskan lah dia. Jadi, kita kalo ada salah, ada kurang dibicarain sama dia gitu kan. Ntah kita ada kurang atau dia yang ada kurang, misalnya
uda mau klimaks, diomongin juga paginya atau lagi ngapain gitu. Yah kaya gitu sih.
W1.R1B.342-350hal.8
Hal hal lainnya yang dilakukan oleh RW untuk memberikan kepuasan
seksual pada pasangannya adalah dengan belajar dan mencari informasi informasi seputar seksual. RW biasanya mencari informasi tersebut melalui
internet, lalu ia menerapkan informasi - informasi seksual tersebut ke dalam kehidupan seksualnya. Tidak hanya belajar mengenai seks, RW juga melakukan
perawatan tubuh untuk menjaga kecantikan tubuhnya. Hm, kakak banyak belajar juga dari nol, kadang kaya buka-buka interner.
Kadang kita cari titik kepuasan masing-masing, kita belajar dari situ, kita terapkan, gitu untuk kasih kepuasaan suami, terus yang penting merawat
tubuh biar tetap bagus, mulus. W1.R1B.355-364hal.8-9
d. Kesamaan Latar Belakang
Latar belakang kehidupan
seseorang biasanya dilihat dari status
sosioekonomi, tingkat pendidikan, agama serta budaya yang diadopsi. Status sosioekonomi RW sebelum menikah berada dalam status ekonomi menengah
Universitas Sumatera Utara
keatas. Sebelum menikah, RW sudah memiliki pekerjaan yang cukup mapan dan penghasilannya pun cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari
hari. Kalo kakak sebelum married ini yah, kakak standar juga gitu karena kakak
abis tamat kuliah kan kerja di marketing, gaji juga lumayan lah buat hidup sehari-hari jadi kalo kakak bilang status ekonomi ini yah, cukup lah.
W3.R1B.36-45hal.48
Senada dengan status sosioekonomi RW, sebelum menikah suaminya pun berasal dari status ekonomi menengah dan memiliki kondisi finansial yang
cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari - hari. Sebelum menikah, suami RW juga sudah memiliki pekerjaan yang cukup mapan sebagai seorang teknisi
hingga ia menikah. Sehingga dapat dikatakan bahwa RW dan suaminya berasal dari status sosioekonomi yang sama yaitu sama-sama berasal dari status ekonomi
menengah keatas. Tapi yang pasti sebelum dia married sama kakak, dia kan memang udah
kerja jadi teknisi ditempat dia kerja sekarang, makanya status ekonominya itu menengah lah, jadi standar mencukupi kebutuhannya gitu sih.
W3.R1B.23-32hal.47-48
Ditelusuri dari tingkat pendidikan antara RW dan suaminya, maka akan ditemui perbedaan. Latar belakang pendidikan terakhir RW adalah Sarjana
Ekonomi S.E di salah satu universitas swasta di Medan, sedangkan suami RW adalah tamatan Sekolah Menengah Atas SMA di Prancis. Berdasarkan
perbedaan tingkat pendidikan tersebut maka menunjukkan bahwa antara RW dan suaminya tidak memiliki keserupaan dalam tingkat pendidikan, yang mana
tingkat pendidikan RW lebih tinggi dibandingkan suaminya.
Universitas Sumatera Utara
Kalo kakak pendidikan terakhir akutansi UMA kemaren itu, kalo dia tamatan SMA.
W1.R1B.720-723hal.16
Dari segi agama, awalnya RW dan suaminya memiliki latar belakang agama yang berbeda yang mana RW adalah seorang muslim dan beragama islam
sedangkan suaminya adalah seorang khatolik. Namun, ketika akan menikah RW meminta suaminya untuk masuk islam terlebih dahulu dan suaminya menerima
dan berpindah agama dari khatolik menjadi islam. Agama dia, waktu kakak mau married, dulu khatolik kan, ya kakak bilang,
kakak kan muslim, kalo misalkan mau nikah masuk islam dulu. Dia mau ya udah panggil ulama atau ustadz.
W1.R1B.689-695hal.16
Selain itu, perbedaan latar belakang yang sangat terlihat antara RW dan suaminya adalah perbedaan budaya dan perbedaan kewargaanegaraan. RW
merupakan orang Indonesia asli dan berasal dari suku Jawa, sedangkan suaminya merupakan pria berkewarganegaraan Prancis. Berasal dari kewarganegaraan
yang berbeda tentu saja memiliki budaya yang berbeda pula. Kakak Jawa, suami asli Prancis.
W1.R1B.597-598hal.14 Adanya budaya yang berbeda di dalam pernikahan tentu saja mempengaruhi
penilaian terhadap pandangan hidup, sehingga menghasilkan perbedaan pandangan yang unik satu sama lain. Hal ini terjadi pada RW dan suaminya.
Suami yang berasal dari budaya barat mengadopsi budaya yang bebas dan individual, sedangkan RW yang berasal dari budaya timur mengadopsi budaya
Universitas Sumatera Utara
yang mementingkan kekeluargaan kolektif. Sehingga perbedaan budaya ini menghasilkan perbedaan pandangan yang unik terhadap kehidupan pernikahan
menikah. Suami RW berpandangan bahwa ia harus lebih diprioritaskan dibandingkan anaknya. Sedangkan RW tidak berpandangan demikian,
menurutnya anak adalah prioritas utamanya. Jika ingin menghabiskan waktu bersama maka dilakukan bersama dengan anak mereka.
Dia lebih perhatiin kebahagiaan berdua ketimbang kebahagiaan bersama anak. Kalo kakak kan misalkan jalan mau makan, anak nggak ikut kakak
nggak bisa gitu, sementara dia ntah jalan-jalan maunya biar lebih romantis, berduaan. Kakak kadang nggak gitu, maunya kebahagiaan itu lengkap kalo
ada anak juga. Jadi dia agak terganggu kalo ada anak. Karena anak itu kan ada bagiannya sendiri yang penting dikasih makan, sediain makan, biayain
sekolahnya ya udah dia dengan tuntutannya sendiri.
W1.R1B.518-537hal.12 Perbedaan budaya antara RW dan suaminya, yaitu budaya yang berorientasi
kolektif- individual ternyata menghasilkan perbedaan dalam hal pola pengasuhan pada anak mereka. Suami RW awalnya mengajarkan anaknya untuk menjadi
mandiri sejak berusia dini, sedangkan RW tidak berpikir demikian. Menurut RW, pola pengasuhan yang dilakukan suaminya adalah pola pengasuhan otoriter.
Selain itu RW sendiri tidak sabaran jika anaknya melakukan segalanya sendiri sejak masih usia dini, karena anaknya membutuhkan waktu yang lama untuk
melakukan segalanya sendiri, seperti makan sendiri atau pun mandi sendiri. Sehingga pengasuhan yang tidak konsisten antara suami dan RW membuat
anaknya menjadi tidak mandiri dan manja terhadap RW. Awalnya dia maunya tegas, keras maunya anak tuh makan, makan sendiri,
mandi sendiri, pakai baju sendiri dari sejak umur Kayla 2 tahunan gitu dia maunya Kayla mandiri. Jadi kalo untuk didikan dia memang agak otoriter
Universitas Sumatera Utara
awalnya untuk anak kan. Dikasih makan, apa, makan sendiri apa. Cuma kakak kadang marah kalo maunya dia Kayla gitu, karena kalo anak kerjain
sendiri kan lama, jadi kakak gitu nggak sabaran jadi keenakan anaknya nggak mau mandi, pake baju sendiri sampai sekarang
W4.R1B.143-162.hal.58-59
Dari apa yang diceritakan oleh RW mengenai pola pengasuhan yang ingin dilakukan oleh suami, sebenarnya penerapan tersebut disesuaikan dngan apa
yang di dapatkan oleh suami RW ketika ia masih kecil. Ketika kecil, suami RW dididik dengan cukup keras oleh pengasuhnya. Secara umum, cara pengasuhan
dan mendidik anak di Prancis adalah dengan mengajarkan anak menjadi mandiri sejak usia dini. Selain itu, ketika makan anak harus terbiasa diam dan memakan
makanannya dengan tenang, sedangkan anak mereka adalah anak yang aktif dan tidak bisa tenang ketika makan.
Pengasuhannya keras sih kalo dia, dia tinggal mamanya waktu umur 8 tahun, cara didiknya dia keras kan dia diasuhkan orang ada baby sitter-nya,
kalo dia cerita kalo dia makan nggak bisa cerita, duduk manis makan gitu nggak lasak - lasak. Makanya, dia itu sebenarnya mau nerapin itu ke Kayla,
karena umumnya anak-anak disana diterapin begitu, karena cara didik anak memang mandiri. Dia juga cerita papanya Kayla malu kalo bawa Kayla ke
Prancis, karena tingkah Kayla yang seperti itu. Si Kayla ini kan aktif, makan nggak bisa diam kan ngerocos aja ada aja tingkahnya.
W4.R1B.209-232hal.60
Adanya perbedaan pandangan terhadap pola pengasuhan anak membuat suami RW menyerahkan pengasuhan terhadap anaknya tersebut kepada RW
sepenuhnya. Hal ini dikarenakan suami RW tidak mau mempermasalahkan perbedaan pola pengasuhan tersebut. RW sendiri sebenarnya memiliki
keinginan untuk mengasuh anaknya agar menjadi mandiri, seperti yang
Universitas Sumatera Utara
diinginkan oleh suaminya. Namun RW mengurungkan keinginan tersebut karena merasa kasihan terhadap anaknya.
Papanya jadinya ini sih, cenderung ke kakak aja, nanti kalo papanya mau marah karena Kayla nggak bisa sendiri dia takut kakak yang marah, jadi ya
udah papanya nyerahinnya ke kakak aja. Kakak pengen otoriter atau tegas ke Kayla, tapi kasihan juga sih.
W4.R1.B.171-181hal.60
Perbedaan budaya antara RW dan suaminya yang berorientasi kolektif- individual ternyata juga menghasilkan perbedaan dalam hal menghormati orang
tua. Menurut RW ketika seorang suami menyayangi keluarga istrinya makan hal tersebut menunjukkan bahwa suami menyanyangi istrinya. Berbeda dengan
pandangan RW, suami RW justru beranggapan bahwa keluarga istrinya tidak berkaitan dan tidak harus turut campur dengan pernikahannya. Seperti tidak suka
jika orangtua dari RW menumpang tinggal dirumah mereka. Kalo dalam keluarga.. dia ke mamak kakak atau ke abang kakak dia nggak
suka, nggak peduli lah gitu nggak care. Kalo tradisi kita kan menyenangkan istri itu dengan menyanyangi mamaknya, dengan menyenangi adik, abang
atau kakaknya. Kalo dia nggak, keluarga itu ya udah gitu aja, jadi orangtua itu ya udah tua, ya bukan urusan lagi, keluarga istrinya jangan diganggu lagi,
jangan ikut campur istilahnya. W1.R1B.643-658hal.15
Makanya itu juga, dia nggak suka kalo ada orang lain, ntah orang tua, keluarga yang datang atau tinggal di rumah gitu.
W2.R1B.176-180hal.26
Perbedaan ini membuat RW merasa bahwa ia tidak dihargai oleh suaminya, karena suami RW sendiri kurang peduli kepada orangtuanya. Hal ini pun sering
menjadi konflik diantara mereka. Namun dalam mengatasi konflik tersebut, RW lebih memilih untuk mengalah dan menuruti keinginan suaminya. Karena RW
Universitas Sumatera Utara
dapat memahami sikap suaminya tersebut dilatar belakangi oleh perbedaan pandangan antara dia dan pasangannya,
Itu lah kadang yang bikin jengah kan, maksudnya itu jadinya males dengan sikap dia kok kesannya nggak menghargai kita ya, keluarga kita. Tapi karena
pandangan dia memang gitu, dijelasin ke dia juga nggak terima, ya udah. Kakak ngertiin aja lah, kalo memang dia gitu.
W1.R1B.663-672hal.15
Kakak nanggepinnya gimana yah, kadang suka pro-kontra gitu. Tapi ya gimana ya, mau nggak mau ya turutin juga dia kan. Jadi kakak menerima
aja. W2.R1B.200-2005hal.27
Adanya karakter yang berbeda antara RW dan suami ternyata turut menyumbang perbedaan di pernikahan mereka. RW yang berasal dari etnis Jawa,
bertutur lembut tidak terbiasa dengan watak dan pembawaan suaminya yang keras dalam berkomunikasi, seperti suara suami yang keras. Hal ini sering kali
menjadi sumber konflik diantara mereka karena suara suami yang keras dapat menimbulkan emosi RW, sehingga dalam berkomunikasi pun diwarnai dengan
kemarahan. Oh, kadang kakak menilai gitu suami itu keras, jadi kadang dia kalo
ngomong agak keras, nadanya, kadang itu kita yang bikin emosi sama dia gitu kan, suka marah juga terakhirnya.. kakak kalo dia mau ngomong keras
dikit kadang kakak mau marah juga. W1.R1B.730-739hal.16-17
Meskipun seringkali perbedaan-perbedaan antara RW dan suami menjadi sumber konflik di pernikahan mereka, namun RW tidak ingin menjadikan hal
tersebut sebagai masalah yang besar di pernikahannya. Untuk itu, RW menerima perbedaan-perbedaan yang ada dan tidak mau menuntut suaminya. Cara RW
Universitas Sumatera Utara
untuk menunjukkan bahwa ia menerima perbedaan perbedaan yang ada di
pernikahan adalah dengan memberikan pengertian kepada suaminya. Selain itu, RW juga tidak ingin memaksakan suaminya untuk berubah.
Mungkin ya karena perbedaan tradisi, kakak juga nggak mau banyak menuntut, nggak mau banyak masalah lah. Jadi, apa yang terjadi, terjadi lah.
W1.R1B.758-766hal.17 Pandangan kakak sama perbedaan tadi itu kakak terima aja, paling kakak
kasih pengertian aja, kalo diterima bagus kalo nggak diterima ya udah lah. Jadi intinya sih, kakak nanggepinnya sih yah untuk tadi, apa kakak bisa
lakuin, kakak lakuin, cuma kadang nggak mau maksain. W2.R1B.656-667hal.36-37
Ya nikmatin ajalah perbedaan itu, nggak mungkin kita paksa dia untuk berubah.
W1.R1B.770-773hal.17
e. Minat dan Kepentingan Bersama