perbatasan Simpang Tonang. Kebersamaan ini terefleksi dalam kehidupan sehari- hari mereka.
2.7. Pandangan dan Stereotype
Menurut Suparlan 1989:342, stereotype adalah suatu generalisasi atau prasangka mengenai gambaran karakter psikologis atau sifat kepribadian yang
dimiliki oleh sesorang atau suatu etnis tertentu yang didasarkan pada pendapat- pendapat sebelumnya tanpa adanya observasi atau pengalaman.
Adanya stereotype yang diberikan pada alak Simpang Tonang, selalu menuntut apabila sudah dijanjikan. Stereotype ini menyebabkan hubungan antar
pendatang dan penduduk cenderung kesenjangan. Umumnya orang dari Sumatera Utara dan daerah Sumatera Barat lainnya menganggap alak Simpang Tonang
lebih rendah dari mereka. Sehingga tidak erat bersahabat. Terkait dengan stereotype ini sendiri, tampaknya tidak menjadi masalah di tengah masyarakat.
Masing-masing etnik berani tercabut dari akar kebudayaannya masing-masing kemudian meleburkan diri menjadi alak Simpang Tonang. Akan tetapi di antara
diantara mereka sebenarnya ada sebuah batas tipis yang memisahkan keduanya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan karakteristik. Etnis Minang
menganggap etnis Mandailing keras kepala dan pelit, sedangkan etnis Mandailing menganggap etnis Minang licik. Stereotype ini tidak kentara bahkan semakin
kabur seiring perkembangan waktu.
Universitas Sumatera Utara
2.8. Upaya-upaya yang Dilakukan untuk Meredam dan Mengatasi Jika Terjadinya Konflik
Konflik adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuan dengan jalan mementang pihak lawan dengan ancaman
atau kekerasan. Di Simpang Tonang konflik antar etnis setidaknya belum pernah terdengar. Bila terjadi konflik umumnya berasal dari personal. Biasanya apabila
terjadi suatu konflik maka benih-benih pertentangan tersebut harus diselesaikan segera sehingga tidak menumpuk dan suatu waktu dapat meledak. Biasanya
mamak dan tetua adat akan menjadi penengah untuk menyelesaikan konflik tersebut melalui jalan musyawarah. Setelah jalur itu ditempuh namun tetap tidak
menemukan penyelesaian maka akan ditempuh jalur hukum. Sebenarnya salah satu yang dapat menjadi kunci penting dalam mencegah
suatu konflik ialah sikap tolerasi yang sudah melembaga. Hal ini dapat terjalin apabila interaksi sosial berlangsung secara intensif dalam frekwensi yang tinggi.
Dengan menjadi “Minang” setidaknya alak Simpang Tonang dapat hidup survive di lingkungan barunya. Masyarakat tampak lebih menekankan pada aspek
kebersamaan daripada perbedaan yang ada. Bahkan antara satu etnis dengan etnis lainnya terhadi hubungan saling tolong-menolong dalam pemenuhan hidup sehari-
hari dan kerap terjadi perkawinan campuran.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT
SIMPANG TONANG
3.1. Konsep Perkawinan bagi Masyarakat Simpang Tonang
Perkawinan merupakan suatu sistem lembaga kemasyarakatan yang dapat menunjukkan bahwa masyarakat tersebut berbudaya, berarti ada aturan-aturan
yang telah menjadi adat kebiasaan dalam mengatur perilaku manusia sehubungan dengan perkawinan. Dengan terjalinnya hubungan antara seorang laki-laki dengan
perempuan yang sedemikian rupa, sehingga anak-anak yang lahir dari hubungan perkawinan itu dianggap sebagai tanggung jawab dari pasangan suami isteri.
Koentjaraningrat 1967 mengemukakan bahwa apabila dipandang dari sudut kebudayaan manusia, maka perkawinan merupakan pengaturan kelakuan
manusia yang berkaitan antara manusia dengan kebutuhan seksnya. Dikemukakan pula bahwa perkawinan mempunyai beberapa fungsi lain yakni; untuk memenuhi
kebutuhan manusia akan teman hidup, harta, gengsi dalam masyarakat, serta untuk memberi ketentuan hak dan kewajiban serta perlindungan kepada anak.
Berdasarkan pendapat Koentjaraningrat tersebut, maka dapat dipahami bahwa setiap etnis memiliki adat-istiadat perkawinan yang harus dipatuhi. Begitu juga
dengan masyarakat Simpang Tonang. Bagi masyarakat Simpang Tonang, perkawinan memiliki pengertian yang
cukup luas. Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam siklus kehidupan sesorang. Seseorang akan mengalami masa peralihan
Universitas Sumatera Utara