generasi selanjutnya. Hal ini sebagai suatu bentuk dari proses adaptasi yang berjalan cukup lama dari keberadaan etnis Mandailing di tanah perbatasan
Pasaman.
3.3.1.2. Prosesi Perkawinan Adat Sumondo
Dalam siklus kehidupan manusia, perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang cukup penting. Peristiwa ini pada umumnya dilaksanakan melalui
serangkaian upacara yang berlaku dalam tradisi budaya daerah calon mempelai yang bersangkutan. Suatu upacara perkawinan dalam setiap adat istiadat budaya
memiliki keindahan, keistimewaan dan nilai-nilai kesakralan tersendiri. Begitu juga dalam upacara perkawinan adat Simpang Tonang.
Dalam prosesi adat perkawinan sumondo Simpang Tonang terdapat beberapa tahapan-tahapan yang umum dilakukan. Tahapan tersebut terdiri dari
pra-perkawinan manyungkun dan mananting tanda, perkawinan pabotoon tu niniak mamak, akad nikah dan marolek dan pasca-perkawinan mangulaki
langka. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat penjabaran sebagai berikut: a.
Pra-Perkawinan Perkawinan dapat terjadi apabila telah terjadi kesesuaian antara calon
pengantin pria dengan calon pengantin wanita, bahwasanya mereka ingin mendirikan rumah tangga. Maka mereka akan memberitahukan kabar tersebut
kepada orang tua masing-masing. Adapun ungkapan yang mereka sampaikan adalah sebagai berikut:
“Sadangkon unggeh lagi marjoli kok kunun hita manusia Adong diida au boru namboruku anak ni mamakku na mardumpang di
parmayaman. Madung sasuei nian hata niami bahaso giot mandirion rumah tangga, tu jae rap tu jae tu julu rap tu julu.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan burung berjoli konon kita manusia. Ada yang mereka lihat anak perempuan dari dari bibik atau anak laki-laki dari
pamannya yang bersua di pergaulan mereka. Mereka berdua telah sepakat bahwasanya ingin mendirikan rumah tangga, ke hilir sama
ke hilir ke hulu sama ke hulu”.
Orang tua mereka pun biasanya akan menerima pilihan calon pendamping dari anaknya tersebut. Apalagi jika sebelumnya ia telah mengenal calon dan
seluk-beluk sang menantu. Maka orang tua mereka pun akan menjawabnya dengan ungkapan sebagai berikut:
“Olo na sagondang do na putus di hami, mala sahobuk mamakmu de na mamutussa. Jalujur nan patah, kandang nan lapuok,
mamakmu na mengetahuisa. Iya tapi hanya segendanglah yang dapat kami putuskan, kalau serambut pamanmu lah yang
memutuskannya. Jelujur yang patah, kandang yang lapuk, pamanmu yang mengetahuinya”.
Kemudian orang tua perempuan pun akan memberitahukan kabar gembira tersebut kepada mamak. Mamak pun akan menjawabnya dengan ungkapan
sebagai berikut: “Topek mei pucuk dicinto ulam tibo. Satopek-topekna mei.
Sadangkon naso dapot disia salagi ta jalasi disia. Tai olo ken dialap do mamak ni na sabariba, mamak si alak alai, so marsuo
hami di bagasta on. Kok sonjia do hata ni babere ni alai. Kok na botul kok naso botul. Itu merupakan hal yang sudah tepat.
Sedangkan kalau dia tidak mendapatkan jodohnya kita akan mencarikannya. Tapi harus dijemput paman dari pihak laki-laki
supaya bersua kami di rumah kita ini. Ntah macamana kata kemenakan mereka itu. Ntah betul atau tidak”.
Dari sinilah awal terjadinya prosesi perkawinan adat sumondo Simpang Tonang, yakni dimulai dengan manyungkun. Pada suatu malam sebagaimana yang
telah disepakati oleh kedua belah pihak, pergilah orang tua laki-laki didampingi salah seorang mamak ke rumah perempuan untuk melakukan lamaran. Pada
malam itu juga lah kali pertama mamak dari pihak perempuan berjumpa pertama
Universitas Sumatera Utara
kalinya dengan mamak pihak laki-laki di suatu musyawarah adat perkawinan. Adapun dialog antara mamak kedua belah pihak adalah sebagai berikut:
Mamak pihak laki-laki akan menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya yakni melamar gadis yang berada di rumah tersebut:
“Songon on do so ro hami golarna tu on. Mangingotkon babere niami si anu mambonarkon di orang tuana di bagas bahaso giot
mandirion rumah tangga, manyapai boru boru baberenta na i son kok botul do alai golarna giot sahidup samati mandirion rumah
tangga. Adapun maksud dan tujuan kami datang ke sini. Mengingatkan kemenakan kami si anu telah memberi tau kepada
orang tuanya bahwasanya ingin mendirikan rumah tangga. Kami bermaksud bertanya kepada gadis dari kemenakan kita kita yang
ada di sini ntah betul orang ini ingin sehidup semati mendirikan rumah tangga”.
Mamak perempuan pun kemudian menjawabnya dengan ungkapan sebegai berikut:
“I pe bana mei. Nari madung rap hita di son. Ita sungkun ma jolo alai nadua ningroangku. Itu pun sudah benar. Sekarang kita
semua telah berada di sini. Jadi kita tanyakan lah terlebih dahulu mereka berdua”.
Setelah mamak-mamak tersebut menanyai kemenakannya, maka yakinlah mereka bahwasanya kemenakannya itu benar-benar ingin mendirikan rumah
tangga dengan seseorang yang telah dipilihnya. Kata sepakat pun telah tercapai, maka diikatlah suatu perjanjian “ibarat kayu dikobek dengan akar, ibarat kato
dikobek dengan tando” ibarat kayu diikat dengan akar, ibarat kata diikat dengan tanda. Di sini lah yang disebut oleh alak Simpang Tonang dengan istilah
manating tando. Tando tersebut bisa berupa cincin, kain sarung, kain, peripih gelang dari tembaga atau benda lain. Barang-barang batimbang tando itu
kemudian disimpan oleh mamak masing-masing, dengan maksud untuk mengikat
Universitas Sumatera Utara
jika terjadi mungkir. Masing-masing mamak pun diminta menjaga betul kamakanakannya karena mereka tidak bisa bergerak bebas lagi seperti muda-
mudi pada umumnya. Kemudian pihak keluarga kedua belah pihak bermusyawarah untuk
menentukan hari, baik hari akad nikah dan peresmian pernikahan marolek. Alak Simpang Tonang mempunyai hitungan dalam pelaksanaan perkawinan, yakni:
sada kali tolu tiga hari, ada satu kali pitu satu minggu dan dua kali pitu 15 hari. Pelaksanaan perkawinan paling lama dilaksanakan setelah 15 hari setelah
acara mananting tando tersebut. Hal ini sesuai dengan pepatah buek baiak dipacopek, buek buruak dipalambek kerja yang baik dipercepat, kerja buruk
diperlambat. Setelah semua hal dimusyawarahkan dan ditemukan kata mufoket seperti
menentukan hari dan tempat pelaksanaan, adat apa yang digunakan, besarnya biaya yang dibutuhkan, siapa saja yang diundang, siapa yang bertanggung jawab
mengurus peralatan dan perlengkapan pesta serta hal lainnya, maka pihak laki-laki akan mohon izin untuk pamit pulang. “Tali ketek bopilinken tali godang
bapasauhken, kato ketek madung dipopolinken kato godang madung dipasauhken” Tali kecil dipilinkan tali besar disauhkan, kata kecil telah dipilin
kata besar telah dipersauh. Pihak laki-laki akan datang kembali pada hari yang telah disepakati tadi.
b. Perkawinan
Sehari sebelum akad nikah maka akan dilangsungkan acara pabotoon tu mamak-mamak dohot natobang-tobang di bagasan ampung. Pada hari itu
Universitas Sumatera Utara
dikumpulkanlah mamak, niniak mamak dan natobang di bagasan ampung. Tujuan mereka dikumpulkan ialah untuk maretong atau bermufakat sekaligus
memberitahukan bahwasanya anak kemenakan mereka akan melangsungkan perkawinan. Acara ini diawali dengan penyerahan nampuran na sangkababa
sirih adat oleh ibu-bapo ibu dan ayah pengantin kepada mamak yang dulu hadir pada saat acara mananting tanda. Ada pun andei atau dialog antara mereka
adalah sebagai berikut: Ibu-bapo: “torkas me laah nampuran niami on? sudah sampaikah
gerangan sirih kami ini?” Mamak : “sebelum utarimo ualo jolo sada ini nadua tolu
musyawarah kok ise do ami na ken manarimo nampuran ni apak indek on. sebelum saya terima saya
ajak dulu sada ina bermusyawarah siapa yang akan menerima sirih ibu bapo ini”
Ibu-bapo: “dia do laah sada ina? yang manakah gerang sada ina?”
Mamak : “na i sambirang na i siamun, mulak ma babere tu pangkal. Yang di kiri yang di kanan. Sekarang
kembalilah kemenakan ke pangkal” Kemudian ibu-bapo kembali ke pangkal dan mamak melanjutkan
musyawarah bersama sada ina untuk menentukan siapa yang akan menerima sirih adat tersebut.
Mamak : “nari nampuran ni ibu bapo on bo mangadop tampukna tu au ise ma ita nangken manarimo
burangir ni ibu bapo on? sekarang sirih ibu bapo ini tampuknya menghadap ke arah saya. Siapalah di
antara kita yang akan menerima sirih ibu bapak ini?” Sada ina : “ningroangku dabo baen nampuran i golarna madung
mangadop tu sada ina tampukna, bo ditarimo sada ina ima, mala ditarimo sada ina i non ami tarimo mei.
saya fikir karena sirih ibu bapo itu tampuknya
Universitas Sumatera Utara
menghadap ke sada ina, jadi diterima sada ina sajalah, seandainya diterima sada ina nantik maka telah kami
terima pulalah itu”.
Kemudian ibu bapo kembali datang menghadap mamak untuk menanyakan kepastian hasil musyawarah siapa yang akan menerima sirih yang
mereka suguhkan tadi. Setelah diputuskan sirih itu telah diterima, maka selanjutnya ibu bapo akan marandei kembali. Andei tersebut adalah sekilas
perjalan hidup anaknya mulai dari kelahiran hingga tibalah sekarang ia hendak berumah tangga.
“songon on do hatana mamak nami dohot nampuran na sangkababa diiringi hata sapatah dua patah kata silang nan
bapangka karejo nan bapokok idia ma pana mangingotkon adong namula on lahir danak di bagas on. Mala lahir danak mardiri
adat, dipadenggankon pantar torus diupa-upa tolu ari diupa-upa so mulak tondi tu badan, adong petitah timon bayo datu naipajolo
salangka naipatinggi saranting. Aha titah timon bayo datu i pala marumur sadari didokon saranting pala marumur dua ari didokon
dua taon pala marumur tolu ari tolu taon pala torkas pitu ari idokon pitu taon. Torkas robuna dioban tu tangga idurus patna so
ulang sangkot marmayam tu alaman so ulang sangkot maridi tu tapian. I pe golarna madung tarlaksana. Ma duduk kita saamparan
matoras ita sapamatang bahaso i golarna madung terlaksana nadung-dung. Idia ma pana nagantung di amak podoman nasolot
di rusuk mangan. Adong pe utang ni apak indekna tu bayo datu dahanon na sasuat nior na sajorat miyak na sangapus sira na
sanggolom lalu mangidoon golar tu malin. I pe golarna kok utang nan ketek-ketek madung terlaksana madung duduk ita dibagas
iboto baberenta on. Jadi utang apak indek on inda dong putus- putusna. Maningkatma umur ni danak on harana danak on inda
pagodang-godang jantung song pangodang-godang kundeh do. Malolot mur magodang maningkatma umur nia tu pitu taon
disorahkon ma ia tu bangku sikola, dapor disia diamalkon naso dapot disia tinggal marguru. Maningkat umurna tu dewasa, laos
maia marmayam-mayam itengok ia ma tu jae dot tu julu, diida nia unggeh marjoli. Sadanglon unggeh lagi marjoli kunun kok ita
Universitas Sumatera Utara
manusia. Marsuo ma ia dot boru ni namboru nia anak ni mamak nia. Marandei ma alai olo bunga giot mangadung putik putik i
mangandung buah giot sahidup samati tu jae rap tu jae tu julu rap tu julu. Ima golarna naibonarkon kalai tu apak indek ni alai. Maso
nadung-dung madung marandei mamak botimbal balik, indak batopuak sabolah tangan be barontak sabola kaki maso i madung
ikarang janji dot ari saat kutikona. Pado sadarrion dung madokekma kotikona. Nasadarion mei golarna bo manopot janji
mamak najolo. Concangna ken diputuskon dari on langkana manyogot ken disampeon. Sebagai hata timon kami indek apak
napondok do hosa do naurang injang. Sebenarnya maksud kami menyampaikan sirih adat tersebut kepada paman diiringi oleh
sepatah dua patah kata silang yang berpangkal karja yang berpokok. Dimana kami mengingatkan bahwasanya dahulu kala
telah lahir seorang anak di rumah ini. Bila seorang anak lahir maka berdirilah adat. Diperbaikilah lantai tempatnya berguling kemudian
setelah umur tiga hari ia akan diupa-upa biar pulang jiwa ke badan. Adapun pesan dari dukun beranak, apabila berumur sehari maka
katakan setahun berumur dua hari katakan dua tahun berumur tiga hari katakan tiga tahun sampai tujuh hari katakan tujuh tahun.
Hingga sampailah saatnya anak tersebut diberikan nama. Dalam acara ini orang tua menyiram kaki si anak di tangga rumah dengan
harapan agar si anak tidak tersangkut ketika bermain dan tidak hanyut ketika mandi di tepian. Itu semua telah dilaksanakan pada
masa dahulu, kita telah sama-sama duduk sehamparan menua sepematang. Dialah anak yang tergantung di atas tikar tidur dan
yang digendong ketika makan. Adapun hutang ayah ibu kepada dukun beranak berupa sesukat beras, segandeng kelapa, seoles
minyak goreng san segenggam beras kemudian memintakan nama kepada alim ulama. Itu pun sudah terlaksana. Kian besar si anak
hutang ibu bapaknya pun semakin meningkat tiada putusnya. Karena ibarat pepatah membasarkan anak bukanlah membesarkan
jantung melainkan serupa dengan membesarkan buah gundur. Pada umur tujuh tahun maka dia diantarkan ke bangku sekolah. Yang
dapat baginya diamalkannya, yang tidak dapat olehnya tinggal berguru. Meningkatlah usianya kepada dewasa, nampak olehnnya
jodoh pada saat ia bermain. Mereka kemudian membenarkannya kepada kedua orang tua bahwasanya mereka ingin mendirikan
rumah tangga seiya sekata ke hilir sama ke hilir ke hulu sama ke hulu. Pada masa yang lalu juga sudah marandei paman kedua
Universitas Sumatera Utara
belah pihak dan sudah diikat janji dan saat ketikanya. Pada hari ini tibalah saat ketikanya tersebut. Hari ini lah kami menempati paman
yang dahulu. Mufakatnya pada hari ini diputuskan sementara langkahnya besok pagi akan dilaksanakan. Demikianlah kata dari
kami sebagai ibu dan bapak”. Andei tersebut kemudian dijawab oleh mamak sebagai berikut:
“Bana mei. Hata ni ibu bapo nangkinan i torkas mei. Jadi hata do na ken dijawab on inda dabo gondang na ditingkah ndadong
gayung na ken isambut. Hata do ken dijawab. Nangkin mangido izin au golarna di indek apak bahaso kok ise na ken manarimo
nampuran ni apak indek on. Jadi on adong do hatana ken dijawab hualo jolo sada ina maretong mulak kok ise do ami ken manjawab
hata ni apak indek on. Sondia sada ina na i siamun sada ina na i sambirang? Nampuran ni ibu baponta nangkin madung madung
utarimo, nari gondangna ngadong ken ditingkah gayongna ngadong ken ditingkah isambut. Hata do ken dijawab. Isena do ita
ken manjawabsa? Benar lah kiranya kara ibu bapo yang tadi dan itu telah sampai. Jadi kata yang akan dijawab bukan gendang yang
akan ditingkah dan gayung yang akan disambut. Tadi kami meminta izin untuk berunding ntah siapa kami yang akan
menjawab kata ibu bapo tadi. Berhubung kata yang akan saya jawab maka saya ajak kembali sada ina untuk berunding.
Macamana sada ina yang di kanan yang di kiri? Sirih ibu bapo tadi telah saya terima, sekarang gendangnya tidak ada yang akan
ditingkah gayungnya tidak ada yang akan disambur. Kata lah yang akan dijawab. Siapa kita yang akan menjawabnya?”
“Ningroangku dabo sada ina ma manjawabsa. Hami pe kok pitauhna nda ibunyikon be, kok luko nai nda diulakkon be. Mala
ijawab sada ina i non jawab ni ami marsamo mei. Ami sorahkon mei tu sada ina.saya fikir sada ina lah yang menjawabnya. Kami
pun tidak akan kami bunyikan lagi, lulaknya pun tidak kami ulangi lagi. Kalau dijawab oleh sada ina nantik maka jawaban kami
bersama lah itu. kami serahkan kepada sada ini”, kata sada ina kepada mamak.
“Anggo songon i mulak ma jolo ningroangku babere tu pangkal kalau demikian adanya silahkan kemenakan kembali dahulu ke
pangkal”, kata mamak kepada ibu bapo.
Universitas Sumatera Utara
Ibu bapo pun kembali ke pangkal sementara sirih adat telah berada di
tangan mamak. Sirih ini kemudian akan dibawa kepada mamak godang. Ialah orang yang mengepalai harta warisan suatu kaum. Maka terjadilah kembali andei
sama dengan apa yang disampaikan oleh ibu bapo tadi. Kemudian mamak godang akan membawanya kepada mamak na sapulu Simpang Tonang dengan andei yang
sama. Berhubung mereka banyak maka dimufakatkanlah siapa di antara mereka yang akan membawa sirih adat tersebut kepada natobang nadipatobang yang
duduk paling ujung ruangan sidang adat tersebut. Mamak na sapulu: “Assalamu’alaikum Wr Wb. Ami golarna ngon
on bo sebagai penjawaban hata-hata natobang nadipatobang nangkinan i hami mangido moof tarlambat sotik bukan baen lalai
niami malahan cari mufoket do arana hami nabahat. Jadi topat do air ka pombuluoh bulek do kato jo mufoket. Pribadingku sendiri
ken manjawabsa. Inda natajelo di lapiek madung torang nan marbulan siang nampak ari malam nampak bulan. Bahaso hata-
hata nadipatobamg i nda ken ami kombang luwehkon be rontang panjang arana ami golarna natarsingkut do di adat ni natobang
natarkurung di limbago natobang. Kok tau pande ni natobang, tahu pande ami basamo mei. Jadi hatana pe panjawabanna
napondok do hami sudahi dot Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu. Assalamu’alaikum Wr Wb. Kami meminta maaf
kepada
natobang nadipatobang karna terlambat sedikit
menjawabanya. Bukannya karena kelalaian kami melainkan karna kami banyak dan bermufakat siapa yang pantas menjawab kata-
kata tersebut. Pribadiku sendirikan yang akan menjawabnya. Kata- kata natobang nadipatobang tidak akan kami kembang luaskan
rentang panjang lahi karena kami terkurung di adat limbago yang natobang buat. Tau dan pandai natobang adalah tau dan pandai
kami. Demikianlah penjawaban pendek dari kami, akhir kata kami sudahi dengan Assalamu’alaikum Wr Wb”
. Natobang nadipatobang: “Wa’alaikumsalam Wr Wb, Tarimokasih
ma atas penjawaban ni babaere i. A bana mei manyogot langkana
Universitas Sumatera Utara
doma ken isampeon, concangna madung putus mei. Wa’alaikumsalam Wr Wb. Terimakasih atas penjawaban yang
kemenakan berikan. Aaa sudah tepat lah itu, besok pagi tinggal langkahnya yang akan kita sampaikan, kalau mufakatnya sudah
putus lah itu”. Kemudian natobang nadipatobang memberikan pengumuman kepada
khalayak ramai mengenai hasil keputusan dari sidang adat tersebut. Beliau diberikan penghormatan untuk menyampaikan hal tersebut karena merekalah yang
pertama membuka perkampungan tersebut. Mereka adalah orang yang paham akan adat-istiadat.
Keesokan paginya kedua keluarga sudah siap untuk melaksanakan acara akad nikah. Di rumah masing-masing keluarga tengah diadakan musyawarah
musyawarah untuk persiapan acara. Di rumah laki-laki akan diadakan doa untuk memberangkatkan marapulai dengan harapan agar acara tersebut diberkahi oleh
Yang Maha Esa. Sementara itu di rumah perempuan disiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kedatangan rombongan pihak laki-laki dan siapa yang akan
diutus untuk menjemputnya. Manjomput marapulai demikianlah istilah untuk acara ini. Biasanya
keluarga pihak perempuan diiringi oleh mamak beserta kaum kerabat lah yang datang ke rumah laki-laki. Di sini ninik mamak kedua belah pihak akan duduk dan
menggelar musyawarah adat. Musyawarah ini dilakukan dalam bahasa Mandailing dan untuk menguatkan pernyataan tersebut biasanya digunakan
petatah-petitih Minangkabau. Duduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang duduk sendiri bersempit-sempit, duduk bersama berlapang-
lapang. Dalam musyawarah adat ini mamak juga akan memberikan gelar kepada
Universitas Sumatera Utara
pengantin laki-laki. Gelar itu biasanya diambil dari gelar-gelar nenek moyang mereka seperti sutan, kari atau yang lainnya. Hal ini tentu berbeda dengan yang
terjadi di Mandailing karena gelar sutan, baginda dan mangaraja hanya boleh diberikan pada keturunan raja-raja. Pemberian gelar kepada mempelai pria ini
adalah sebagai panggilan penganti nama kecilnya. Masyarakat sekitar akan memanggilnya dengan gelar baru tersebut. Setelah selesai proses adat di rumah
laki-laki, pihak perempuan pamit dengan membawa marapulai diiringi oleh mamak-nya.
Gambar 6. Marambit sebagai bentuk ungkapan dari rasa senang hati atas kedatangan pengantin laki-laki
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sebelum akad nikah biasanya pengantin laki-laki akan disambut dengan prosesi tertentu secara khidmat sesuai dengan upacara adat di nagari setempat. Di
Simpang Tonang penyambutan ini dikenal dengan istilah marambit. Dimana pengantin laki-laki akan diulosi dengan kain batik panjang kemudian kedua
tanggannya dipapah oleh kaum ibu dari keluarga perempuan menuju tempat diselenggarakannya acara akad nikah. Ini merupakan bentuk ungkapan suka cita
Universitas Sumatera Utara
patidahon godang ni roha atas terselenggarakannya perkawinan tersebut. Diulosi dengan maksud sesuatu yang telah diikat oleh adat pantang untung
dipisahkan. Sekarang keluarga laki-laki tersebut sudah menjadi bagian dari keluarga perempuan.
Gambar 7. Penyambutan di rumah anak daro Sumber: Dokumentasi Pribadi
Hingga sampailah rombongan tersebut di depan pintu masuk rumah
perempuan. Rombongan beserta marapulai tidak langsung masuk ke dalam rumah. Terlebih dahulu ada kata-kata yang bersambutan antara kedua belah pihak.
Kemudian anakdaro akan disuruh keluar di depan untuk menyambut calon suaminya. Sebagian ada juga yang membasuh kaki calon suaminya tersebut
sebagai ungkapan rasa berbakti. Kemudian barulah marapulai beseta rombongan memasuki rumah tersebut untuk melangsungkan prosesi akad nikah.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 8. Suasana akad nikah sebagai bentuk sahnya perkawinan secara Islam
Sumber: Dokumentasi Pribadi Akad nikah ini merupakan bentuk refleksi dari pengesahan perkawinan
secara hukum Islam. Ada syarat dan rukun yang harus dipenuhi kedua calon mempelai apabila hendak menikah, yakni: ada calon mempelai laki-laki dan
memperlai perempuan, ada wali nikah, dan ada dua orang saksi. Di Simpang Tonang bahkan acara tersebut disaksikan oleh keluarga beserta mamak kedua
belah pihak. Bahkan di sini seorang mamak lah yang membantu mengurus segala sesuatu yang dibutuhkan dan menyerahkan penyelenggaraan akad nikah tersebut
kepada anggota KUA Kantor Urusan Agama. Acara tersebut kemudian ditutup dengan doa dan makan-makan bersama
Setelah itu digelar lagi musyawarah adat dengan para ninik mamak setem- pat. Pada intinya adalah penyerahan kemenakan dari mamak si laki-laki kepada
niniak mamak setempat. Saat itu pun mamak akan menyampaikan harapannya kepada kedua mempelai agar dapat membina rumah tangga dengan baik. Kalau
ada masalah-masalah kecil dan bisa diselesaikan di sini, tolong diselesaikan segera. Tapi kalau masalahnya besar, kami bersedia diajak untuk bersama-sama
Universitas Sumatera Utara
menyelesaikan masalah tersebut. Ungkapan ini disampaikan dalam bahasa Mandailing sebagai berikut:
“Songon on do golarna so usurdu sada ina dot nampuran na sangkababa diiringi hata sapatah dua patah. Mangingotkon
babere golarna si anu. Kok boltok namale talonan namanguas kok sakik ngilu poniangna. Olo ami sorahkon tu sada ina doma.
Sapandok ni sada ina domei so ami boto. Begini maksudnya kenapa saya suguhkan sirih adat ini diiringi dengan sepatah dua
patah kata. Mengingatkan bahwasanya kemenakan kita si anu, jika perutnya kelaparan tenggorokannya kehausan seandainya dia
mengalami sakit ngilu pening. Kami serahkan kepada kalian. Tolong saudara jawab biar kami mengetahuinya”.
“A ipe bana mei sada ina. Olo me naidokon sada ina i. Salolot niari sada ina na mangapi-ngapionsa, nari ami muse ken mangapi-
apionsa. Tapi olo sada ina na lobas diami ami lobaskon, pala inda lobas diami ami alo sada ina marmufoket. Yang demikian sudah
tepat dan benar, sebagaimana yang dikatakan oleh saudara. Selama ini saudara yang mengapi-apikannya sekarang giliran kami yang
akan mengapi-apikannya. Tapi iya yang sanggup bagi kami, kami sanggupkan dan apabila kami tidak sanggup maka akan kami ajak
saudara untuk bermufakat kembali”, jawab mamak si perempuan.
Gambar 9. Bersanding di Pelaminan dengan Pakaian Adat Minangkabau Sumber: Dokumentasi Pribadi
Universitas Sumatera Utara
Setelah selesai acara nikah kawin dan penyerahan marapulai maka acara selanjutnya adalah bersanding di pelaminan. Acara ini bisa dilakukan di rumah
perempuan saja, di rumah laki-laki saja atau pun di rumah laki-laki dan perempuan sekaligus. Tujuannya ialah untuk memberitahukan kepada orang
banyak bahwa perkawinan tersebut telah sah baik secara adat maupun agama. Ibaratnya mancaco ka bumi bembang ko langik, mala ayom putieh t bakokok di
awang-awang tabang siang ari mala ayom janten tabang malom ari mencacah ke bumi membembang ke langit, kalau ayam putih berkokok dan terbang di
awang-awang pada siang hari kalau ayam jantan terbang pada malam hari. Baju pengantin yang digunakan di sini ialah baju adat Minangkabau yakni sunting dan
salok. Sebagai alternatifnya tersedia juga pakaian jas dan slayer. Di Simpang Tonang tidak ada yang menyediakan bulang atau pakaian adat Mandailing.
c. Pasca-Perkawinan
Setelah prosesi perkawinan dilakukan maka ada istilah mangulaki langka, yakni acara kunjung-mengunjungi antara keluarga kedua belah pihak. Setidaknya
acara ini terdiri dari dua kali tahapan sebagai berikut: a.
Martandang-tandang sadari bertandang sehari Acara ini adalah kunjungan pertama ke rumah orang tua laki-laki setelah
perkawinan. Biasanya dilakukan setelah dua atau tiga hari marolek. Adapun yang datang ketika acara ini ialah marapulai dan anak daro bersama keluarga pihak
perempuan ayah, ibu, iboto, serta sanak famili lain. Ini dilakukan untuk mem- perkuat silaturrahmi dan jalinan keluarga antara keduanya. Sebelum berangkat
biasanya akan diadakan dilakukan acara doa terlebih dahulu di kediaman
Universitas Sumatera Utara
perempuan. Mereka tidak sampai bermalam di rumah laki-laki, marapulai, anak daro beserta keluarga perempuan pulang hari itu juga. Acara tersebut ditutup
dengan acara makan bersama. b.
Martandang-tandang dua ari bertandang dua hari Acara ini biasanya dilakukan setelah hari ke-tujuh. Sama dengan acara
martandang-tandang sadari tadi maka yang datang ke rumah keluarga laki-laki adalah pengantin perempuan, pengantin laki-laki beserta keluarga. Bedanya pada
martandang-tandang dua ari ini mereka bermalam di sana selama semalam. c.
Martandang-tandang tolu ari bertandang tiga hari Rangkaian kunjungan yang terakhir ialah martandang tandang-tandang
tolu ari. Berbeda dengan martandang-tandang sadari dan martandang-tandang dua ari, maka yang datang ke rumah keluarga laki-laki hanya pengantin
perempuan dan pengantin laki-laki saja
3.3.2. Manjujur: Suatu Alternatif Adat yang Terlupakan