Tuhor tersebut diserahkan dalam acara manulak sere. Pada masa sekarang tuhor tersebut digunakan sebagai bantuan untuk melengkapi keperluan pihak
gadis untuk barang bawaannya seperti untuk membeli kasur, pakaian, dan lainnya ataupun untuk tambahan biaya penyelenggaraan upacara adat perkawinan
orja. Dalam proses manulak sere ini pihak calon mempelai pria diwajibkan membawa batang boban mahar yang besarnya telah disepakati sebelumnya ke
rumah calon mempelai wanita http:gondang.blogspot.com201312orja-di- mandailing.html diakses tanggal 21 Mei 2014, pukul 18.00 WIB.
3.3.2.2. Jarang Ditemui Meskipun Masih Bisa Diadati
Seiring perjalanan waktu penerapan adat perkawinan manjujur seperti yang dijelaskan di atas sudah sangat jarang penulis temukan di lapangan. Mereka
yang masih menerapkan adat perkawinan seperti di atas adalah mereka yang melakukan perkawinan campuran dengan etnis Mandailing yang notabenenya
masih menerapkan adat tersebut. Ada satu syarat yang sudah pasti seseorang akan menerapkan adat manjujur, yakni apabila seseorang tesebut adalah anak laki-laki
tunggal yang tidak memiliki saudara perempuan. Pembayaran jujur dianggap kurang praktis dan bertentangan dengan agama Islam karena yang dituntut dalam
Islam hanya mas kawin. Jujuran tentunya tidak sama dengan mas kawin menurut Islam. Jujuran merupakan kewajiban adat yang harus dibayarkan oleh kerabat pria
kepada kepada kerabat wanita untuk dibagi-bagikan kepada tua-tua kerabat. Jujuran ini tidak boleh dihutang. Sementara mas kawin kewajiban agama yang
harus dipenuhi pria untuk wanita.
Universitas Sumatera Utara
Sistem perkawinan manjujur ini sudah jarang ditemukan di lapangan. Berbeda dengan Nagari Ujung Gading, Pasaman Barat dimana kepulralismean
pemilihan adatnya lebih gampang ditemui. Manjujur yang menjadi budaya khas dari Mandailing masih diperbolehkan untuk digunakan asalkan tidak bertentangan
dengan adat Minangkabau. Masyarakat menggunakan kedua adat tersebut untuk mengatur perilaku hidup sehari-harinya. Sistem manjujur di Nagari Simpang
Tonang secara umum hanya berlaku bagi laki-laki yang menikah dengan orang luar dari nagari tersebut. Tapi aturan tersebut tidak berlaku mutlak karena bagi
mereka yang ingin manjujur juga dibolehkan dan tetap bisa diadati. Pada era tahun 80-an ke bawah alak Simpang Tonang masih banyak yang
menggunakan adar manjujur. Masih banyak mereka yang masih hidup dan dapat dimintai informasi terkait dengan adat tersebut. Meskipun adat ini diperbolehkan
namun sekarang sudah jarang dan bahkan tidak ada lagi yang melaksanakan adat manjujur. Adat manjujur seolah tergerus oleh waktu dan kehilangan
kepopulerannya. Generasi sekarang seolah enggan untuk belajar dan menggali kebudayaannya. Sehingga hal ini membuat sangat sulit untuk merubah adat
sumondo kembali kepada adat manjujur sebagaimana adat yang dibawa oleh nenek moyang mereka dahulu.
3.3.2.3. Jenis-jenis Adat Manjujur