2.5. Alak Simpang Tonang: Pengidentifikasian Diri dan Sistem Kekerabatan
2.5.1. Identitas Kultural dan Penegasan Diri
Berbahasa Mandailing tetapi dalam keseharinnya mengenakan adat- istiadat Minangkabau, agaknya membuat sebahagian masyarakat rancu dalam
menetapkan identitas dirinya. Meskipun mereka mengidentifikasikan diri mereka sebagai “Urang Minang” tetapi masyarakat lain melihat mereka bukan orang
Minangbau. Hal ini disebabkan karena mereka berkomunikasi dengan bahasa Mandailing dan mereka memiliki rmarga seperti orang Mandiling, yakni: Lubis
dan Nasution. Hal ini menimbulkan keraguan sebagian orang untuk mengatakan kelompok masyarakat tersebut adalah orang Minangkabau. Begitu juga dengan
saudara mereka di Utara, mereka mengakui bahwa masyarakat tersebut memang berasal dari tanah Batak. Namun, mereka sudah tidak paham dan tidak
menerapkan lagi adat-istiadat Batak habatakon. Mereka kemudian dijuluki dengan istilah “na leplap” atau “dalle” yaitu etnis Batak yang tak paham adat-
istiadat Batak. Keadaan demikianlah yang membuat mereka bangga menegaskan diri
sebagai “Alak Pangtonang” atau orang Simpang Tonang. Mereka sadar bahwa kebudayaan mereka sebenarnya tidak sepenuhnya sama dengan kebudayaan
Minangkabau dan kebudayaan Mandailing. Bagi mereka hidup bersama justru lebih penting daripada membahas perbedaan budaya yang ada. Bahkan demi bisa
hidup survive, mereka menghilangkan marganya. Kebudayaan yang terbentuk pun merupakan perpaduan antara kebudayaan
Mandailing dengan Minangkabau. Hal ini terlihat pada sistem kekerabatan,
Universitas Sumatera Utara
pemerintahan adat, bahasa dan juga seni masyarakat setempat. Dalam bidang kesenian misalnya, tidak ada lagi tortor dan gordang sambilan serta onang-onang
yang menjadi masyarakat Mandailing. Di daerah ini lahir kesenian ronggeng
14
dan dikia rapano
15
Seiring dengan perkembangan zaman, tampaknya banyak dari generasi muda Simpang Tonang yang merasa aneh dengan keunikan identitas yang mereka
miliki. Hal ini turut dipengaruhi oleh arus globalisasi yang membuat Nagari Simpang Tonang seperti tidak berbatas lagi. Alak Simpang Tonang telah akrab
dengan media internet, televisi, telephone seluler, dan lain sebagainya. Dengan memanfaatkan media ini tentu mereka dapat mengakses berbagai informasi yang
ada, salah satunya mengenai kebudayaan. Di samping itu dengan memanfaatkan .
Sebagai pendatang etnis Mandailing pada generasi pertama berusaha untuk menjadi identik dengan etnis Minangkabau. Banyak kebudayaan Minangkabau
yang mereka adopsi mereka, mulai dari bahasa, kebiasaan hidup, tradisi-tradisi budaya dan sebagainya. Hubungan mereka dengan bona pasogit atau daerah asal
pun dapat dikatakan sudah terputus. Hal ini menyebabkan kebudayaan daerah asal sudah hampir terlupakan dan sudah amat jarang dilaksanakan, mereka pun tidak
menggunakan marga dalam dokumen formalnya, sekalipun mereka tahu dan sadar atas marga mereka.
14
Ronggeng Pasaman merupakan satu tradisi lisan Minangkabau, berupa seni pertunjukan yang terdiri atas pantun, tari atau joget, dan musik. Kesenian ini biasanya ditampilkan pada hari
besar Islam. Kesenian ini sangat berkembang di Nagari Cubadak dan Simpang Tonang Kabupaten Pasaman.
15
Kesenian ini biasanya dimainkan pada saat upacara-upacara adat seperti mengantarkan marahpulai dan upacara turun mandi. Kesenian ini dimainkan oleh tiga atau empat orang pemain
dengan bernyanyi dan mengucapkan puji-pujian kepada Allah SWT sambil memukul sejenis rebana. Adapun kata-katanya diambil dari buku bersanji yang terdiri dari tiga irama yaitu: irama
lagu ros, irama lagu sika, irama lagu rokibi.
Universitas Sumatera Utara
lancarnya sarana transportasi, tidak sedikit alak Simpang Tonang yang merantau ke daerah tetangga seperti Medan, Padang dan Pekanbaru. Di perantauan, alak
Simpang Tonang bertemu dengan berbagai etnis lain dan etnis Mandailing yang masih mempertahankan adat-istiadatnya. Dari bahasa yang mereka gunakan ketika
berkomunikasi di antara sesama alak Simpang Tonang, tentu etnis lain menganggap mereka adalah etnis Batak. Namun alak Simpang Tonang tidak suka
disebut sebagai orang Batak karena dalam identitas tersebut terdapat berbagai stereotype
16
16
Stereotype adalah pandangan atau penilaian mengenai sifat-sifat dan watak pribadi suatu individu atau golongan lain yang bersifat subjektif, tidak tepat, dan cenderung negatif karena tidak
lengkapnya informasi yang didapatkan.
dan mereka adalah penganut agama Islam yang membuat mereka berbeda dari kebanyakan. Mereka merasa lebih dekat dengan saudara-saudaranya
yang berasal dari Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan. Setelah menjalin interaksi dengan etnis lain ini maka ada rasa kegalauan identitas yang timbul
dalam diri alak Simpang Tonang. Bahkan ada yang beranggapan bahwa kebudayaan saudaranya yang berasal dari Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan
itulah yang lebih benar sebagaimana mestinya. Di rantau pun tidak sedikit mereka menemukan jodoh yang masih mempertahankan adat Mandailing. Mereka pun
akan mengadopsi adat serta kebudayaannya. Keberadaan ikatan para perantau pun turut merubah pola fikir alak Simpang Tonang mengenai identitasnya. Bahkan
ada yang berfikiran ekstream untuk mengembalikan adat sumondo kepada adat manjujur. Belakangan makin banyak yang mencoba untuk menguatkan identitas
kemandailingannya. Misalnya saja penampilan kesenian tortor dan gordang sambilan Mandailing pada pelantikan Rajo Sontang beberapa waktu yang lalu.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Sistem Kekerabatan dan Pergeseran Konsep Dalihan Natolu di Simpang Tonang