BAB IV PEMILIHAN ADAT PERKAWINAN SERTA KETERKAITANNYA
DENGAN UUD DAN HUKUM ISLAM
4.1. Proses Pemilihan Adat
Setiap masyarakat memiliki karakteristik adat perkawinannya masing- masing. Adakalanya di dalam perkawinan campuran, perbedaan-perbedaan adat
tersebut saling berbenturan satu sama lainnya jika masing-masing pihak saling memaksakan ego atau keinginannya masing-masing. Perbedaan-perbedaan
tersebut kemungkinan besar akan menimbulkan sutatu ketidaksesuaian yang berujung pada suatu konflik. Ketidaksesuaian tersebut harus diantisipasi dan
dicarikan jalan tengahnya berdasarkan proses mufakat keluarga kedua belah pihak. “Nan dari ateh turun, nan di bawah naiak, tibo di tangah saiyo samufoket”
yang dari atas turun, yang di bawah naik, tiba di tengah seiya semufakat. Hal ini sesuai dengan nilai-nilai luhur alak Simpang Tonang yang tertuang dalam
ungkapan adat: “tua ni manusia samupoket, tua ni partaonan sarentak, tua ni binatang bosur” tuahnya manusia semufakat, tuahnya pertahanan serentak
tuahnya binatang kenyang. Oleh karena itulah suatu perkawinan hendaknya harus didasarkan pada kesediaan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dari masing-
masing belah pihak.
4.1.1. Pihak-pihak yang Terlibat dalam Proses Pemilihan Adat Perkawinan
Dalam sub-bab ini penulis akan akan menjabarkan siapa-siapa saja mereka yang menjadi tokoh penting dan bepengaruh dalam proses pemilihan adat
Universitas Sumatera Utara
perkawinan di Nagari Simpang Tonang yang sangat kaya akan pluralisme hukum ini. Mereka adalah tokoh-tokoh yang penulis sebut sebagai “lawyer” hukum adat,
orang yang ada di balik layar terbentuknya suatu hukum yang berlaku. Mereka tidak lain dan tak bukan adalah orang-orang yang terikat karena adanya hubungan
darah atau perkawinan dan orang-orang yang dituakan di kampung tersebut. Menurut Kharlie 2013:110, secara umum dalam masyarakat suatu keputusan
tidak diambil oleh satu otoritas persoanal tetapi melalui forum tokoh-tokoh desa yang terdiri dari tetua-tetua masyarakat yang sangat berperan dalam mengambil
keputusan yang penting di masyarakat. Adapun mereka di antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Calon pengantin perempuan dan pengantin laki-laki
Jauh hari sebelum perkawinan, kedua calon pengantin biasanya telah menjalin suatu koitmen bersama bahwa kelak mereka akan kawin menggunakan
adat seperti apa atau bisa saja mereka tidak mengikuti tatacara perkawinan secara adat. Dalam tahap perkenalan tersebut mereka juga berbagi mengenai bagaimana
tatacara perkawinan yang lazim digunakan dalam keluarga masing-masing. Hal ini sangat berguna sebagai bekal pengetahuan awal menganai seperti apa adat
perkawinan yang nanti bisa menjadi alternatif pilihan mereka. Komitmen yang mereka buat tersebut bisa menjadi bahan pertimbangan
dalam musyawarah keluarga besar kedua belah pihak. Sebagaimana yang diketahui bahwasanya perkawinan bukan hanya sekedar keputusan antara kedua
pasangan, melainkan juga sebagai pemersatu antara dua buah keluarga besar dengan latar belakang yang berbeda. Di sini dibutuhkan suatu keterampilan
Universitas Sumatera Utara
berkomunikasi dari kedua calon pengantin ketika akan memberitahukan perihal perkawinan tersebut kepada keluarganya. Hal ini bertujuan untuk meminta izin
dan memperkenalkan calon pasangannya tersebut. Dengan demikian diharapkan dapat meminimalisir stereotype terhadap etnis asal pasangan masing-masing.
2.
Orang tua dan keluarga kedua belah pihak
Orang tua merupakan suatu gerbang awal yang harus dilalui calon pengantin untuk masuk ke dalam keluarga besar pasangannya. Kedudukan orang
tua sangatlah vital demi keberlangsungan suatu perkawinan. Orang tua lah yang memberikan izin atau restu saat acara perkenalan calon menantu dan mereka juga
lah yang nantinya akan menikahkan anaknya. Orang tua juga harus meyediakan dan menyiapkan segala sesuatu hal yang diperlukan untuk perkawinan tersebut.
Di sisi lain, orang tua sangatlah berperan dalam proses pemilihan adat perkawinan. Biasanya orang tua yang masih berfikiran ortodoks atau masih
mempertahankan nilai-nilai warisan budaya leluhurnya, mereka akan mendoktrin anak-anaknya agar menjalankan perkawinan sesuai dengan adat istiadat yang
sudah baku. Hal ini tentu mudah dilakukan apabila kedua orang tua suatu pasangan berasal dari etnis yang sama. Namun, apabila orang tua bersal dari etnis
yang berbeda dan sudah tidak terlalu terpaku pada adat, biasanya anak-anaknya akan diberikan kebebasan dalam memilih adat atau bahkan bisa saja tidak
menggunakan adat tersebut. Hal ini juga tidak terlepas dari kebudayaan mana yang lebih mendominasi.
Di Nagari Simpang Tonang, orang tua pengantin itu disebut dengan istilah apak indek atau ibu bapo. Merekalah orang yang memiliki perhelatan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Biasanya setelah memberikan restu kepada anaknya, maka orang tua masing- masing akan memberitahukannya kepada anggota keluarga lain, para tetua adat di
kampung tersebut dan mempertemukan kedua belah pihak keluarga. Dalam suatu prosesi adat perkawinan yang bernama pabotoon tu mamak-mamak, apak indek
atau ibu bapo ini akan memberikan sirih lengkap dalam suatu cerana atau yang disebut dengan nampuran sangkababa sebagai suatu bentuk penghormatan
kepada orang-orang yang dituakan dalam majelis adat tersebut. 3.
Ninik Mamak dan Natobang Nadipatobang di Bagasan Ampung Ninik mamak adalah orang-orang yang diangkat oleh suatu kaum sebagai
pemangku adat. mereka berasal dari suatu kaum, dipilih dan dibesarkan oleh kaumnya. Posisi mereka didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting.
Pengetahuan mereka akan adat-istiadat lah yang membuat mereka dihormati oleh kaumnya. Selain itu mereka memiliki tanggung jawab memimpin suatu kaum
serta anak kemenakannya. Di Simpang Tonang mereka dikenal dengan nama Niniak Mamak Nan
Sapuluoh. Adapun mereka terdiri dari: Gading Raja, Sutan Porang, Mangkuto
Bonar, Pintu Alin, Jaibata, Jasuara, Jasungkunan, Jaendah, Jarait dan Jainten.
Mereka biasanya akan diundang oleh pihak keluarga untuk melakukan perundingan mengenai adat perkawinan. Alangkah lebih baik apabila seluruh
niniak mamak dapat hadir dalam perundingan tersebut. Namun apabila tidak lengkap pun acara masih bisa tetap berlangsung. Hal ini tergantung dari
kemampuan penyelenggara pesta dan berbagai halangan pribadi dari niniak mamak tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Di samping niniak mamak, di Simpang Tonang juga terdapat Natobang
Nadipatobang di Bagasan Kampung. Mereka adalah orang-orang yang pertama kali manaruko atau membuka nagari Simpang Tonang. Mereka bisa saja
merangkap sebagai niniak mamak. Mereka memiliki peran sebagai dewan pert- imbangan agung karena menjadi tempat konsultasi penyelesaian berbagai
persoalan yang terjadi di kampung. Dalam prosesi adat perkawinan, merekalah nantinya yang akan mengungkapkan kepada khalayak ramai mengenai bagaimana
hasil dari keputusan majelis adat tersebut. Sebenarnya masih ada dua tingkatan mamak lagi dalam adat perkawinan
Simpang Tonang. Mereka adalah Mamak Saruang dan Mamak Godang. Mamak Saruang ialah mamak kontan atau saudara laki-laki dari ibu si pengantin; namun
hal itu tidak mutlak berlaku; bisa saja dia adalah orang yang dianggap keluarga tersebut sosok mamak yang mempunyai pola fikir maju, cakap dan bertanggung
jawab dan dapat diajak untuk berunding. Dia adalah orang yang dahulu diajak berunding disaat acara mananting tanda. Dinamakan mamak saruang sesuai
dengan tempat duduknya dalam mejelis adat tersebut. Di Simpang Tonang peranan mamak masih dianggap sangat penting baik dalam acara sebelum
perkawinan, tahap pelaksanaan perkawinan dan setelah perkawinan. Hal ini adalah suatu bentuk perwujudan dari rasa tanggung jawabnya terhadap anak
kemenakan. Anak dipangku kamanakan dibimbiang. Adakalanya seorang mamak kontan tidak hadir dalam pertemuan tersebut, hal ini tergantung dari kesepakatan
keluarga. Namun dia tetap harus diberitahu apabila ada kemenakannya yang
Universitas Sumatera Utara
hendak menikah. Sementara itu yang dinamakan dengan Mamak Godang ialah orang yang mengepalai suatu warisan.
Berikut penulis sajikan bagaimana skema dari perjalanan adat pernikahan yang berlaku di Simpang Tonang. Skema ini merupakan urutan dari pabotoon tu
mamak-mamak, yakni suatu acara sehari sebelum diselenggarakannya pesta olek dan merupakan inti dari sahnya perkawinan secara adat di Simpang Tonang.
\ Gambar 10. Jenjang yang Harus Dilalui Saat Pabotoon Tu Mamak -mamak
Urutan tersebut dimulai dari apak indek sebagai orang yang mempunyai pesta, kemudian dilanjutkan kepada mamak saruang, mamak godang, niniak
mamak nan sapuluoh Simpang Tonang dan kemudian terakhir akan diumumkan hasil keputusan akhirnya oleh Natobang Nadipatobang di Bagasan Kampung.
Natobang Nadipatobang di
Bagasan Kampung
Niniak Mamak Nan Sapuluoh
Mamak Godang
Mamak Saruang
Apak Indek atau Ibu Bapo
Universitas Sumatera Utara
Dari urutan satu ke urutan yang lainnya biasanya dilakukan marandei yakni kata- kata adat berisi maksud dan tujuan dari penyerahan nampuran nasangkababa
sirih lengkap. Dalam marandei tersebut juga diuangkapkan bagaimana riwayat perjalanan seorang anak manusia ketika ia mulai lahir hingga sekarang tiba
saatnya kawin dan membuka rumah tangga yang baru.
4.1.2. Hal-hal yang Dibicarakan pada Saat Perundingan