anggota dari etnisnya. Namun bila berinteraksi dengan etnis lainnya biasanya mereka akan menggunakan bahasa Minang atau bahasa Indonesia. Selama ini
belum pernah terjadi perselisihan akibat perbedaan bahasa.
2.6.2. Hubungan Sosial di Lembaga Pendidikan dan Instansi Pemerintahan
Di sekolah tidak ada perbedaan perlakuan antara etnis Mandailing dan etnis Minangkabau. Semua siswa dianggap sama-sama individu yang haus akan
ilmu pengetahuan. Anak-anak dari berbagai etnis etnis ini berintekrasi hampir sepanjang waktu ketika belajar di sekolah atau bermain di area perkampungan.
Guru-guru yang ditugaskan di sana pun selain etnis Mandailing juga terdapat etnis Minangkabau. Penggunaan bahasa Mandailing kerap terdengar di bangku
pendidikan ini di samping bahasa Indonesia Raya. Ada beberapa instansi pemerintahan di Simpang Tonang. Pegawai dan
pejabatnya terdiri dari etnis Mandailing dan etnis Minangkabau yang ditugaskan di sana. Bahasa yang digunakan di arena perkantoran tersebut ialah bahasa
Minangkabau, Mandailing dan Indonesia. Corak interaksi di arena ini tidak jauh berbeda dengan arena yang penulis ungkapkan sebelumnya. Perbedaanya terletak
pada batasan tegas mengenai wewenang dan kewajiban administratif personal. Dasar dari interaksi tetap mengacu pada nilai pemahaman terhadap karakter atau
nilai budaya kedua etnis tersebut. Namun mereka dapat menempatkan diri masing-masing dengan caraa meredam karakter kurang positif. Sehingga terjalin
kerjasama antara pemimpin, pegawai dan masyarakat. Hubungan mereka pun terbatas pada jam kerja yang sifatnya resmi urusan kantor, tetapi sekali-sekali
diadaakan acara atau pertemuan yang sifatnya non-formal untuk menumbuhkan
Universitas Sumatera Utara
rasa kekeluargaan Di samping itu juga instantsi pemerintahan ini menjalin kerjasama dengan tokoh agama dan tokoh adat karena mereka lah yang dijadikan
panutan oleh masyarakat setempat.
2.6.3. Hubungan Sosial yang Dijalin untuk Kegiatan Upacara Adat
Kaba baiak baimbauan kaba buruak bahambauan. Falsafah tersebut dapat mendorong masyarakat untuk melakukan kegiatan tolong-menolong. Dalam
peristiwa kemalangan seperti kematian tolong-menolong dilakukan secara spontan, sedangkan pada upacara peristiwa kegembiraan seperti perkawinan
tolong-menolong dilakukan dengan pamrih. Pamrih yang dimaksudkan ialah adanya harapan dalam diri seseorang yang memberikan pertolangan bahwa suatu
saat dia akan mendapat pertolongan pula jika mengadakan perhelatan. Dalam perhelatan perkawinan di Simpang Tonang juga ada tradisi gotong-
royong. Selain membantu dengan tenaga seperti menyiapkan hidangan dan perlengkapan lain, terdapat juga tradisi gotong –royong dengan mengumpulkan
beras. Tradisi ini seperti julo-julo, dimana setiap rumah yang telah didaftar sebagai anggota mengumpulkan beras, setiap ada anggota yang melaksanakan
perhelatan perkawinan atau meninggal dunia. Di Simpang Tonang etnis Mandailing bermukim secara berdampingan
dengan etnis Minangkabau. Kedua etnis ini adalah penganut Islam dengan paham keagamaan yang sama. Dalam upacara-upacara tertentu maka kedua etnis tersebut
biasanya akan saling mengundang. Terkadang bahkan tetangga yang berbeda etnis tersebut dilibatkan secara langsung karena memiliki perenan yang sangat penting.
Hal ini cenderung mendorong keterikatan kebersamaan di kalangan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
perbatasan Simpang Tonang. Kebersamaan ini terefleksi dalam kehidupan sehari- hari mereka.
2.7. Pandangan dan Stereotype