perempuan. Mereka tidak sampai bermalam di rumah laki-laki, marapulai, anak daro beserta keluarga perempuan pulang hari itu juga. Acara tersebut ditutup
dengan acara makan bersama. b.
Martandang-tandang dua ari bertandang dua hari Acara ini biasanya dilakukan setelah hari ke-tujuh. Sama dengan acara
martandang-tandang sadari tadi maka yang datang ke rumah keluarga laki-laki adalah pengantin perempuan, pengantin laki-laki beserta keluarga. Bedanya pada
martandang-tandang dua ari ini mereka bermalam di sana selama semalam. c.
Martandang-tandang tolu ari bertandang tiga hari Rangkaian kunjungan yang terakhir ialah martandang tandang-tandang
tolu ari. Berbeda dengan martandang-tandang sadari dan martandang-tandang dua ari, maka yang datang ke rumah keluarga laki-laki hanya pengantin
perempuan dan pengantin laki-laki saja
3.3.2. Manjujur: Suatu Alternatif Adat yang Terlupakan
3.3.2.1. Konsep Manjujur
Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, jika dalam perkawinan sumondo laki-laki yang tinggal di lingkungan kerabat isterinya maka dalam
perkawinan manjujur perempuan akan tinggal di lingkungan kerabat suaminya. Untuk melepaskan isteri dari kerabatnya maka perlu dibayar sejumlah uang,
tanah, sawah, rumah dan berbagai barang lainnya dari pihak pria kepada pihak wanita. Dengan diterimanya pembayaran jujuran tersebut oleh pihak wanita, maka
berarti setelah perkawinan si wanita akan meninggalkan keluarganya dan masuk ke dalam keluarga suaminya. Selanjutnya sang suami menjadi kepala keluarga
Universitas Sumatera Utara
dan anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut secara otomatis akan mengikuti marga dari sang bapak. Koentjaraningrat 1967:94-97 mengistilahkan
jujuran tersebut dengan bride-price, yaitu sejumlah harta yang diberikan oleh si pemuda kepada si gadis dan kaum kerabat si gadis yang merupakan salah satu
syarat perkawinan; maknanya adalah sebagai pengganti kerugian karna anak gadis tersebut dianggap memiliki potensi tenaga dalam keluarga tersebut. Lebih lanjut
ia mengatakan bahwa besar kecilnya bride-price itu berbeda-beda, bahkan terkadang harus ditetapkan melalui perundingan antara kedua pihak yang
bersangkutan Dalam adat istiadat perkawinan di Mandailing, untuk melepaskan isteri
dari kerabatnya maka perlu dibayar sejumlah tuhor atau boli. Tuhor tersebut dapat berupa uang, emas, pakaian, hewan dan lain Besarnya tuhor tergantung dari
kedudukan sosial calon mempelai. Semakin besar jujuran yang diterima oleh keluarga mempelai perempuan makin tinggi pula derajat keluarga di mata
masyarakat. Hal ini menyebabkan setiap keluarga yang menyelenggarakan pesta perkawinan berlomba-lomba untuk menetapkan jujuran yang setinggi-tingginya
agar mereka dapat menggelar pesta yang mewah tanpa memikirkan beban yang akan ditanggung oleh kedua mempelai dikemudian hari. Namun hal ini bukanlah
menjadi penghalang suatu perkawinan karena masih memungkinkan terjadinya negosiasi pengurangan maupun penundaan pembayaran. Jika tidak sanggup
memenuhi kesepakatan, maka pihak laki-laki akan membawa perempuan untuk kawin lari yang dikenal dengan istilah marlojong.
Universitas Sumatera Utara
Tuhor tersebut diserahkan dalam acara manulak sere. Pada masa sekarang tuhor tersebut digunakan sebagai bantuan untuk melengkapi keperluan pihak
gadis untuk barang bawaannya seperti untuk membeli kasur, pakaian, dan lainnya ataupun untuk tambahan biaya penyelenggaraan upacara adat perkawinan
orja. Dalam proses manulak sere ini pihak calon mempelai pria diwajibkan membawa batang boban mahar yang besarnya telah disepakati sebelumnya ke
rumah calon mempelai wanita http:gondang.blogspot.com201312orja-di- mandailing.html diakses tanggal 21 Mei 2014, pukul 18.00 WIB.
3.3.2.2. Jarang Ditemui Meskipun Masih Bisa Diadati