dalam konsep berfikir mind masyarakatnya. Apabila keadaan memungkinkan, maka mereka akan menerapkan hukum tersebut di lingkungan yang baru. Jika
tidak memungkinkan, maka akan lahir varian hukum baru sebagai akibat dari persentuhan dengan hukum lainnya.
Pluralisme hukum tidak hanya dikaitkan dengan ko-eksistensi antara berbagai sistem hukum yang berlaku dalam suatu arena tertentu. Batasnya
semakin kabur karena banyak adopsi, adaptasi, saling pengaruh di antara sistem hukum yang saling bertemu. Hal ini menyebabkan hukum berubah dinamis
mengikuti perubahan yang terjadi di dalam masyarakat tersebut. Salah satu penyebabnya adalah adanya migrasi dan perkawinan campuran Irianto, 2009
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pemilihan adat perkawinan di
Kanagarian Simpang Tonang Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat? Rumusan masalah tersebut diuraikan melalui lima pertanyaan penelitian, yakni:
1. Adat perkawinan apa saja yang berlaku di Simpang Tonang?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemilihan adat perkawinan
tersebut? 3.
Siapa saja tokoh-tokoh yang terlibat dalam proses pemilihan adat tersebut? 4.
Proses-proses apa saja yang harus dilalui seseorang apabila hendak kawin baik secara adat sumondo, manjujur, dan adat ranto?
Universitas Sumatera Utara
5. Bagaimana penerapan hukum lainnya seperti Undang-Undang Perkawinan
dan agama Islam di daerah tersebut?
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara mendalam thick description mengenai budaya masyarakat perbatasan, khususnya mengenai gejala
pluralisme hukum dalam proses pemilihan adat perkawinan di Kanagarian Simpang Tonang, Kecamatan Duo Koto, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera
Barat. Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
keilmuan dalam kaitannya dengan ilmu sosial seperti antropologi hukum yang memperkaya literatur mengenai gejala pluralisme hukum pada masyarakat
perbatasan. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal pengembangan pariwisata,
serta sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan perundang- undangan yang sesuai dengan kondisi latar belakang budaya masyarakat
perbatasan.
1.5. Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang bertipekan deskriptif dalam suatu kajian etnografis. Penelitian
deskriptif kualitatif lebih tepat apabila digunakan untuk meneliti masalah-masalah yang membutuhkan studi mendalam Bungin, 2007:68-69. Studi ini akan
Universitas Sumatera Utara
memberi gambaran mendalam mengenai gejala pluralisme hukum di tanah perbatasan yaitu mengenai pemilihan adat sumondo, manjujur, dan adat ranto
dalam sistem perkawinan campuran antara etnis Minangkabau dan Mandailing di Kanagarian Simpang Tonang Kecamatan Duo Koto, Kabupaten Pasaman,
Provinsi Sumatera Barat.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian antropologi hukum ini bersifat holistik
9
a. Wawancara Mendalam
, yaitu dengan mempelajari semua budaya yang terkait dan melatarbelakangi peristiwa hukum yang terjadi Hadikusuma, 2004:22.
Penelitian ini tidak hanya mempelajari mengenai hukum yang berlaku di suatu masyarakat saja, akan tetapi juga mempelajari mengenai budaya perilaku
manusianya yang berbuat terhadap suatu masalah hukum, dikarenakan adanya
faktor-faktor budaya yang mempengaruhinya.
Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang digunakan, yaitu: data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan melalui
observasi dan wawancara. Untuk melengkapinya maka digunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai buku ilmiah, jurnal, media massa serta internet.
Untuk mendapatkan data-data primer maka digunakan metode pengumpulan
sebagai berikut:
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam depth interview. Wawancara mendalam adalah proses memperoleh
9
Pendekatan holistik dalam antropologi
ialah suatu cara pandang yang meilhat suatu kebudayaan sebagai suatu keutuhan atau kesatuan dari berbagai aspek kehidupan yang tidak dapat
dipisahkan. Misalnya aspek sejarah, geografi, ekonomi, teknologi, dan bahasa.
Universitas Sumatera Utara
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan dengan atau tanpa menggunakan pedoman
wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama Bungin, 2007:108.
Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah masyarakat Kanagarian Simpang Tonang Kecamatan Duo Koto Kabupaten Pasaman Propinsi
Sumatera Barat yang mengetahui akan adat perkawinan yang berlaku tersebut. Masyarakat Simpang Tonang yang peneliti maksud di sini bukan saja mereka
yang tinggal di kampung halaman, mereka yang tinggal di rantau pun tidak menutup kemungkinan untuk menjadi informan dalam penelitian ini. Jumlah
informan dalam penelitian ini adalah sebanyak sembilan orang. Peneliti membatasi jumlah informan sebanyak sembilan orang karena data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini dirasa telah cukup. Informan-informan tersebut ialah mereka yang telah melakukan perkawinan atau orang yang pernah terlibat
dalam suatu perkawinan. Alasannya ialah karena menurut hemat peneliti mereka sudah mempunyai pengalaman bagaimana dahulu dihadapi oleh berbagai variasi
pilihan adat perkawinan. Di samping itu peneliti juga mewawancarai niniak mamak atau tetua adat setempat guna mengetahui sejarah Nagari Simpang
Tonang serta adat-istiadat yang berlaku di nagari tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti tidak mengkategorisasikan informan ke dalam kategori informan pangkal,
informan biasa maupun informan kunci, karena semua orang yang memberikan informasi mengenai data-data yang peneliti butuhkan adalah sama pentingnya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam proses wawancara, maka rapport
10
10
Rapport adalah keterampilan dalam membina hubungan baik antara peneliti dengan informan.
merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan. Hal ini akan mengurangi kecurigaan informan terhadap peneliti,
sehingga dengan keterbukaan tersebut diharapkan informan dapat memberikan informasi berupa data terkait dengan masalah penelitian. Di sini peneliti
memposisikan diri sebagai orang yang tidak mengetahui mengenai masalah pemilihan adat dalam perkawinan campur tersebut dan menunjukkan rasa
ketertarikan akan hal tersebut, sehingga mereka menjadi bersemangat untuk menceritakan apa saja pengetahuan yang dimiliki tanpa adanya rasa takut
pendapat tersebut benar atau salah. Untuk menjalin rapport ini merupakan suatu keterampilan yang perlu dilatih. Cara-cara yang peneliti lakukan dalam menjalin
hubungan baik dengan informan ini yaitu dengan terlebih dahulu memperkenalkan diri dan sering-sering berkunjung. Setelah kehadiran peneliti
mulai dapat diterima oleh informan, maka dilakukanlah tahap penjajakan dengan cara melontarkan beberapa pertanyaan yang ringan. Pertanyaan-pertanyaan yang
dilontarkan pun semakin mendalam dan menjurus pada inti masalah dalam penelitian ini, sehingga terjadilah jalinan kerja sama dengan informan. Pada
tahapan berikut akan terjadi suatu partisipasi, dimana informan memberikan informasi penting yang belum peneliti sadari sebelumnya untuk melengkapi data-
data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Perlu ditekankan di sini, bahwa dalam menjalin rapport ini terkadang harus dilakukan pertemanuan secara intens
berkali-kali. Hal ini bertujuan agar data yang didapatkan benar-benar mendalam dan menggambarkan apa yang ada di dalam pola fikiran mereka.
Universitas Sumatera Utara
Dalam proses wawancara tersebut peneliti membutuhkan tape recorder. Penggunaan alat perekam ini terkait dengan terbatasnya kemampuan daya ingat
penulis dalam mengingat setiap kata yang diucapkan oleh informan dan kecepatan tangan yang belum terlatih dalam mecatat kata-kata yang diucapkan informan
secara rinci. Hasil wawancara tersebut kemudian dibuatkan transkripnya. b.
Observasi Partisipasi Obeservasi atau pengamatan adalah suatu metode pengumpulan data yang
digunakan untuk menghimpun data penelitian yang melibatkan pancaindra Bungin, 2007:115. Observasi yang digunakan adalah observasi partisipasi.
Observasi partisipasi adalah pengumpulan data melalui observasi terhadap objek pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan, serta berada dalam
aktivitas kehidupan objek pengamatan Bungin, 2007:116. Peneliti tinggal dan hidup bersama masyarakat Kanagarian Simpang
Tonang Kecamatan Duo Koto Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat selama sebulan untuk mengungkapkan kebudayaan dari sudut pandang mayarakat
setempat native point of vieuw. Selama tinggal dan hidup bersama dengan mereka, peneliti melakukan pengamatan mengenai kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dalam proses perkawinan campuran tersebut, pihak-pihak siapa saja yang terlibat, alat-alat kelengkapan apa saja yang dibutuhkan, bagaimana
hubungan kekerabatan yang terjadi akibat perkawinan tersebut, serta bagaimana interaksi atau hubungan sosial yang dijalin dalam berbagai bidang kehidupan.
Karena keterbatasan kemampuan daya ingat, maka perlu dilakukan pencatatan hasil lapangan dalam bentuk sebuah catatan lapangan field note. Di
Universitas Sumatera Utara
samping itu, juga akan dihasilkan karya-karya visual etnogarafi dalam bentuk rekaman video dan foto. Data-data ini nantinya dapat membantu penulis untuk
memperjelas data-data yang didapatkan melalui wawancara, serta sebagai bukti otentik keberadaan penulis di lapangan. Penggunaan alat-alat tersebut terlebih
dahulu telah mendapat persetujuan dari informan. Untuk melengkapi data primer tersebut, maka dibutuhkan data sekunder.
Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yaitu dari berbagai buku ilmiah, jurnal, artikel, internet, dan hasil penelitian yang berhubungan dengan masalah
penelitian. Data-data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis. Proses analisis
data dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan on going analysis analisis berkelanjutan. Dengan kata lain, analisis tersebut telah dilakukan sebelum terjun
ke lapangan analisis hasil studi terdahulu untuk menentukan fokus penelitian sementara dan akan berkembang setelah peneliti terjun ke lapangan, saat
melakukan pengumpulan data di lapangan analisis terhadap jawaban dari informan, dan kemudian dilanjutkan setelah pengumpulan data selesai. Analisis
data dalam tersebut dilakukan secara kualitatif. Data-data yang telah terkumpul dianalis menggunakan kebudayaan masyarakat itu sendiri dan kemudian baru
dianalisis menggunakan teori-teori yang objektif.
1.6. Pengalaman Lapangan: Suatu Refleksi Experience is the best teacher. Dari pengalaman dapat dipelajari makna
kehidupan. Pengalaman jugalah yang menghantarkan seseorang pada pola fikir
Universitas Sumatera Utara
kedewasaan. Karena itu penulis merasa perlu berbagi sedikit pengalaman selama hidup bersama masyarakat lokal Nagari Simpang Tonang demi mengungkapkan
kebudayaan dari sudut pandang mereka. Pengalaman berburu data penelitian sembari mempelajari makna kehidupan bersama informan-informan yang luar
biasa. Semoga dengan uraian pengalaman yang penulis sampaikan ini bisa
menjadi pembelajaran bagi semua orang.
Penelitian ini dilakukan pada pertengahan Juni 2013 di suatu nagari yang unik di Sumatera Barat bernama Simpang Tonang. Unik karena masyarakat
setempat mayoritas adalah etnis Mandailing, namun dalam kesehariannya kebudayaan Minangkabau lebih mendominasi kehidupan mereka. Rancangan
proposal penelitian pun sudah diseminarkan. Berbekal surat penelitian lapangan dari kampus, penulis melangkah dengan pasti melakukan perjalanan melintasi
Sumatera. Penulis menumpang bus patas Antar Lintas Sumatera ALS jurusan
Medan-Padang. Perjalanan selama kurang lebih 22 jam itu mengantarkan penulis pada sebuah kota kecil di Sumatera Barat bernama Bukittinggi. Di sini lah penulis
dilahirkan. Kota kecil nan sejuk dan penuh kenangan. Beristirahat beberapa hari sambil melepas rindu dan mempersiapkan segala sesuatu keperluan berburu data
di lapangan nantiknya. Penulis tidak mau mengulur waktu lebih lama lagi. Semakin cepat
dikerjakan, maka semakin cepat pula selesainya. Minggu, 9 Juni 2013 akhirnya peneliti bertolak dari Kota Bukittinggi menuju Pasaman. Ditemani adik
perempuanku, kami menumpang suatu mini bus bernama Family. Kami diantar
Universitas Sumatera Utara
oleh ayah ke Terminal Aur Kuning setelah membuat janji dengan Uda Boy, supirnya. Sejam sudah kami di bus menunggu penumpang lain yang memang
sudah berniat untuk pulang kampung pada hari itu. Bus kami pun akhirnya melaju meninggalkan Kota Bukittinggi menuju Pasaman. Rute yang ditempuh adalah
Bukittinggi-Panti-Talu. Jalanan berbelok menuruni bukit dengan jurang di sisi kirinya. Bagi pemain lama di jalan lintas Sumatera tentu mereka sudah lihai dan
hafal dengan kondisi jalanan seperti ini. Medan itu terus berliku hingga memasuki Lubuk Sikaping, ibukota Kabupaten Pasaman dua jam kemudian.
Di Simpang Panti bus kami berhenti sejenak. Dua orang remaja putri berseragam pramuka menaiki bus kami. Suasana pun sontak berubah dengan
bahasa Mandailing yang kental. Suara binatang malam pun ikut menyambut pergantian petang itu. Kawasan Cagar Alam Rimbo Panti merupakan surga
tempat berdiamnya flora dan fauna endemik Pasaman. Hutan inilah yang menghubungkan kami dengan Kecamatan Duo Koto, tempat penelitian ini akan
dilakukan. Aroma kopi yang sedang direndang dari salah satu rumah warga
memanggil sang penikmat malam untuk mencobanya. Di sisi-sisi jalan terlihat puluhan bangunan tempat masyarakat setempat menempa besi untuk dijadikan
alat-alat keperluan rumah tangga. Beberapa orang etek pun menaiki bus kami dan mereka juga berbahasa Mandailing. Rasanya sudah tidak sabar menunggu esok
hari. Bus kami meninggalkan Kecamatan Duo Koto memasuki Kecamatan Talamau Kabupaten Pasaman Barat. Sampailah kami di Talu, kampung ayahanda
untuk beristirahat sejenak.
Universitas Sumatera Utara
Senin, 10 Juni 2013 jam 10.00 WIB kami bertolak dari Talu menuju Duo Koto. Saya dan adik perempuan saya dibonceng oleh kemenakan ayah naik sepeda
motor. Kami langsung mengunjungi Kantor Camat Duo Koto di Andilan untuk memberikan surat izin penelitian dari kampus. Namun petugas di sini menolak
kehadiran kami dengan halus. Rupanya mereka punya tata cara tersendiri dalam mengurus hal mengenai surat-menyurat izin penelitian. Atas rekomendasi mereka
kami harus mengurus terlebih dahulu surat ke Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik KESBANGPOL yang ada di Lubuk Sikaping. Kali ini adik perempuanku
harus tinggal karena tidak mungkin kami tarik tiga menuju kota. Dia kami tinggalkan di rumah kakak rantangan penulis selama kuliah di Kota Medan.
Rumahnya tidaklah jauh dari kantor camat tersebut. Jam di telepon genggam penulis menunjukkan pukul 13.20 WIB. Kantor
Kesatuan Bangsa dan Politik Jln. Ahmad Yani No. 19 begitulah papan yang terpampang di depan bangunan tersebut. Kantor tersebut tampak sepi dan ternyata
benar-benar tidak ada penghuninya sama sekali karena tidak ada yang menyahuti beberapa salam yang kami ucapkan. Dari Kantor Diknas, kami dapat info kalau
ini adalah jam istirahat makan siang. Kami pun kembali setelah makan siang. Awalnya penulis merasa grogi, apalagi ketika ditanya mengenai pengetahuan
empat pilar kehidudapan berbangsa dan bernegara oleh petugas. Suasana pun semakin mencair mereka mulai bertanya tentang keluarga dan alasan ketertarikan
penulis terhadap judul penelitian yang membuat penulis terdampar di sana. Dari alasan-alasan yang penulis sampaikan sepertinya membuat mereka pun menjadi
tertarik. Mereka memberikan surat izin dengan syarat penulis harus menyerahkan
Universitas Sumatera Utara
hasil penelitian dikemudian hari. Penulis menyanggupinya sembari bertanya kenapa kami harus mengurus surat izin penelitian ke sini terlebih dahulu, padahal
teman-teman saya bisa langsung ke Kantor Camat. Rupanya inilah peraturan di sini, semuanya dilakukan agar terkoordinir; tau siapa saja yang meniliti dan apa
hasil yang telah diteliti. Diguyur hujan kami pun pulang. Sudah hampir mangrib ketika kami
sampai di tempat kakak untuk menyemput adik perempuanku. Kami menolak halus tawaran jamuan makan malam dari mereka karena alasan perjalanan masih
jauh. Kakak dan abang itu bilang kalau adik saya orangnya sangat pemalu dan dia dari tadi menunggu dengan cemas kepulangan kami. Setelah beramah-tamah
akhirnya kami pamit pulang ke Talu. Hari berikutnya adalah hari pertama penulis bertandang di Kanagarian
Simpang Tonang, tempat penelitian ini dilakukan. Surat tembusan dari KESBANGPOL semalam kami berikan kepada Camat Duo Koto, Wali Nagari,
dan kepala KAN Kerapatan Adat Nagari. Setelah itu penulis diantarkan oleh Da Ringga, kemenakan ayah ke rumah mertuanya di Ampung Parik. Disini lah kelak
penulis akan tinggal selama melakukan penelitian. Rumah-rumah tampak berjejar rapat, seperti tidak ada sedikit jarak untuk
bernafas. Seperti rapatnya rumah kami di perumnas Kota Bukittinggi, namun rumah-rumah di sini terbuat dari kayu tua dengan warna hitam mendominasi.
Salam kami dijawab si-empu rumah seraya membukakan pintu depan. Kedatangan kami disambut oleh rasa bahagia dan tidak disangka-sangka oleh
mereka. Kami pun dipersilahkan duduk di ruang depan oleh ibu itu. Seorang
Universitas Sumatera Utara
bapak-bapak pun datang dari ruangan sebelah bersama seorang nenek dan anak balita. Ibu itu meninggalkan kami untuk membuatkan minuman dengan membawa
oleh-oleh titipan amei dari Talu. Seperti kebiasaan di sini, percakapan tersebut dimulai dengan mencari hubungan tali persaudaraan terlebih dahulu. Hal ini
membuat kami menjadi semakin dekat. Saya kurang begitu paham mengkonversi istilah panggilan kekerabatan Minangkabau ke istilah panggilan kekerabatan
Mandailing Simpang Tonang. Da Ringga adalah kemenakan kandung ayah, dalam tutur Mandailing kami mar-lae. Mertuanya tersebut dipanggil pak etek dan etek
oleh Da Ringga, begitu jugalah seharusnya penulis memanggil mereka. Dari sini lah jembatan perkauman itu dibangun. Ini membuat kami menjadi semakin dekat.
Dari raut muka Pak etek sepertinya beliau masih trauma dengan kehilangan putri mereka beberapa minggu yang lalu. Dia lebih banyak merenung
dengan tatapan kosong. Kedatangan penulis bersama menantunya mungkin hanya mengungkap luka lama. Apalagi disini penulis bertanya mengenai perkawinan
mendiang puteri mereka dengan Da Ringga beberapa waktu yang lalu. Masih segar diingatan mereka rentetan prosesi perkawinan tersebut. Tapi tidak ada
anggota keluarga yang mengetahui bagaimana adat perkawinan manjujur di rumah ini.
Di Rumah Bang Erman, abangnya mendiang kami mendapatkan informasi mengenai adat perkawinan lainnya tersebut. Nonok Sahlido 75 dengan
pengetahuannya memaparkan perbedaan antara adat perkawinan sumondo Simpang Tonang dengan manjujur lengkap dengan jenis-jenisnya. Keterbatasan
daya ingat nonok dibantu oleh anggota keluarga yang lainnya. Dari mereka
Universitas Sumatera Utara
akhirnya kami direkomendasikan untuk menemui orang yang pernah menjalani adat manjujur bernama Karman Lubis di Aia Angek Talu. Kami pun bertolak ke
Talu meninggalkan kegelapan kampung karna pemadaman listrik. Ya di Pasaman mati lampu ibaratnya sudah seperti makan obat sehari-hari.
Sesampainya di Talu, listrik masih padam. Penggalian data dari Pak Karman Lubis 60 dengan isterinya Buk Nursaida boru Hasibuan harus dilakukan
dalam suasana temaran malam ditemani lampu dinding yang terbuat dari botol minuman berenergi dan sumbu. Dari penuturan mereka penulis menangkap
adanya persamaan dan perbedaan antara manjujur yang lazim digunakan oleh orang Mandailing dengan manjujur yang berlaku di Simpang Tonang.
Penelitian dilanjutkan hari berikutnya di Simpang Tonang. Di Ampung Parik peneliti menemui Pak Pen, ketua KAN Kerapatan Adat Nagari. Isteri
beliau bilang kalau Pak Pen sehari-hari menghabiskan waktu memelihara hewan ternak di Ampung Parik. Sampailah kami di tempat tersebut dengan bantuan
masyarakat setempat dan petunjuk yang diberikan ibuk itu. Tempat itu terletak di tengah areal persawahan sehingga kami harus berhati-hati meniti pematang sawah
yang licin. Kami hanya menggunakan senter dan hp untuk menerangi jalan. Ada sebuah rumah kecil diantara kolam-kolam ikan dan kandang ayam dan di
sekeliling arealnya dipagari oleh kayu dan jaring yang tinggi. Pak Pen, beliau tidak memberikan informasi apa-apa karna alasan kurang sehat. Beliau malah
menyuruh kami menemui Pak Melan, ketua Bamus. Pak Melan direkomendasikan oleh Pak Pen karena beliau menyimpan arsip sejarah asal-usul Simpang Tonang.
Kali pertama datang ke rumah Pak Melan yang terletak di samping tobat kolam
Universitas Sumatera Utara
saya disambut oleh seorang ibu yang duduk di atas kursi roda, beliau sudah tidak bisa lagi berbicara seperti orang normal. Beliau kemudian menyalinkan sejarah
tersebut kedalam beberapa lembar kertas dengan tulisan tangannya sendiri. Beberapa hari kemudian penulis datang untuk menjemputnya sesuai dengan
perjanjian. Penulis beberapa kali melakukan wawancara secara berulang-ulang. Hal ini penulis lakukan agar benar-benar paham. Pak Melan orangnya ramah.
Beliau mengajari penulis dengan rasa sabar dan beberapa petuah dalam menjalani kehidupan ini.
Tidak puas rasanya kalau mendapatkan informasi berulang-ulang seperti yang disampaikan oleh para informan di desa ini. Mungkin penulis kurang lihai
dalam mengolah pertanyaan. Di kampung ini hampir tidak ada lagi yang menggunakan adat perkawinan manjujur. Berbekal informasi dari beberapa
informan dan media jejaring facebook, penulis akhirnya berpetualang di Nagari Simpang Tonang agar bisa langsung mewawancarai mereka. Langka memang
menemukan orang yang masih menggunakan adat manjujur di sini, tapi mereka ada dan masih mempertahankannya. Mereka turut memberi warna kepluralismean
hukum di daerah perbatasan tersebut. Sebulan sudah penulis hidup bersama mereka. Memakan apa yang mereka
makan dan bertingkah laku seperti mereka. Ingkayu Siahapor adalah makanan baru bagi lidahku dan mungkin bagi sebagian orang hal ini terdengar sedikit
ekstream. Makanan itu diolah dari belalang kecil dengan parutan anyang kelapa. Mandi pagi di pancur atau batang aek dan yang parahnya harus menahan hasrat
ingin buang air besar sebab rumah ini tak memiliki kakus. Beberapa hari masih
Universitas Sumatera Utara
bisa bertahan dan penulis akhirnya mencoba beradaptasi dengan menggunakan jamban tanpa penutup di atasnya. Mungkin anak-anak muda disana merasa aneh
dengan tingkah laku penulis karena mereka sepertinya tertawa ketika penulis tidak nyaman dan selalu waspada melihat keadaan sekitar. Di lain hari penduduk
tampak sibuk maloming atau memasak lemang. Hampir setiap rumah sedari pagi menyiapkan bulu bambu, soban kayu bakar, bulung ni pisang daun pisang,
dan bahan-bahan yang dipelukan dalam membuat lemang. Penulis juga menghadiri beberapa undangan mando’a dalam rangka menyambuat bulan puasa.
Hingga suatu hari kami dikejutkan dengan adanya berita orang yang manyingkot atau gantung diri yang membuat penulis sadar akan kepercayaan mistis yang
masih kental di sini. Penulis juga merasa tersanjung ketika menyaksikan gadis tuna rungu dengan segala keterbatasannya itu mencoba menunjukkan rasa
ketertarikannya kepada penulis layaknya remaja normal pada umumnya. Hanya dia yang menghadiahkan senyuman, sementara yang lain menghadiahkan tangisan
haru di hari terakhir itu. Saya akan benar-benar merindukan tidur di tikar anyaman pandan dihembus tiupan angin Gunung Kulabu, menyeruput teh panas dan
santapan budu atau ingkayu sihapor sebelum mandi di pancur. Penduduk yang ramah dan memperlakukan penulis layaknya bukan orang asing. Beruntung
rasanya dapat berkomunikasi dengan bahasa mereka sehingga bisa belajar makna kehidupan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITAN