Agung No. 1914 KPID2012 berdasarkan arsip hasil-hasil penulisan skripsi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara USU belum pernah dilakukan.
Penulisan skripsi ini adalah asli dari ide, gagasan pemikiran dan usaha penulis sendiri tanpa ada penipuan, penjiplakan atau dengan cara lain yang dapat
merugikan pihak-pihak tertentu. Hasil dari upaya penulis dalam mencari keterangan-keterangan yang berkaitan dengan judul baik berupa buku-buku
maupun internet, peraturan perundang-undangan dan pihak-pihak lain yang sangat erat kaitannya dengan pemberantasan tindak pidana korupsi. Dengan demikian,
penulisan skripsi ini merupakan penulisan pertama dan asli adanya.
E. Tinjauan Pustaka
1. Pertanggungjawaban Pidana
a. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Seseorang dapat dihukum sekaligus memenuhi tuntutan keadilan dan kemanusiaan, harus ada suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan
yang dapat dipersalahkan kepada pelakunya. Tambahan pada syarat-syarat ini adalah bahwa pelaku yang bersangkutan harus merupakan seseorang yang dapat
dimintai pertanggungjawaban toerekeningsvatbaar.
8
Pertanggungjawaban pidana dalam bahasa asing disebut sebagai toerekeningsbaarheid,
criminal responsibility, criminal liability, pertanggungjawaban pidana di sini dimaksudkan untuk menentukan apakah
8
Jan Remmelink, Hukum Pidana, PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta, 2003, hlm. 85.
seseorang tersebut dapat dipertanggungjawabkan atasnya pidana atau tidak terhadap tindakan yang dilakukannya itu.
9
Pertanggungjawaban pidana adalah pertangungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan orang
itu adalah tindak pidana yang dilakukannya. Dengan demikian, terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana pada hakikatnya
merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas ‘kesepakatan menolak’ suatu perbuatan tertentu.
10
Mempertanggungjawabkan seseorang dalam hukum pidana bukan hanya berarti sah menjatuhkan pidana terhadap orang itu, tetapi juga sepenuhnya dapat
diyakini bahwa memang pada tempat-tempatnya meminta pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukannya. Pertanggungjawaban pidana tidak hanya
berarti ‘rightfully sentenced’ tetapi juga ‘rightfully accused’. Pertanggungjawaban pidana pertama-tama merupakan keadaan yang ada pada diri pembuat ketika
melakukan tindak pidan. Kemudian pertangungjawaban pidana juga berarti menghubungkan antara keadaan pembuat tersebut dengan perbuatan dan sanksi
yang sepatutnya dijatuhkan. Dengan demikian, pengkajian dilakukan dua arah. Pertama, pertanggungjawaban pidana ditempatkan dalam konteks sebagai syarat-
syarat faktual conditioning facts dari pemidanaan, karenanya mengemban aspek preventif. Kedua, pertanggungjawaban pidana merupakan akibat hukum legal
consequensces dari keberadaan syarat faktual tersebut, sehingga merupakan bagian dari aspek represif hukum pidana. Pertanggungjawaban pidana
9
S. R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, Alumni Ahaem-Peteheam : Jakarta, 1996, hlm. 245.
10
Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Kencana : Jakarta, 2006, hlm. 68.
berhubungan dengan keadaan yang menjadi syarat adanya pemidanaan dan konsekuensi hukum atas adanya hal itu.
11
Pelaku tindak pidana dapat dikenakan sanksi pidana jika memenuhi keseluruhan unsur-unsur pidana yang didakwakan dan dapat
dipertanggungjawabkan pidana. Sedangkan jika pelaku tidak memenuhi salah satu unsur mengenai pertanggungjawaban pidana, maka tidak dapat dipidana. Adapun
unsur-unsur pertanggungjawaban pidana pidana adalah sebagai berikut:
b. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana