Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban Pidana

berhubungan dengan keadaan yang menjadi syarat adanya pemidanaan dan konsekuensi hukum atas adanya hal itu. 11 Pelaku tindak pidana dapat dikenakan sanksi pidana jika memenuhi keseluruhan unsur-unsur pidana yang didakwakan dan dapat dipertanggungjawabkan pidana. Sedangkan jika pelaku tidak memenuhi salah satu unsur mengenai pertanggungjawaban pidana, maka tidak dapat dipidana. Adapun unsur-unsur pertanggungjawaban pidana pidana adalah sebagai berikut:

b. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana

12 Unsur pertanggungjawaban pidana dalam bentuk melakukan perbuatan yang melawan hukum wederrechtelijkheid sebagai syarat mutlak dari tiap-tiap melakukan perbuatan pidana. Sifat melawan hukum dari tindak pidana yang terdapat pada KUHP merumuskan delik tersebut secara tertulis dan juga tidak tertulis. Jika rumusan delik tidak mencantumkan adanya sifat melawan hukum suatu perbuatan pidana, maka unsur delik tersebut dianggap dengan diam-diam telah ada, kecuali jika pelaku perbuatan dapat membuktikan tidak adanya sifat melawan hukum tersebut. 1. Melakukan perbuatan yang melawan hukum atau perbuatan pidana ; 2. Untuk adanya pidana harus mampu bertanggungjawab ; 3. Mempunyai suatu bentuk kesalahan ; 4. Tidak adanya alasan pemaaf. Ad. 1. Melakukan perbuatan yang melawan hukum atau perbuatan pidana 13 11 Ibid., hlm. 63-64. 12 Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Bina Aksara : Jakarta, 1983, hlm. 71. 13 Ibid., hlm. 134. Sifat melawan hukum dibedakan antara sifat melawan hukum formil dan sifat melawan hukum materil. Sifat melawan hukum formil, maksudnya adalah semua bagian yang tertulis dalam rumusan delik telah dipenuhi jadi semua syarat tertulis untuk dapat dipidana. 14 Sedangkan sifat melawan hukum materil, maksudnya adalah melanggar atau membahayakan kepentingan umum yang hendak dilindungi oleh pembentuk undang-undang dalam rumusan delik tertentu. 15 Kemampuan bertanggung jawab merupakan unsur yang diwajibkan guna memenuhi pertanggungjawaban suatu perbuatan pidana. Menurut Moeljatno, yang menjadi dasar adanya kemampuan bertanggungjawab adalah : Ad. 2. Untuk adanya pidana harus mampu bertanggungjawab 16 KUHP tidak memberikan batasan tentang “mampu bertanggung jawab” teorekeningsvatbaarheid. Yang ada dalam KUHP ialah sebaliknya, pengertian negatifnya yakni “tidak dapat dipertanggungjawabkan”. Batasan-batasan mengenai perbuatan pidana dader dianggap tidak mampu bertanggungjawab menurut KUHP adalah : 1. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk yang sesuai hukum dan yang melawan hukum. 2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi. 17 14 Sahetapy, Hukum Pidana, Liberty : Yogyakarta, 2003, hlm. 39. 15 Ibid. 16 Moeljatno, Op. Cit., hlm. 165. 17 Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik dalam Delik Korupsi UU No. 31 Tahun 1999, CV. Mander Maju : Medan, 2001, hlm. 30. 1. Kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akalyaa Pasal 44 ayat 1 KUHP ; 2. Anak yang belum dewasa Pasal 45 KUHP. Dasar ketentuan KUHP tersebut di atas menyatakan bahwa pelaku perbuatan pidana dader tidak termasuk mempunyai pertanggungjawaban pidana dalam melakukan perbuatan pidana. Satochid Kartanegara mengatakan, bahwa dapat dipertanggungjawabkan toerekeningsyabaarheid adalah mengenai keadaan jiwa seseorang, sedangkan pertanggunggjawaban adalah mengenai perbuatan yang dihubungkan dengan si pelaku atau pembuat. Selanjutnya Satochid mengatakan, seseorang dapat dipertanggungjawabkan jika : 18 Roeslan Saleh mengatakan dalam hal kemampuan bertanggung jawab ada 2 faktor yaitu : a. Keadaan jiwa orang itu adalah sedemikian rupa, sehingga dia dapat mengerti atau tahu akan nilai perbuatannya itu, juga akan mengerti akibatnya. b. Keadaan jiwa orang itu adalah sedemikian rupa, sehingga menentukan kehendaknya atas perbuatan yang dilakukan. c. Orang itu sadar dan insyaf, bahwa perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan yang dilarang atau tidak dibenarkan dari sudut hukum, masyarakat dan tata susila. 19 2. Kehendak. 1. Akal 18 Ibid., hlm. 31. 19 Ibid., hlm. 32. Akal atau daya pikir menentukan orang dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan perbuatan yang tidak diperbolehkan. Dan dengan kehendak atau kemauan atau keinginan orang dapat menyesuaikan tingkah laku mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan. Kemudian Roeslan Saleh lebih lanjut mengatakan bahwa adanya kemampuan bertanggungjawab ditentukan oleh dua faktor. Dengan akal dapat membedakan antara perbuatan yang diperoleh atau tidak diperbolehkan, sedangkan faktor kehendak bukan faktor yang menentukan mampu bertanggung jawab melainkan salah satu faktor dalam menentukan kesalahan karena faktor kehendak adalah tergantung dan kelanjutan dari faktor akal. 20 Orang dikatakan mempunyai kesalahan jika dia pada waktu melakukan perbuatan pidana, dilihhat dari segi masyarakat dapat tercela karenanya, yaitu kenapa melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat padahal mampu untuk mengetahui makna jelek perbuatan tersebut dan karenanya dapat bahkan harus menghindari untuk berbuat demikian. Ad. 3. Mempunyai suatu bentuk kesalahan Perbuatan manusia dianggap mempunyai kesalahan atau “schuld” merupakan bagian dari unsur pertanggungjawaban pidana. Asas yang dipergunakan dalam pertanggungjawaban pidana yaitu tidak dipidana jika tidak ada kesalahan geen straf zonder schuld ;actus non fasit reum nisi mens sir rea. Menurut Moeljatno, perbuatan manusia dianggap mempunyai kesalahan, jika : 21 Sedangkan menurut Simons sebagaimana dikutip dari bukunya Moeljatno, kesalahan adalah “keadaan psychis yang tertentu pada orang yang melakukan perbuatan pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut 20 Ibid., hlm. 33. 21 Moeljatno, Loc. Cit., hlm. 157. dengan perbuatan yang dilakukan yang sedemikian rupa, sehingga orang itu dapat tercela karena melakukan perbuatan tadi.” 22 Pertanggungjawaban pidana seseorang yang melakukan perbuatan pidana dapat dibatalkan demi hukum jika terdapat alasan pemaaf atau verontschukdiginsgrond. Alasan pemaaf menurut teori hukum adalah alasan yang menghapus kesalahan. Menurut Moeljatno, kalau ada alasan-alasan yang menghapuskan kesalahan alasan pemaaf, maka masih ada perbuatan pidana, tetapi orangnya tidak dipidana tidak dapat dipertanggungjawabkan. Dampak yang terjadi akibat adanya alasan pemaaf bagi seseorang yang melakukan perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum, jadi tetap merupakan perbuatan pidana, tetapi tidak dipidana karena tidak ada kesalahan. Menurut Andi Zainal Abidin mengemukakan sebagai berikut : “Ketidakmampuan bertanggungjawab menghapuskan kesalahan dalam arti luas dan oleh karena itu termasuk alasan pemaaf”. 23 Sudarto berpendapat, alasan-alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang atau tidak dipidananya seseorang karena 2 dua hal, yaitu : Ad. 4. Tidak adanya alasan pemaaf 24 22 Ibid., hlm. 168. 23 Andi Zainal Abidin, Azas-Azas Hukum Pidana Bagian Pertama, Alumni : Bandung, 1997, hlm. 223. 24 Sudarto dan Wonosusanto, Catatan Kuliah Hukum Pidana II, Fakultas Hukum Universitas Surakarta : Surakarta, 1987, hlm. 1. a. Meskipun perbuatan itu telah mencocoki rumusan delik, namun tidak merupakan suatu tindak pidana karena tidak bersifat melawan hukum ingat ajaran sifat melawan hukum yang formil dan materil ; b. Meskipun perbuatannya itu dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana, namun orangnya tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya, karena padanya tidak ada kesalahan.

c. Hapusnya Pertanggungjawaban Pidana