Pengertian Tindak Pidana Tindak Pidana

layak tidak mungkin dapat dielakkan. Perbedaannya dengan overmacht mutlak adalah dalam overmacht mutlak, orang yang memaksa itulah yang berbuat. Sedangkan dalam overmacht relatif, orang yang dipaksa itu yang berbuat. 3. Overmacht dalam arti noodtoestand atau keadaan darurat. c. Noodweer Excess Diatur dalam Pasal 49 ayat 2 KUHP menentukan bahwa pembelaan yang melampaui batas merupakan perbatan yang terlarang, akan tetapi karena perbuatan tersebu akibat dari suatu goncangan rasa yang disebabkan oelah serangan misalnya naik darah, maka perbuatan tersebut dapat dimaafkan oleh undang-undang. d. Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah ambtelijk bevel Diatur dalam Pasal 51 ayat 2 KUHP. Orang yang melaksanakan perintah tidak sah tidak dapat dipidana bila memenuhi syarat-syarat : 1. jika ia dengan itikad baik mengira bahwa perintah itu sah ; 2. jika perintah itu terletak dalam lingkungan kekuasaan orang yang diperintah. Perlu diingat bahwa di dalam menjalankan perintah jabatan antara yang memerintah dan yang diperintah harus ada hubungan yang didasarkan pada hukum publik.

2. Tindak Pidana

a. Pengertian Tindak Pidana

Masalah pokok yang berhubungan dengan hukum pidana adalah membicarakan tiga hal, yaitu : a. Perbuatan yang dilarang b. Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang itu c. Pidana yang diancamkan terhadap pelanggar larangan itu Kata “perbuatan yang dilarang” dalam hukum pidana mempunyai banyak istilah dengan pengertiannya masing-masing, karena merupakan istilah yang berasal dari bahasa Belanda : “strafbaarfeit” yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, antara lain : 28 Tindak pidana strafbaarfeit adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum, dan berhubung dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang bertanggung jawab. 1. Tindak Pidana 2. Peristiwa Pidana 3. Delik 4. Pelanggaran Pidana 5. Perbuatan yang boleh dihukum 6. Perbuatan yang dapat dihukum 7. Perbuatan pidana Istilah dan pengertian tentang hal ini dapat dihindari dengan menggunakan istilah “tindak pidana”. Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia tidak ditemukan defenisi tindak pidana, tetapi pengertian tindak pidana yang dipahami selama ini merupakan kreasi teoritis para ahli hukum. Pengertian tindak pidana strafbaar feit, menurut para ahli hukum adalah: 1. Simons 29 28 Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana, USU Press : Medan, 2013, hlm. 73. 29 Chairul Huda, Op. Cit., hlm. 25. 2. Van Hamel Tindak pidana strafbaarfeit adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang, bersifat melawan hukum, patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. 30 Tindak pidana adalah perbuatan manusia yang termasuk dalam lingkup rumusan delik, bersifat melawan hukum, dan dapat dicela. 3. Schaffmeister 31 Suatu strafbaar feit defenisi menurut hukum positif itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan Undang- Undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. 4. Pompe 32 Tindak pidana merupakan perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, di mana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum juga perbuatan yang bersifat pasif tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum. 5. Indriyanto Seno Adji 33 30 Ibid. 31 Ibid., hlm. 26. 32 Mohammad Ekaputra, Op. Cit., hlm. 81 33 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2014, hlm. 50. Pengertian tindak pidana dapat disimpulkan adalah suatu perbuatan yang dilakukan manusia yang dapat bertanggung jawab yang mana perbuatan tersebut dilarang atau diperintahkan atau dibolehkan oleh undang-undang hukum pidana yang diberi sanksi berupa sanksi pidana Tindak pidana dapat dibagi menjadi dua kelompok dalam KUHP, yaitu : 34 Pelaku tindak pidana Dader menurut doktrin adalah barang siapa yang melaksanakan semua unsur-unsur tindak pidana sebagai mana unsur-unsur tersebut dirumuskan di dalam undang-undang menurut KUHP. Pelaku adalah orang yang melakukan tindak pidana yang bersangkutan, dalam arti orang yang dengan suatu kesengajaanatau suatu tidak sengajaan seperti yang diisyaratkan oleh Undang- Undang telah menimbulkan suatu akibat yang tidak dikehendaki oleh Undang- Undang, baik itu merupakan unsur-unsur subjektif maupun unsur-unsur obyektif, tanpa memandang apakah keputusan untuk melakukan tindak pidana tersebut timbul dari dirinya sendiri atau tidak karena digerakan oleh pihak ketiga. 1. Kejahatan seperti yang termuat dalam buku II dari Pasal 104 sampai Pasal 488 2. Pelanggaran seperti yang termuat dalam buku III dari Pasal 489 sampai Pasal 569

b. Pelaku Tindak Pidana