Ketentuan Tindak Pidana Menghasut di Muka Umum

Moeljatno berpendapat bahwa Pasal 158 dan Pasal 159 KUHP tidak mempunyai arti lagi dan dapat dipandang dihapus berdasarkan pasal V Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1946. Bunyinya pasal ini ialah peraturan hukum pidana yang seluruhnya atau sebagian sekarang tidak dapat dijalankan, atau bertentangan dengan kedudukan Republik Indonesia sebagai negara merdeka, atau tidak mempunyai arti lagi, harus dianggap seluruhnya atau sebagian, sementara tidak berlaku. Meskipun sudah wajar sekali, bahwa setelah kemerdekaan Indonesia, kiranya tidak mungkin ada orang yang akan melakukan perbuatan tersebut Pasal 158 dan Pasal 159 KUHP di atas, namun pada kenyataannya ada juga penulis yang menyangkal peniadaan pasal-pasal tersebut. 63 a.

5. Ketentuan Tindak Pidana Menghasut di Muka Umum

Pasal 160 KUHP Pasal 160 KUHP mengatur tentang tindak pidana menghasut dengan lisan atau dengan tulisan untuk melakukan sesuatu tindak pidana, untuk melakukan tindak kekerasan terhadap kekuasaan umum atau untuk melakukan tindak kekerasan terhadap kekuasaan umum atau untuk melakukan sesuatu ketidaktaatan lainnya, yang berbunyi : “Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.” Unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal ini adalah sebagai berikut : 1. Menghasut. Artinya mendorong, mengajak, mebangkitkan atau membakar semangat untuk melakukan sesuatu yang tidak benar menurut segi hukum ; 63 Molejatno, Kejahatan-Kejahatan ..., Loc. Cit., hlm. 37. Noyon dan Langemeijer membedakan perbuatan menggerakkan orang lain melakukan kejahatan lainnya dengan perbuatan menggerakkan orang lain melakukan kejahatan yang disebut menghasut itu. Orang perlu melihat pada cara- cara yang dipakai oleh pelaku untuk menggerakkan orang lin melakukan kejahatan tersebut. Beliau-beliau berpendapat bahwa dwang atau pemaksaan tidak dapat disebut suatu penghasutan. Menurut Noyon dan Langemeijer : “Mengenai penghasutan yang terutama ialah menarik perhatian mengenai sesuatu hal, dan berusaha meyakinkan tentang perlu atau pentingnya hal tersebut, dan berusaha untuk membat hal tersebut menjadi kenyataan ; dengan demikan yang disebut penghasutan ialah usaha untuk meyakinkan orang lain dengan cara memberikan suatu gambaran yang demikian rupa tentang perlunya sesuatu hal seperti yang ia inginkan.” 64 Noyon dan Langemeijer berpendapat bahwa suatu penghasutan dapat dilakukan orang dalam bentuk pengharapan, dalam bentuk persetujuan, bahkan juga dalam bentuk yang sifatnya imperatif, tetapi tidak mungkin dalam bentuk perintah, karena perintah mempunyai suatu kekuatan yang sifatnya mengharuskan dan tidak dapat dibantah. 65 “Untuk suatu perbuatan menghasut adalah tidak perlu bahwa pelaku telah memakai kata-kata yang sifatnya membakar hati orang. Cukup kiranya jika terdakwa telah menghasut orang-orang yang dipanggil atau akan dipanggil untuk memasuki dinas militer, agar mereka menolak panggilan tersebut, atau dengan sengaja tidak menaati perintah-perintah yang diberikan oleh atasan mereka.” Hoge Raad dalam arrest-nya tertanggal 26 Juni 1916, N. J. 1916 telah memutuskan, bahwa : 66 64 P. A. F. Lamintang, Loc. Cit., hlm. 507. 65 Ibid. 66 Ibid.,, hlm. 508. 2. Dengan lisan atau dengan tulisan. Dengan lisan berarti dengan cara berpidato, sedangkan dengan tulisan berarti dengan surat selebaran, pamflet, majalah, surat kabar dan sebagainya ; 3. Di muka umum atau di tempat umum, misalnya di pasar, gedung pertunjukan dan sebagainya ; 4. Untuk melakukan sesuatu tindak pidana ; 5. Untuk melakuan tindak kekerasan terhadap kekuasaan umum. Yang dimaksud dengan kekuasaan umum adalah penguasa, yakni pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah di daerah beserta alat-alat perlengkapannya ; 6. Untuk melakukan sesuatu ketidaktaatan lainnya : a baik terhadap suatu peraturan perundang-undangan undang-undang dalam arti materiil, yakni segala peraturan perundang-undangan, baik yang dibentuk oleh pembentuk undang-undang di pusat maupun yang dibentuk oleh pembentuk undang-undang di daerah ; b maupun terhadap suatu perintah jabatan yang telah diberikan berdasarkan suatu peraturan undang-undang perintah jabatan yang diberikan oleh seorang pejabat yang berwenang mengeluarkan perintah seperti itu di dalam jabatannya. Hoge Raad dalam arrest-nya tertanggal 21 Mei 1918, N. J. 1918 halaman 644, W. 10259 mengenai hubungan antara orang yang memberikan perintah dengan orang yang menerima perintah, telah memutuskan : “Yang dimaksudkan di sini bukan hanya sifat membawahi sebagai pegawai negeri melainkan setiap kewajiban untuk taat dari warga negara terhadap alat-alat kekuasaan negara jika mereka bertindak memerintah.” 67 Van Hamel berpendapat mengenai kewenangan seorang pejabat mengeluarkan perintah jabatan seperti yang dimaksudkan di atas itu, bahwa kewenangan tersebut ditentukan oleh segi formal dan segi materiil dari kewenangannya itu, yakni oleh pengangkatan dalam jabatan dari orang yang memberikan perintah dan hubungannya dengan orang yang diperintah, oleh wilayah di mana ia mempuyai kekuasaan, dan oleh wilayah di mana ia mempuyai kekuasaan, dan oleh bentuk dan isi dari perintah itu. 68 b. Pasal 161 KUHP Pasal 161 KUHP mengatur tentang tindak pidana menyebarluaskan, mempertunjukkan atau menempelkan secara terbuka suatu tulisan yang berisi hasutan agar orang melakukan sesuatu tindak pidana, melakukan tindak pidana terhadap kekuasaan umum dan melakukan ketidaktaatan lainnya, yang berbunyi : “1Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan yang menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, menentang penguasa umum dengan kekerasan, atau menentang sesuatu hal lain seperti tersebut dalam Pasal di atas, dengan maksud supaya isi yang menghasut diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 2 Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencahariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut. Pasal ini memuat delik penyiaran dari kejahatan dalam Pasal 160 KUHP. Unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal ini adalah sebagai berikut : 67 Ibid., hlm. 522. 68 Ibid., hlm. 523. a. Unsur subjektif : Dengan maksud agar isinya yang bersifat menghasut diketahui oleh orang banyak atau diketahui secara lebih luas lagi oleh orang banyak ; b. Unsur objektif : Menyebarluaskan, mempertunjukkan atau menempelkan secara terbuka suatu tulisan yang isinya mengandung hasutan : 1. Untuk melakukan sesuatu tindak pidana ; 2. Untuk melakukan tindak kekerasan terhadap kekuasaan umum ; 3. Untuk melakukan ketidaktaatan terhadap suatu peraturan undang- undang ; 4. Untuk melakukan ketidaktaatan terhadap suatu perintah jabatan yang diberikan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan. Tindak pidana penyebarluasan yang dimaksudkan dalam Pasal 161 ayat 1 KUHP adalah penyebarluasan itu harus dilakukan secara terbuka. Menurut Menteri Kehakiman, penyebarluasan artinya memberikan kesempatan kepada beberapa orang untuk membaca satu eksemplar yang sama itu tidak dapat membuat pelakunya dapat dipidana. Simons berpendapat, bahwa yang membuat pelakunya tidak dapat dipidana bukan hanya memberikan kesempatan kepada beberapa orang untuk membaca satu eksemplar yang sama saja, melainkan juga menyebarluaskan suatu tulisan dalam lingkungan yang terbatas atau dalam lingkungan yang tertutup. 69 Tindak pidana menawarkan bantuan untuk melakukan tindak pidana diatur dalam :

6. Ketentuan Tindak Pidana Menawarkan Bantuan Untuk Melakukan Tindak Pidana