Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah,

dengan rincian pengertian dari discourse analysis analisis wacana serta skema model wacana van Dijk. Dilanjutkan dengan konseptualisasi berita dan penjelasan genre jurnalisme sastrawi. Bab III Gambaran Umum Majalah Pantau memaparkan mengenai sejarah berdiri dan perkembangan Majalah Pantau, visi dan misi Majalah Pantau, struktur organisasi Majalah Pantau dan Yayasan Pantau, rubrikasi Majalah Pantau, alur kinerja redaksi Majalah Pantau serta konsep-konsep umum pada Majalah Pantau yang ditemukan peneliti dalam sumber-sumber pendukung. Selain itu juga, peneliti memberikan gambaran umum mengenai profil Chik Rini dan sinopsis dari naskah “Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft.” Bab IV Hasil Penelitian ini berisi mengenai penjelasan hasil penelitian yang diperoleh peneliti dalam penelitiannya. Bab V Penutup ini berisi kesimpulan dan saran dari peneliti mengenai hal-hal yang telah dibahas oleh peneliti dalam skripsi ini. 17

BAB II KAJIAN TEORITIS

A. ANALISIS WACANA 1. Pengertian Analisis Wacana

Pengertian analisis wacana terdiri dari dua kata, yaitu analisis dan wacana. Analisis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa, penjelasan sesudah dikaji sebaik- baiknya, penguraian suatu pokok atas berbagai bagian, serta penguraian karya sastra atau unsur-unsurnya untuk memahami pertalian antar unsur tersebut. 1 Secara etimologi istilah wacana berasal dari bahasa Sansekerta wacwakuak yang memiliki arti „berkata‟ atau „berucap’. Kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata „ana’ yang berada di belakang adalah bentuk sufiks akhiran yang bermakna „membendakan’ nominalisasi. Dengan demikian, kata wacana dapat dikatakan sebagai perkataan atau tuturan. 2 Namun, istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para ahli linguis ahli bahasa di Indonesia sebagai terjemahan dari istilah bahasa Inggris, „discourse’. Kata „deiscourse’ sendiri berasal dari bahasa Latin, 1 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Cet.Ke-1 1988, h.32 2 Deddy Mulyana, Kajian Wacana: Teori, Metode Aplikasi, dan Prinsip-Prinsip Analisis Wacana , Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005, h.3 discursus lari ke sana lari ke mari. Kata ini diturunkan dari kata „dis’ dan dalam arah yang berbeda-beda dan kata „currere’ lari. 3 Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, terdapat tiga makna dari istilah wacana. Pertama, percakapan, ucapan, dan tutur. Kedua, keseluruhan tutur atau cakapan yang merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terbesar, terlengkap yang realisasinya pada bentuk karangan yang utuh, seperti novel, buku, dan artikel. 4 Definisi klasik wacana berasal dari asumsi-asumsi formalis dalam ist ilah Hymes 1974b, “struktural”, mereka berpendapat bahwa wacana adalah “bahasa di atas kalimat atau di atas klausa” Stubbs 1983:1. 5 Van Dijk 1985:4 mengamati bahwa karakteristik deskripsi struktural wacana pada beberapa perbedaan unit, kategori bentuk sistematik atau hubungan-hubungan yang berbeda. Lanjutnya, menurut van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya atas dasar dimensi teks semata, karena teks tersebut merupakan hasil praktik produksi yang harus diamati juga. Van Dijk menyatakan bahwa wacana itu sebenarnya adalah bangunan teoritis yang abstrak the abstract theoritical construct dengan begitu wacana belum dapat dilihat sebagai perwujudan wacana adalah teks. 6 3 Dede Oetomo, Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana, Yogyakarta: Kanisius, 1993, h.3 4 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English Press, Edisi Ke-3 2002, h.1709 5 Deborah Schiffrin, Ancangan Kajian Wacana, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h. 28 6 Abdul Rani, Analisis Wacana Sebuah Kajian, Malang: Bayu Media, 2004, h. 4