Analisis Teks Adegan 10 “Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft” Super Struktur Skematik

Struktur Mikro Semantik; Latar, Detil, Maksud, Praanggapan, Nominalisasi Latar adegan 10 adalah latar peristiwa penyiaran berita di Nuansa Pagi RCTI pukul 06.00 pada Selasa, 4 Mei 1999. Detil peristiwa kecaman dari orang Aceh kepada wartawan terlihat pada kalimat, “Imam seperti dikeroyok, oleh si gadis, pemuda bertopi taliban, dan seorang bapak. Umar, Raban, dan Fipin berdiri memisah, menonton Imam yang mulai dikecam dengan berbagai tudingan ,” paragraf 6. Elemen Maksud adegan 10 yaitu “ Bahwa wartawan itu harus berpijak pada kebenaran, pada apa yang terjadi. Apa yang terjadi itulah kebenaran. Dan bagi saya menyuarakan kebenaran itu jihad, ” paragraf 20. Maksud dari pernyataan Imam Wahyudi ini merupakan elemen dasar dari seorang wartawan, seperti Sembilan Elemen Dasar yang dikemukakan oleh Bill Kovach bahwa seorang wartawan haruslah berpijak kepada kebenaran. Praanggapan adegan 10 adalah, “Jumlah korban masih simpang siur. Berbagai versi berkembang, baik di Simpang Kraft, maupun di rumah sakit, ” paragraf 22. Anggapan inilah yang faktanya terjadi di lapangan, baik pemberitaan dari media nasional maupun data dari rumah sakit. Nominalisasi sebagai kisaran dari jumlah korban Simpang Kraft serta lanjutan dari praanggapan di atas yaitu “Tapi data lengkap dari tim pencari fakta menyebutkan 46 orang tewas, 156 orang luka, dan sepuluh orang hilang ,” paragraf 22. Super Struktur Sintaksis; Bentuk Kalimat, Koherensi, Kata Ganti Bentuk kalimat pasif sekaligus menjadi bentuk kalimat induktif yang menjadi inti kalimat pada akhir paragraf dan adegan merupakan pon terpenting dari adegan 10. Kalimat tersebut yaitu, “ Tragedi ini kemudian lebih dikenal sebagai Peristiwa Simpang Kraft ,” paragraf 39. Elemen Koherensi kausalitas adegan 10 terdapat tiga antara lain “ Dia mengabarkan kepada Imam dan Fipin, bahwa orang-orang di Lhokseumawe marah pada RCTI karena pemberitaan semalam ,” paragraf 2. Kedua, Mereka protes karena menganggap jumlah korban lebih banyak dari yang diberitakan media ,” paragraf 21. Ketiga, Orang itu mengancam akan membakar rumah, karena Umar dianggap membuat berita bohong di RCTI ,” paragraf 34. Koherensi konjungsi „tapi‟ terdapat paragraf akhir pada adegan 10, “Imam dan Fipin kecapekan di Jakarta tapi Indonesia melihat bagaimana sebuah drama berdarah sekali lagi terkelupas dengan brutal dari Aceh ,” paragraf 40. Adegan 10 memiliki tiga macam kata ganti. Pertama, kata ganti orang ketiga jamak „mereka‟, kata ganti orang pertama jamak „kami‟, dan kata ganti orang pertama tunggal „saya‟. Namun penggunaan kata saya tersebut, terdapat dalam dialog narasumber, “Itu bukan berita kami. Berita kami menyebutkan berapa korbannya. Saya punya data dari rumah sakit, ” sahut Imam. paragraf 14 Struktur Mikro Stilistik; Leksikon Chik Rini sebagai penulis dari naskah ini memilih leksikal di antaranya tergopoh-gopoh paragraf 2, mengekor, dicerca paragraf 4, mengerubungi, dikeroyok, dikecam paragraf 6, mencecar paragraf 20, tewas paragraf 21, mengintrograsi paragraf 25, menyodorkan paragraf 27, terpelongo, mati paragraf 30, argumentasi paragraf 33, penembakan paragraf 38, tragedi paragraf 39. Struktur Mikro Retoris; Grafis dan Metafora Dalam adegan ini, tidak ada kata atau kalimat yang menggunakan tanda petik di atasnya seperti pada adegan-adegan sebelumnya tapi ada kalimat yang selalu ditekankan oleh penulis. Kalimat “RCTI pembohong” disebutkan sebanyak lima kali dalam satu kali adegan “Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft”. Seakan-akan Chik Rini ingin menunjukkan kepada masyarakat bhwa dengan adanya beragam konflik di Aceh, khususnya peristiwa Simpang Kraft telah membuat orang Aceh stereotip terhadap media dan wartawan. Metafora adegan 10 yaitu seorang pemuda bertopi taliban paragraf 3, bereaksi keras paragraf 21, rasa takut yang tinggi paragraf 37, membangkitkan emosi paragraf 39, sebuah drama berdarah sekali lagi terkelupas dengan brutal dari Aceh, sisanya sejarah paragraf 40. Tabel 14. Kerangka Analisis Data Teks Adegan 10 Struktur Wacana Elemen Temuan Hasil Analisis Struktur Makro Topik Tema Laporan berita pertama mengenai peristiwa Simpang Kraft dilaporkan oleh wartawan RCTI Super struktur skematik Skema Alur  Penyiaran berita Simpang Kraft di Nuansa Pagi RCTI pukul 06.00, Selasa 4 Mei 1999 paragraf 1  Pada bagian isi adegan menceritakan bagaimana orang Aceh memperlakukan wartawan pasca peristiwa Simpang Kraft. Orang Aceh menjadi stereotip terhadap pemberitaan yang disiarkan oleh media nasional  Adegan ditutup dengan penayangan kaset rekaman yang telah dikirim oleh Umar HN pada hari sebelumnya serta ditayangkan pada Rabu, 5 Mei 1999. Meski RCTI telat satu setengah jam menayangkan gambar Fipin dibandingkan dengan gambar Ali Raban Struktur mikro semantik Latar Latar adegan 10 adalah latar peristiwa penayangan berita Simpang Kraft di media nasional maupun internasional Detil “Imam seperti dikeroyok, oleh si gadis, pemuda bertopi taliban, dan seorang bapak. Umar, Raban, dan Fipin berdiri …” paragraf 6 Pada kalimat di atas menceritakan bagaimana munculnya rasa ketidakpercayaan orang Aceh terhadap wartawan Maksud “Bahwa wartawan itu harus berpijak pada kebenaran, pada apa yang terjadi ….” paragraf 20 Seperti yang diungkapkan oleh Bill Kovach bahwa seorang wartawan haruslah berpijak kepada wartawan. Sembilan Elemen Dasar Jurnalisme, Bill Kovach Praanggapan Pada paragraf 22 diterangkan mengenai data korban Simpang Kraft yang masih simpang siur. Chik Rini menambahkan pula konstruksi korban penembakan Simpang Kraft dari tim pencari fakta Nominalisasi “Tapi data lengkap dari tim pencari fakta menyebutkan 46 orang tewas, 156 orang luka, dan sepuluh orang hilang ,” paragraf 22 Struktur mikro sintaksis Bentuk Kalimat Bentuk kalimat pasif: “Tragedi ini kemudian lebih dikenal sebagai Peristiwa Simpang Kraft ” paragraf 39 Koherensi  Koherensi kausalitas: Mereka protes karena menganggap jumlah korban lebih banyak dari yang diberitakan media ,” paragraf 21  Koherensi konjungsi „tapi‟: Imam dan Fipin kecapekan di Jakarta tapi Indonesia melihat bagaimana sebuah drama berdarah sekali lagi terkelupas dengan brutal dari Aceh ,” paragraf 40 Kata Ganti Kata ganti orang ketiga tunggal „mereka‟, kata ganti orang pertama jamak „kami‟, dan kata ganti orang pertama tunggal „saya‟ Struktur mikro stilistik Leksikon tergopoh-gopoh paragraf 2, mengekor, dicerca paragraf 4, mengerubungi, dikeroyok, dikecam paragraf 6, mencecar paragraf 20, tewas paragraf 21, mengintrograsi paragraf 25, menyodorkan paragraf 27, terpelongo, mati paragraf 30, argumentasi paragraf 33, penembakan paragraf 38, tragedi paragraf 39 Struktur mikro Retoris Grafis Kalimat “RCTI adalah pembohong” disebutkan sebanyak lima kali dalam adegan 10 ini Metafora seorang pemuda bertopi taliban paragraf 3, bereaksi keras paragraf 21, rasa takut yang tinggi paragraf 37, membangkitkan emosi paragraf 39, sebuah drama berdarah sekali lagi terkelupas dengan brutal dari Aceh, sisanya sejarah paragraf 40

11. Analisis Teks Adegan 11 “Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft” Super Struktur Skematik

Adegan kesebelas ini disebut juga dengan epilog atau penutup. Disebut epilog karena adalah akhir dari adegan “Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft”. Dalam teori elemen-elemen jurnalisme sastrawi Robert Vare diterangkan mengenai kebaruan maka epilog ini adalah konteks kekinian yaitu tiga tahun pasca peristiwa Simpang Kraft yaitu tahun 2002 saat naskah ini pertama dipublikasikan di Majalah Pantau pada Mei 2002. Skematik adegan epilog ini diawali oleh tokoh Imam Wahyudi yang mengalami trauma pasca peristiwa tersebut. Berlanjut kepada tokoh-tokoh setelahnya yaitu Fipin Kurniawan, Ali Raban, dan Umar HN. Isi adegan 11 juga menceritakan proses pengadilan yang tak adil terhadap para korban Simpang Kraft. Chik Rini pun berhasil menemukan „man behind the scene‟ bahwa Gerakan Aceh Merdeka GAM yang memprovokasi massa dan melibatkan diri di balik peristiwa tersebut terdapat pada pernyataan Camat Dewantara Marzuki Muhammad Amin ketika bertemu dengan Faisal, korlap dari demonstrasi di Simpang Kraft. Adegan diakhiri dengan masih adanya ketidakpercayaan orang Aceh korban atau keluarga korban penembakan kepada wartawan, meski peristiwa Simpang Kraft telah berlalu tiga tahun lalu. Struktur Mikro Latar, Detil, Maksud, Praanggapan, Nominalisasi Latar adegan 10 adalah latar pacsa peristiwa tersebut dalam konteks kekinian yaitu tiga tahun setelahnya. Detil deskripsi Simpang Kraft pada epilog ini juga dijelaskan oleh Chik Rini, sama seperti tiga tahun lalu pada paragraf

6. Elemen maksud terdapat pada k

alimat, “Umar berkali-kali minta saya agar menulis cerita ini secara hati-hati ,” paragraf 5. Maksudnya adalah peristiwa ini adalah peristiwa sensitif dan banyak wartawana yang mendapatkan ancaman serta teror atas pemberitaan peristiwa Simpang Kraft, apalagi bagi seorang wartawan perempuan Aceh. Praanggapan ini adalah ekspresi atas kekecewaan mereka terhadap ketidakadilan yang dialami. “Kami sudah terlalu banyak bicara sama LSM lembaga swadaya masyarakat dan wartawan. Tapi tak ada gunanya. Pai- pai itu tidak kena hukum. Padahal mereka sudah tembak kami orang Aceh, paragraf 18. Pernyataan ini hanyalah representatif dari salah satu korban saja, tapi hal inilah yang juga dirasakan oleh orang Aceh. Stereotif, lelah, serta kekecawaan tersebut tetap sama, baik itu pada Mei 1999 hingga tiga tahun setelahnya. Elemen nominalisasi pada adegan 11 terdapat dalam, “….ditembak mati tentara bersama 51 murid pesantrennya pada Juli 1999. Walau banyak yang tak puas, 24 prajurit lapangan yang terlibat …” paragraf 14 dan “…dengan tuntutan Rp 83 miliar …” paragraf 15. Struktur Mikro Sintaksis; Bentuk Kalimat, Koherensi, Kata Ganti Bentuk kalimat aktif terlihat pada, “Pihak militer Indonesia secara resmi mengatakan Gerakan Aceh Merdeka berada di balik aksi provokasi