Setelah selesai reportase, reporter menuliskannya dengan teknik penulisan genre jurnalisme sastrawi dan langsung diserahkan kepada
editor. Jika ada yang kurang, editor akan mencoret dengan tinta merah dan dikembalikan kembali kepada reporter untuk diperbaiki sampai editor
menganggapnya selesai. Biasanya proses editing antara editor dengan reporter dilakukan melalui surat elektronik atau email. Begitulah
seterusnya proses kinerja redaksi di Majalah Pantau.
Tabel 5. Proses Keredaksian Majalah Pantau
Reporterkontributor mengajukan proposal liputan
Redaksi Majalah Pantau mendiskusikannya
Pemilihan konsultan atau editor bagi reporter kontributor
Reportase mendalam liputan
Reporter menuliskannya
Proses Chek dan Rechek
Proses Editing Tulisan
Tulisan dipublikasikan
B. BIOGRAFI PENULIS DAN SINOPSIS BERITA “SEBUAH
KEGILAAN DI SIMPANG KRAFT” 1. Biografi Chik Rini
Chik Rini adalah perempuan kelahiran Aceh. Usai dari SMA Negeri 3 Banda Aceh pada 1993, ia melanjutkan ke jenjang perguruan
tinggi di Unsyiah pada Fakultas MIPA Jurusan Biologi. Selama di Unsyiah, perempuan yang dipanggil Rini ini mengaku
tidak pernah bergiat mengikuti organisasi mana pun. Selepas sarjana, ia menjadi wartawan pada Harian Analisa di Medan, mengikuti jejak
ayahnya pada media harian yang sama. Namun, karena ia merasa kerjanya di Harian Analisa terlalu mudah
dan tidak menantang, akhirnya pada tahun 1999, ia pun keluar. Selama jenjang dari tahun 2000-2003, Rini pun bekerja freelance. Ia menjadi
stringer foto untuk kantor berita Associated Press serta untuk Majalah
Pantau. Belajar fotografi pun ia otodidak, begitu pun dengan menulis genre
ju rnalisme sastrawi. Sebelum ia menulis “Sebuah Kegilaan di Simpang
Kraft” itu, ia pernah mengirimkan beberapa tulisan pada kolom di Pantau. Namun, untuk tulisan panjangnya, “Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft”
adalah tulisan pertamanya. Di sela-sela repotase Simpang Kraft tersebut, ia sempat menulis “Surat dari Geudong” yang juga dipublikasikan dalam
Majalah Pantau. Pada tahun 2003, Rini juga pernah mengikuti kursus jurnalisme
investigatif atau Fellowship Investigative Reporting di Murdoch
University, Perth, Melbourne, Australia. Kursus jurnalisme investigatif mengenai ekonomi ini berdasarkan rekomendasi dari Andreas Harsono.
Pada tahun yang sama pula, berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Chik Rini pada 29 Januari 2011 di kawasan Blok M, Jakarta
Selatan, ia mengaku saat itu berkeinginan untuk berhenti sementara menjadi wartawan.
“Saat itu, saya sangat tertantang meliput perang atau konflik di Aceh. Anda bayangkan di Aceh, hanya ada dua wartawan
perempuan yang mau terjun ke lapangan, saya dan Rayhan dari detik.com. Malam itu, saya melihat dengan mata kepala saya
sendiri. Empat aktivis GAM dikepung oleh militer Indonesia. Mereka diserbu dan ditembak mati oleh tiga ratusan militer
Indonesia. Mayatnya langsung dibuang begitu saja ke kebun pisang. Jadi, kita sebagai wartawan melihat orang nangis saja, kita
senang memberitakannya. Malamnya, saya tidak bisa tidur. Muncul wajah-wajah orang yang mati itu. Paginya, saya langsung bangun
dan melamun. Saya bertanya pada diri saya sendiri, “Apa yang saya cari?”
16
Ia juga sempat menekuni penelitian mengenai orang utan di Taman Nasional Gunung Leuser. Saat ini, Rini bekerja sebagai Public Relation
Media Officer Leuser International Foundation, sebuah lembaga non
pemerintah yang bekerja untuk perlindungan Ekosistem Leuser di Aceh dan Sumatera Utara. Pernah bekerja sebagai peneliti seusai kuliah pada
Jurusan Biologi FMIPA Unsyiah 1998 Kini selain, bekerja untuk Yayasan Aswaja di Banda Aceh, ia
membantu pendidikan anak-anak yatim piatu korban tsunami pada Desember 2004. Rini menjadi kontributor Majalah Pantau Jakarta selama
16
Hasil wawancara dengan Chik Rini pada Sabtu, 29 Januari 2011 di kawasan Jalan Kertanegara No.41, Blok M, Jakarta Selatan