Struktur Mikro Latar, Detil, Maksud, Praanggapan, Nominalisasi Latar
adegan 10 adalah latar pacsa peristiwa tersebut dalam konteks
kekinian yaitu tiga tahun setelahnya. Detil deskripsi Simpang Kraft pada epilog
ini juga dijelaskan oleh Chik Rini, sama seperti tiga tahun lalu pada paragraf
6. Elemen maksud terdapat pada k
alimat, “Umar berkali-kali minta saya agar menulis cerita ini secara hati-hati
,” paragraf 5. Maksudnya adalah peristiwa ini adalah peristiwa sensitif dan banyak wartawana yang mendapatkan
ancaman serta teror atas pemberitaan peristiwa Simpang Kraft, apalagi bagi seorang wartawan perempuan Aceh.
Praanggapan ini adalah ekspresi atas kekecewaan mereka terhadap
ketidakadilan yang dialami. “Kami sudah terlalu banyak bicara sama LSM lembaga swadaya masyarakat dan wartawan. Tapi tak ada gunanya. Pai-
pai itu tidak kena hukum. Padahal mereka sudah tembak kami orang Aceh, paragraf 18. Pernyataan ini hanyalah representatif dari salah satu korban saja,
tapi hal inilah yang juga dirasakan oleh orang Aceh. Stereotif, lelah, serta kekecawaan tersebut tetap sama, baik itu pada Mei 1999 hingga tiga tahun
setelahnya.
Elemen nominalisasi pada adegan 11 terdapat dalam,
“….ditembak mati tentara bersama 51 murid pesantrennya pada Juli 1999. Walau banyak yang
tak puas, 24 prajurit lapangan yang terlibat …” paragraf 14 dan “…dengan
tuntutan Rp 83 miliar …” paragraf 15.
Struktur Mikro Sintaksis; Bentuk Kalimat, Koherensi, Kata Ganti Bentuk kalimat aktif
terlihat pada, “Pihak militer Indonesia secara resmi mengatakan Gerakan Aceh Merdeka berada di balik aksi provokasi
massa
,” paragraf 9. Koherensi pembeda, “Pasca Peristiwa Simpang Kraft,
hampir semua prajurit dan komandan di institusi militer setempat dipindahtugaskan dari Aceh. Kini prajurit-prajurit Arhanud Rudal dan
Bataliyon 113 semuanya sudah wajah baru
,” paragraf 8. Koherensi kausalitas
, “Tentara menganggap mereka sudah bertindak sesuai prosedur, karena ada upaya Aceh Merdeka memprovokasi massa untuk menyerang
markas Detasemen Arhanud Rudal ,” paragraf 10, “Peradilan itu belum
pernah berlangsung karena pengadilan Banda Aceh beralasan ketiadaan hakim setelah hampir seluruh perangkat hukum di Aceh lumpuh total
,” paragraf 15.
Adegan kesebelas ini memiliki keunikan dari segi elemen kata ganti karena dalam adegan ini penulis memasukkan dirinya ke dalam teks naskah
dengan penggunaan kata ganti orang pertama tunggal „saya.‟ Ia mengkonstruksi dirinya seolah-olah berada di sana serta untuk menunjukkan
konteks kekinian dari naskah. Penggunaan „saya‟ dimulai pada paragraf kedua dan disebutkan sebanyak 15 kali.
“Tapi dia menolak bicara dengan saya. Kami sudah terlalu banyak bicara sama LSM lembaga swadaya masyarakat
dan wartawan. Tapi tak ada gunanya. Pai-pai itu tidak kena hukum. Padahal mereka sudah tembak kami orang Aceh.
paragraf 18 Selain „saya‟, dig
unakan pula kata ganti „mereka‟, „kami‟, dan „dia‟.
Struktur Mikro Stilistik; Leksikon Pemilihan kata atau leksikon yang dipilih oleh Chik Rini yaitu
intimidasi, kekerasan, teror paragraf 5, tewas, menerjang paragraf 6, aksi