BAB IV RESIPROSITAS DALAM TRADISI
NYUMBANG
4.1. Sekilas Tentang Resiprositas
Resiprositas secara sederhana adalah hubungan timbal balik antar individu atau antar kelompok yang selalu ada dalam lapisan masyarakat. Resiprositas ini
terjadi karena difasilitasi oleh adanya hubungan simetris
25
antar kelompok atau
25
Hubungan simetris ini adalah hubungan sosial, dengan masing-masing pihak menempatkan diri dalam kedudukannya dan peranan yang sama ketika proses pertukaran berlangsung, misalnya
Universitas Sumatera Utara
antar individu, tanpa adanya hubungan ini maka resiprositas cenderung tidak akan berlangsung. Karakteristik lain yang merupakan syarat sekelompok individu atau
beberapa kelompok dapat melakukan resiprositas adalah adanya hubungan personel diantara mereka. Sebaliknya, hubungan impersonal tidak bisa menjamin
berlakunya resiprositas karena interaksi antar pelaku kerjasama resiprositas sangat rendah sehingga pengingkaran pun semakin mudah muncul.
Pentingnya syarat adanya hubungan personal bagi aktivitas resiprositas adalah berkaitan dengan motif-motif dari orang melakukan resiprositas. Motif
tersebut adalah harapan untuk mendapatkan prestise sosial seperti, misalnya: penghargaan, kemuliaan, kewibawaan, popularitas, sanjungan, dan berkah. Motif
tersebut tidak hanya ditujukan kepada pihak-pihak yang melakukan kerjasama resiprositas, tetapi juga lingkungan dimana mereka berada.
Resiprositas terdiri dari 3 tiga yaitu: 1.
Resiprositas Umum Didalam resiprositas umum, individu dan kelompok yang saling
memberikan barang dan jasa kepada individu atau kelompok lain tidak menentukan batas waktu pengembalian. Resiprositas umum ini tidak mengenal
hukum-hukum yang ketat dalam mengontrol seseorang untuk memberikan atau mengembalikan kalau ada yang mengontrol yakni hanya moral. Kepercayaan
masing-masing pihak untuk melakukan kerjasama ini menjadi hal yang penting. 2.
Resiprositas Sebanding Resiprositas ini menghendaki barang atau jasa yang dipertukarkan
mempunyai nilai yang sebanding, kecuali itu dalam pertukaran tersebut disertai
pemberi dan penerima dalam tradisi nyumbang. Sjafri Sairin, Pujo Semedi, Bambang Hudayana., Op.Cit, hal 44
Universitas Sumatera Utara
dengan kapan pertukaran itu berlangsung. Ciri resiprositas sebanding ini yaitu adanya norma-norma, aturan-aturan, atau sanksi-sanksi sosial untuk mengontrol
individu-individu dalam melakukan transaksi. Ciri lainnya adalah keputusan untuk melakukan kerja sama resiprositas berada di tangan masing-masing
individu dan mereka yang melakukan kerja sama resiprositas ini tidak mau dirugikan.
3. Resiprositas Negative
Merupakan resiprositas yang dikatakan sudah terpengaruh oleh sistem ekonomi uang atau pasar, dimana bentuk pertukaran tradisional digantikan
dengan bentuk pertukaran modern serta munculnya dualisme pertukaran. Berkembangnya uang sebagai alat tukar, maka barang dan jasa kehilangan nilai
simbolik yang luas dan beragam maknanya karena uang dapat berfungsi memberikan nilai standar obyektif terhadap barang dan jasa yang dipertukarkan.
Hal inilah yang disebut negatif, karena dapat menghilangkan suatu tatanan pertukaran yang telah ada. Tingkat gotong royong pun sekarang semakin
berkurang karena kegiatan masyarakat yang semakin money oriented membuat nilai-nilai keikhlasan untuk saling membantu pun berkurang.
Tradisi nyumbang dalam hajatan masyarakat Jawa di Desa Rawang juga memiliki kerjasama resiprositas antar pelakunya yakni mereka yang terlibat dalam
tradisi dan kegiatan tersebut. Resiprositas yang ada dalam masyarakat ini pada dasarnya berjalan mengikuti alur kehidupan, kebutuhan masyarakat serta orang
yang melakukan kerjasama ini, seperti yang di jelaskan pada Bab sebelumnya bahwa tradisi nyumbang pada tahun 1980’an di desa ini masih mengikuti hakekat
dari tradisi nyumbang, yakni meringankan beban dan menjaga solidaritas antar
Universitas Sumatera Utara
sesama. Meskipun hakekatnya meringankan beban namun sebisa mungkin bantuan yang telah diterima akan dibalas kembali. Kerjasama ini dibangun atas
landasan kepercayaan dengan artian “berbuat baik maka akan dibalas dengan yang baik” tidak ada yang mengontrol kerjasama ini kapan harus dikembalikan atau
kapan harus memberi. Dalam kehidupan bermasyarakat, orang Jawa sendiri memiliki moral tersendiri untuk mengontrol dirinya dalam pergaulan yakni sikap
isin malu, sungkan segan, dan toleran inilah yang menjadi moral. Tidak selamanya resiprositas dalam tradisi nyumbang akan berjalan
seperti resiprositas umum, resiprositas ini bisa mengarah ke resipositas lainnya jika kerjasama resiprositas antar pelaku sendiri dalam tradisi nyumbang memiliki
tujuan, motif atau hal yang berbeda, sehingga pada akhirnya tidak sejalan lagi dengan resiprositas umum. Seperti dalam resiprositas nyumbang yang terjadi
belakangan ini, dimana kesepakatan orang terlibat dalam nyumbang hajatan mengharuskan apa yang sudah diberikan harus ada timbal balik yang seimbang,
pengembalian yang seimbang memungkinkan kerjasama ini akan terus berjalan sedangkan bila terjadi pengingkaran dalam kerjasama ini tidak memberi atau
mengembalikan dengan nilai yang tidak seimbang maka seseorang tentu akan mulai mempertimbangkan kerjasama tersebut. Jadi kerjasama resipositas dapat
berjalan kearah resiprositas lainnya jika kerjasama resiprositas orang-orang tersebut menginginkan sesuatu yang lebih diluar dari resiprositas umum seperti
kearah resiprositas sebanding dimana orang yang melakukan kerjasama ini tidak ingin dirugikan sama sekali atau resiprositas negativ jika hanya ingin meraup
keuntungan semata.
Universitas Sumatera Utara
Resiprositas nyumbang dalam masyarakat di Desa Rawang ini juga bergerak kearah resiprositas negatif dimana meskipun masih ditemukan sistem
kerjasama secara gotong royong namun kerjasma tersebut bukan dilandaskan atas keikhlasan semata tetapi juga mengharapkan timbal balik yang setimpal atas apa
yang sudah diberikan seperti rewang saat menggelar hajatan. Meskipun tinggal dipedesaan namun sistem ekonomi pasar merupakan sistem ekonomi yang ada
saat sekarang ini dimana nilai uang dan barang ekonomis lainnya menjadi lebih penting terutama yang menyangkut kegiatan ekonomi dalam kehidupan. Hal ini
akan terlihat semakin mencolok dalam acara menggelar hajatan, masyarakat pertanian cendrung mengganggap hajatan sebagai media untuk mengakumulasi
dan mempertahankan kekayaan yakni dengan maksud memperoleh keuntungan yang lebih besar dari kerja sama ini, sehingga anggapan efektifnya hal tersebut
menjadikan orang berlomba-lomba untuk bisa melakukan hal yang sama demi meraup keuntungan. Akhirnya disadari oleh masyarakat yang menjalankan tradisi
ini bahwa arah tradisi nyumbang dan resiprositas yang dilakukan menjadi beban tersendiri bagi mereka bukan saja beban ekonomi tetapi beban moral dan sosial
dalam masyarakat.
4.2. Pemberi dan Penerima dalam Resiprositas Tradisi