sedangkan kegiatan perwiritan dan pengajian banyak dilakuakan di rumah dan dilakukan secara bergiliran. Demikian juga dengan warga yang beragama Kristen,
mereka melakukan kebaktian setiap Minggu di Gereja masing-masing dan kebaktian kecil seperti pengajian di rumah-rumah.
Penerapan ajaran agama Islam terutama di dalam masyarakat Jawa di Desa Rawang ini dijalankan oleh sebagian warganya masih setengah-setengah atau
belum sepenuhnya mengikuti dengan tepat ajaran agama islam. Masih banyak dijumpai warga desa yang meninggalkan ibadah wajib seperti shalat dan puasa,
padahal kondisi fisik dan kesehatannya baik. Juga masih banyak warga desa yang melakukan praktek sesajen, percaya pada dukun, percaya terhadap hal-hal yang
berbau mistis dan tahayul dalam kehidupan sebagian warga desa disana.
2.7. Sistem Kekerabatan
Komposisi penduduk yang ada di Desa Rawang Pasar IV bila dilihat dari keterangan tabel sebelumnya dapat diketahui secara keseluruhan bahwa suku
Jawa merupakan mayoritas. Walaupun mereka sebagai mayoritas namun hubungan kekerabatan dengan suku bangsa yang lainnya tetap dijaga keakraban
dan kerukunannya agar tercipta hidup yang selaras dan harmonis. Keberadaan suku Jawa di desa ini seperti yang ada dalam sejarah,
berpengaruh besar dalam kehidupan mereka diperantauan sebagai seorang pendatang. Identitas dan jati diri sebagai orang Jawa yang melekat dalam diri
mereka menimbulkan rasa kebersamaan yang senasip sepenanggungan di perantauan sebagai saudara “dulur setunggal sekapal” yang sama-sama dari
pulau Jawa. Hingga saat ini pun mereka yang merupakan orang Jawa kelahiran
Universitas Sumatera Utara
Sumatera walaupun bukan lagi lahir di tanah Jawa namun karena adanya ikatan dan rasa identitas dan jati diri sebagai bagian dari orang Jawa mereka tetap
menjalin hubungan kekerabatan. Hubungan kekerabatan suku Jawa ditentukan oleh prinsip bilateral, yang
memperhitungkan hubungan kekerabatan melalui garis keturunan pria maupun wanita. Perkawinan yang ada di desa ini umumnya pernikahan dari sesama suku
Jawa baik dari desa setempat maupun dari luar desannya, tetapi ada juga pernikahan campuran antara suku Jawa dengan suku bangsa lainnya. Setelah
menikah biasanya 2-3 minggu pasangan baru akan tinggal bergilir dirumah orang tua mereka, baru selepas itu mereka memutuskan untuk mencari tempat tinggal
sendiri baik dilingkungan desanya atau tinggal diluar dari desannya. Penyebutan saudara dekat dan saudara jauh dalam kekerabatan orang Jawa
ditentukan oleh pertalian darah dan juga silahturahmi yang terjalin. Saudara dekat masih jelas hubungan darahnya, seperti saudara kandung ayah atau ibu tidak
diperbolehkan adanya hubungan pernikahan dari dua insan yang masih keluarga, hal ini dianggap tabuh karena masih satu darah. Sedangkan pernikahan yang
terjadi dengan saudara jauh diperbolehkan karena biasanya hubungan persaudaraan selain dari keluarga ayah atau ibu juga berasal dari keluarga yang
seangkatan atau berdasarkan hubungan kekeluargaan yang lainnya sehingga menimbulkan istilah saudara jauh, dalam hal ini biasanya pertalian darah sudah
tidak terlihat jelas lagi. Kekerabatan keluarga Jawa bukan hanya dihitung atau dilihat dari
hubungan sedarah saja, namun melibatkan hubungan-hubungan yang lainnya hingga memunculkan penyebutan saudara atau keluarga secara luas. Istilah lain
Universitas Sumatera Utara
yang dikenal dalam pertalian keluarga Jawa selain keluarga sedarah adalah keluarga perbesanan yang ada karena hubungan pernikahan. Pertalian keluarga
dalam masyarakat Jawa memiliki ikatan sosial yang ketat, keluarga Jawa memiliki peranan yang penting dalam masyarakat untuk membangun kekuatan ekonomi,
politik dan bahkan keagamaan. Batas-batas penyebaran keluarga kadang terlihat tidak menentu, tetapi
orang Jawa memberikan perbedaan tertentu antara “saudara dekat” sedulur cedak dan “saudara jauh” sedulur adoh. Biasanya yang termasuk dalam
kategori pertama adalah ke empat orang kakek nenek keluarga langsung ayah dan ibu kandung, anak-anak dan cucu-cucu mereka, anak-anak dan cucu-cucunya
kandung, kemungkinan dengan ditambah pula kakek dan nenek moyang serta cicit-cicit. Golongan inilah, yaitu golongan “sedulur cedak”, dalam prakteknya
batas-batasnya tidak tegas, akibatnya seorang saudara dekat dapat menjadi saudara jauh sebagai akibat percekcokan, tempat kediaman yang jauh, atau oleh
perpindahan ke kelas lain. Seorang saudarah jauh akibat berkediaman dekat untuk waktu yang lama dapat mengembangkan hubungan pribadinya secara lebih
mendalam dengan kelompok saudaranya yang telah jauh itu malah dianggap sebagai keluarga dekat.
2.8. Sistem Pendidikan