Nyumbang yang Menjadi Gaya Hidup

memberikan besar kecilnya nilai nyumbang dalam hajatan, seperti rajin tidaknya si pemilik hajat hadir dalam bestelan jika ada acara hajatan warga dan sebagainya.

3.10. Nyumbang yang Menjadi Gaya Hidup

Tradisi nyumbang istilah yang dipakai masyarakat dalam menghadiri acara hajatan. Tradisi ini tumbuh subur ditengah kehidupan masyarakat Desa Rawang yang sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani, seolah tidak mengenal waktu, tradisi ini terus bergulir seirama dengan kehidupan masyarakat disana. Beberapa penjelasan sebelumnya mengatakan bahwa tradisi nyumbang akan hidup dalam masyarakat kecil yang homogen dalam sistem kehidupan dengan ekonomi tradisionalnya, namun ternyata hal ini berbanding terbalik dengan tradsi nyumbang yang ada di dalam masyarakat Desa Rawang, memang tradisi nyumbang hidup dalam masyarakat kecil seperti masyarakat pedesaan yang cendrung homogen artinya lebih mengutama sisi kebersamaan atau guyub tetapi tidak dengan kondisi ekonomi tradisional masyarakatnya. Desa Rawang dan masyarakatnya saat sedang mengalami transisi kearah perkembangan dan keterbukaan terhadap era global, ekonomi yang cendrung mengikuti sistem pasar mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat desa saat ini, namun dibalik itu semua justru tradisi nyumbang semakin banyak dijumpai dalam masyarakat dan tradisi ini seolah semakin berkembang seiring perkembangan waktu dan masyarakat disana. Universitas Sumatera Utara Kegiatan-kegiatan dalam masyarakat yang bersifat kolektif masih dapat dijumpai meskipun masyarakat desa ini sedang dalam transisi 24 . Kegiatan seperti kerjasama mengupas ubi, makan bersama dalam acara syukuran seperti bancaan juga dalam aktivitas sumbang menyumbang yang semakin marak terlihat ditengah-tengah masyarakat. Pada bulan-bulan tertentu tradisi ini akan semakin banyak dijumpai terutama dalam hajatan pernikahan dan khitanan, kedua hajatan ini sangat menonjol di Desa Rawang dibandingkan dengan acara selamatan. Sangat kontras sekali dengan kehidupan masyarakat di Desa Rawang Pasar IV yang hidup sebagai petani kecil sebagian besar penduduknya, dengan penghasilan minim dan tidak menentu tiap harinya. Tetapi kegitan sumbang menyumbang tradisi nyumbang ini justru semakin banyak diminati ataupun seperti tidak berkeberatan dengan hadirnya tradisi ini. Padahal disisi kehidupan mereka kerap menimbulkan masalah seperti hutang ketetangga atu kerabat jika demikian ini tentu menjadi beban dalam rumah tangga. Hajatan di desa bukan hanya berlangsung sekali atau dua kali saja, rutinitasnya akan semakin banyak memasuki bulan-bulan tertentu. Jika sudah marak bias satu hari dalam satu minggu orang di desa ini mendapatkan 3-5 undangan baik dari desa maupun luar desa. Bajek untuk menyumbang tentu akan semakin banyak dan ini akan semakin bertambah jika undangannya berupa rantangan tentunya, uang sebesar Rp 20.000 tentu harus dikeluarkan, sedangkan 24 Masyarakat transisi ialah masyarakat yang mengalami perubahan dari suatu masyarakat ke masyarakat yang lainnya. Misalnya masyarakat pedesaan yang mengalami transisi ke arah kebiasaan kota, yaitu pergeseran tenaga kerja dari pertanian, dan mulai masuk ke sektor industry. Ciri-ciri masyarakat transisi : a.Adanya pergeseran dalam bidang, misalnya pekerjaan, seperti pergeseran dari tenaga kerja pertanian ke sektor industri b. Adanya pergeseran pada tingkat pendidikan. Di mana sebelumnya tingkat pendidikan rendah, tetapi menjadi sekrang mempunya tingkat pendidikan yang meningkat. c. Mengalami perubahan ke arah kemajuan d. Masyarakat sudah mulai terbuka dengan perubahan dan kemajuan jaman. e. Tingkat mobilitas masyarakat Universitas Sumatera Utara uang tersebut bagi kehidupan petani desa tentu sangat berarti untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini belum lagi jika keluarga ekonomi kebawah mengadakan hajatan, dana untuk menggelar hajatan jauh lebih besar dari pada menggelar acara slamatan, sekurang-kurangnya uang Rp 8.000.000 delapan juta harus dipersiapkan. Tetapi itulah masyarakat desa biar bagaimanapun mereka memiliki pandangan dan tujuan tersendiri meski hidup serba berkecukupan tetapi untuk tradisi nyumbang seperti ini mereka umumnya berusaha untuk mengada-adakan yang tidak ada dengan cara berhutang. Beberapa keluarga di desa ini memiliki strategi tersendiri untuk menyiasati pengeluaran dalam hajatan atau tradisi sumbang menyumbang ini. Mereka membentuk kelompok arisan khusus untuk membantu anggota arisan jika ada salah satunya akan menggelar hajatan. Arisan ini sifatnya bantuan kebutuhan pokok yang diperlukan oleh yang hajatan tentunya, anggota akan menyesuaikan sesuai kesanggupannya dengan melihat kebutuhan apa yang diperlukan si punya hajat. Kegiatan ini akan bergilir sampai satu persatu anggota arisan memiliki hajatan, seperti kutipan wawancara dengan informan berikut ini; Arisan yang saya ikuti arisan kebutuhan pokok khusus untuk meringankan anggota yang ingin mengadakan hajatan. Kebanyakan yang ikut adalah tetangga, keluarga dan sebagian kecil anggota perwiritan. Anggotanya tidak dibatasi terbuka untuk siapa saja yang mau. Untuk jenis barangnya biasanya tidak ditentukan namun kadangkala tuan rumah yang memberikan informasi kebutuhan yang diperlukan. Agar pemberiannya tidak sama tiap anggota dibebaskan memilih jenis bantuan sesuai kebutuhan si pemilik hajat. Biasanya jauh hari sebelum memasuki bulan hajatan yang akan pesta ini memberitahukan jadi dengan demikian anggota dapat mempersiapkan jauh hari untuk membeli barang kebutuhan yang diperlukan. Arisan ini tidak ada sistem tinggi. f. Biasanya terjadi pada masyarakat yang sudah memiliki akses ke kota misalnya jalan raya. Universitas Sumatera Utara cabut nomor dan arisan ini akan muncul ketika ada anggota akan pesta Bapak Bikin 45 tahun Sistem arisan ini dianggap efektif dalam rangka mengatasi beban hajatan yang sekarang seperti menjadi gaya hidup trend masyarakat. Trendnya menggelar hajatan ini bukan saja mereka yang mapan secara ekonomi tetapi masyarakat yang serba berkecukupan juga tidak mau ketinggalan untuk turut mengadakan hajatan meskipun sadar bahwa biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Sementara itu untuk menyiasati pengeluaran anggaran yang lebih besar sebagian keluarga yang ada di desa ini menyisihkan dana khusus untuk keperluan diluar dari keperluan sehari – hari, jadi dana inilah yang dipakai untuk nyumbang. Dalam kesempatan wawancara yang dilakukan dengan beberapa informan salah satunya ibu Sumini 49, dapat diketahui bahwasanya nyumbang adalah aktivitas sosial yang terencana, terorganisir dan terdapat perhitungan ekonomis. Terencana artinya, masyarakat dalam penyelenggaraan hajatan dengan beberapa perhitungan seperti mempertimbangkan perhitungan hari baik pelaksanaan hajatan, memperhitungkan anggaran dan memperhitungkan jumlah undangan bahkan prediksi keuntungan. Disamping itu, beberapa persyaratan tradisi juga disiapkan agar pelaksanaan bisa berjalan dengan lancar, tidak mendapat gangguan yang berarti dan tentunya banyak dihadiri oleh tamu. Terorganisir artinya, pemilik hajat memiliki catatan tamu-tamu yang rencananya akan diundang. Tamu yang diundang pada umumnya tetangga, kerabat ataupun relasi yang pada waktu yang lalu pernah hadir dalam hajatan yang dilakukan atau ketika mereka punya hajat kita datang ke acaranya. Konteks ini lebih kurang menerangkan makna timbal balik atau resiprositas sebagai hal yang sudah biasa terlihat dalam masyarakat. Informan yang diwawancarai pada saat itu Universitas Sumatera Utara mengutarakan bahwa dia memiliki daftar nama-nama orang yang pernah mengundang dan didatangi pada waktu-waktu yang lalu, bahkan dia memiliki catatan atas nilai nominal sumbangan yang pernah diberikan ataupun sumbangan barang yang memiliki nilai ekonomis, bahkan ada sebagian informan juga yang masih menyimpan amplop undangan para tamu saat dia pesta. Foto.17. Buku catatan nyumbang dan nominalnya Foto.18. Amplop sumbangan para tamu yang masih disimpan Istilah nge’i memberi dan mbalekne mengembalikan menjadi beberapa istilah halus yang dipakai masyarakat di Desa Rawang yang bermakna saling timbal balik yang terorganisir. Nyumbang juga dianggap memiliki perhitungan ekonomis. Artinya dalam istilah mbalekne masyarakat telah memegang kode etik, bahwa yang diserahkan kembali kepada tuan rumah hajatan adalah senilai apa yang pernah diberikan pada waktu yang lalu. Disinilah perhitungan laba rugi akan berlaku, seperti penuturan informan dalam wawancara penelitian ini Ibu Sudariah, 47 tahun bahwa dirinya selama 20 dua puluh tahun terakhir belum Universitas Sumatera Utara pernah melakukan upacara hajatan yang diikuti datangnya sumbangan dari tetangga, kerabat dan orang-orang dalam pergaulan sosialnya. Pada saat tiba waktu gilirannya punya hajat menikahkan putrinya, dia mengirim sejumlah undangan kepada kolegan yang dulu pernah disumbang. Keterpautan waktu yang lama juga mempengaruhi nilai intrinsik dari nominal yang disumbangkan. Pada dua puluh tahun yang lalu memberikan sumbangan senilai Rp. 3.000 sudah termasuk nominal yang cukup besar, namun ketika dia menikahkan putrinya ditahun 2010, dia mengaku menemukan amplop sumbangan dengan nilai yang sama yaitu Rp.3.000. Oleh pemberi sumbangan nilai tiga ribu tetap dianggap nilai yang tetap, tanpa harus menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi sekarang. Hal yang seperti inilah yang masih banyak dijumpai dalam masyarakat Desa Rawang, bagi keluarga yang mengadakan hajat saat ini tentu akan merasa sangat dirugikan karena mendapati ketidak seimbangan tersebut. Tradisi nyumbang ini juga menjadi tradisi turun temurun yang diwariskan, ketika orang tua sudah tidak ada maka ini akan terus berlanjut kepada anak-anaknya demikianlah sampai seterusnya. Tradisi nyumbang yang tergambar dalam masyarakat Desa Rawang ini ternyata memiliki daya tarik masyarakat yang akhirnya mengikat mereka untuk melakukannya seperti; jaminan-jaminan sosial dan ekonomi tertentu makanya setiap orang berlomba untuk bisa melakukan hajatan tidak terkecuali bagi keluarga yang tidak mempunyai anak keturunan, mereka tetap bisa menyelenggarakan hajat dengan cara mengangkat anak dari keluarga yang tidak mampu seperti yang ditemui dilapangan salah satu informan Bapak Udin, 40 Universitas Sumatera Utara tahun mengatakan bahwa dirinya belum dikarunia keturunan selama berumah tangga sementara itu mereka sudah banyak menyebarkan sumbangan kemana- mana tentu sangat disayangkan istilahnya menanam juga harus memetik hasilnya kebetulan saat itu ada saudara tergolong tidak mampu jadi mereka ini memiliki seorang putra, putranya ini sudah di khitan tapi tidak dihajatkan karena orang tuanya belum sanggup, dari sinilah akhirnya mereka berinisiatif untuk yang menjadi tuan rumah penyelenggara hajatannya, dengan demikian mereka akhirnya juga bisa merasakan disumbang dalam hajatan. Sementara itu bagi keluarga yang tergolong ekonomi lemah kalau selama ini mereka sudah banyak datang menyumbang bila ada hajatan tetapi mereka sendiri untuk menyelenggarakan hajatan tidak mampu menyelenggarakannya, dalam hal ini orang yang kurang mampu secara ekonomi tidak perlu khawatir untuk menyelenggarakan hajatan, sebab di Desa Rawang ini ada orang yang disebut “bandarpemodal” dalam lingkaran tradisi nyumbang tersebut. Bandar pemodal inilah akan memberikan “pinjaman” kebutuhan hajatan dalam jumlah yang cukup, sesuai yang dibutuhkan. Mereka ini menyediakan bahan kebutuhan pokok seperti beras, gula, daging, dan sebagainya, cara untuk bisa membayar modal yang sudah dipinjamkan ini biasanya di sepakati setelah hajatan usai. Harga barang kebutuhan pokok yang diambil dari bandarpemodal ini juga lebih tinggi harganya dari yang ada dipasaran. Selain memberi pinjaman, bandarpemodal terkadang juga mau membeli sisa barang kebutuhan pokok yang masih ada dalam hajatan seperti beras, gula, kelapa atau yang lainnya tentunya dengan harga yang relatif lebih murah. Universitas Sumatera Utara Foto.19. Kedai klontong pak Amat yang menyediakan segala jenis kebutuhan sembako pesta untuk warga Desa Rawang, sekaligus Bandarpemodal. Bandarpemodal yang ada di masyarakat Desa Rawang ini biasanya mereka adalah agen-agen besar seperti agen sayur, padi, sawit, pemiliki usaha grosiran. Kesepakatan pembayaran dengan para Bandarpemodal ini harus ditepati jika terdapat pelanggaran kesepakan maka mereka tidak segan-segan untuk memperingati si peminjam agar segera mengembalikan, bagi mereka yang tidak bisa mengembalikan tentu akan terhitung hutang dan ini bisa berlarut-larut lamanya sampai hutang tersebut terlunasi. Tradisi nyumbang ini disatu sisi menurut masyarakat menjadi beban bagi mereka karena mereka sering mengeluh jika pulang dari bestelan, atau mengeluh jika masih memiliki hutang yang harus dibayarkan untuk nyumbang dan keperluan pesta. Tetapi disisi lain masyarakat juga sangat bergantung dengan tradisi nyumbang ini karena ada anggapan sebagai bentuk investasi jangka panjang walaupun harus menunggu lama untuk bisa mendapatkan waktu yang tepat mengambilnya kembali. Universitas Sumatera Utara

BAB IV RESIPROSITAS DALAM TRADISI

NYUMBANG

4.1. Sekilas Tentang Resiprositas

Resiprositas secara sederhana adalah hubungan timbal balik antar individu atau antar kelompok yang selalu ada dalam lapisan masyarakat. Resiprositas ini terjadi karena difasilitasi oleh adanya hubungan simetris 25 antar kelompok atau 25 Hubungan simetris ini adalah hubungan sosial, dengan masing-masing pihak menempatkan diri dalam kedudukannya dan peranan yang sama ketika proses pertukaran berlangsung, misalnya Universitas Sumatera Utara