memiliki ketergantungan terhadap keberadaan tradisi nyumbang dalam hajatan sampai-sampai tradisi tersebut menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat
pertanian di Desa Rawang. Fenomena tradisi nyumbang saat ini semakin menarik untuk dikaji lebih
lanjut apalagi untuk menjelaskan lebih dalam lagi kerjasama resiprositas antara mereka yang terlibat. Selain itu mencari penjelasan mengapa tradisi ini masih
dipertahankan sampai saat ini juga sangat penting, padahal disatu sisi kerap menjadi masalah tersendiri. Dan masih banyak lagi yang akan di jelaskan dalam
penelitian ini terkait resiprositas tradisi nyumbang di Desa Rawang tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini terkait dengan gambaran tradisi nyumbang yang ada
dalam siklus daur hidup masyarakat Jawa di Desa Rawang adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran tradisi nyumbang dalam siklus daur hidup
masyarakat Jawa di Desa Rawang, terutama dalam hajatan pernikahan dan khitanan
2. Mengapa tradisi nyumbang ini masih dipertahankan oleh masyarakat Desa
Rawang? Strategi seperti apa yang digunakan masyarakat untuk mempertahankan tradisi ini
3. Resiprositas seperti apa dan kerjasama resiprositas yang bagaimana yang
dilakukan oleh mereka yang terlibat dalam tradisi nyumbang tersebut
3
Sjafri Sairin, Pujo Semedi, Bambang Hudayana, Pengantar Antropologi Ekonomi Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002, hal.38
Universitas Sumatera Utara
1.3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Rawang Pasar IV, Kecamatan Rawang Panca Arga, Kabupaten Asahan. Lokasi ini di pilih karena beberapa hal
termasuk diantaranya yaitu letak wilayah desa yang strategis, kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakatnya yang unik juga merupakan salah satu
perkampungan suku Jawa yang ada di Kabupaten Asahan. Selain itu pemilihan ini dikaitkan berdasarkan fenomena yang ada di desa tersebut terkait dengan tradisi
nyumbang yang akan diteliti.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tradisi nyumbang yang ada, melihat kerjasama resiprositasnya, menjelaskan
berbagai lingkup persoalan dan permasalahan yang muncul serta menjelaskan kemungkinan adanya solusi dalam menghadapi persoalan terkait dengan tradisi
nyumbang ini. Selain itu juga untuk melihat strategi dari warga di Desa Rawang dalam mempertahankan tradisi nyumbang.
1.4.2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini sendiri diharapkan secara akademis dapat menambah wawasan keilmuan terutama dalam melihat realita dan permasalahan
di tengah masyarakat untuk dijadikan sebagai kajian dan pembelajaran. Dalam hal ini tentu saja akan menambah khasana keilmuan terutama antropologi dalam
kaitan dengan judul penelitian ini. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-
masukan positif terhadap masyarakat yang terkait dalam menanggapi tradisi
Universitas Sumatera Utara
nyumbang itu secara arif dan positif serta agar nantinya tradisi ini kedepannya dapat dilestarikan sesuai dengan hakekat tradisi nyumbang yang sebenarnya tanpa
harus menimbulkan permasalahan dan persoalan yang baru.
1.5. Tinjauan Pustaka
Kebudayaan menurut Ruth Benedict merupakan pola-pola pemikiran serta tindakan tertentu yang terungkap dalam aktivitas, sehingga pada hakekatnya
kebudayaan itu adalah way of life, cara hidup tertentu yang memancarkan identitas tertentu pula pada suatu bangsa. Sedangkan menurut Koentjaraningrat,
kebudayaan adalah keseluruhan sitem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar Koentjaraningrat, 1986: 180. Manusia dan kebudayaan memiliki keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
J.J. Honigmann Koentjaraningrat, 1986:186-187 membedakan adanya tiga wujud kebudayaan yaitu 1 ide, gagasan, nilai, peraturan dan sebagainya, 2
berupa kompleks aktivitas serta tindakan berpola manusia dalam masyarakat dan 3 benda-benda hasil karya manusia. Tradisi juga merupakan bagian dari
kebudayaan yang dimaknai sebagai kebiasaan, dalam pengertian yang sederhana bahwa tradisi adalah sesuatu yang dilakukan sejak lama dan merupakan bagian
dari kehidupan suatu kelompok masyarakat biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu atau religi yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi
sendiri yakni adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi secara lisan maupun tulisan dan diwujudkan dalam suatu aktivitas atau kegiatan. Salah
satu yang merupakan gambaran tradisi yang demikian adalah tradisi nyumbang.
Universitas Sumatera Utara
Tradisi nyumbang merupakan kebudayaan yang termasuk dalam wujud aktivitas serta tindakan berpola dari semua tingkah-laku yang ada dalam
masyarakat Desa Rawang terutama aktivitas dalam menggelar hajatan dan slametan. Pada wujud kedua sistem sosial ini serangkaian aktivitas manusia
yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lainnya dari waktu ke waktu berjalan menurut pola-pola tertentu dalam adat tata kelakuan
masyarakat. Sistem sosial ini bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita, bisa diobservasi, dilihat, difoto dan didokumentasikan.
Kegiatan nyumbang yang dilakukan masyarakat dalam membantu meringankan beban orang yang memiliki hajatan tetaplah bagus dilestarikan
sebagai bagian ikatan kekerabatan atau emosi sosial yang representatif dan benar- benar mencerminkan jiwa dalam masyarakat Jawa. Namun apabila tradisi itu
sendiri kerap menimbulkan permasalahan dalam masyarakat maka perlu adanya pertimbangan lagi untuk mempertahankan tradisi yang demikian. Seperti yang
dikatakan Franz Magnis Suseno 1983 bahwa perspektif hidup didalam bingkai etika Jawa harus terwujud dalam pola rutinitasnya lebih mengutamakan sisi
moralitas yang luhur, berbudi dan tidak menghancurkan antar sesama maupun diri sendiri. Hal ini dalam artian bahwa didalam setiap aktivitas yang dilakukan jangan
sampai membebani orang lain dan diri sendiri apalagi sampai menimbulkan permasalahan didalam lingkungan masyarakat.
Tradisi nyumbang dalam daur hidup masyarakat Jawa Desa Rawang, baik yang diselenggarakan dalam bentuk hajatan maupun slametan, juga diharapkan
mengutamakan sisi moralitas yang berbudi dan tidak merugikan. Dengan kata lain bahwa tradisi nyumbang yang ada haruslah di ikuti dengan resiprositas yang
Universitas Sumatera Utara
seimbang. Bagi mereka yang diundang dan terlibat dalam acara hajatan ataupun selamatan ini diharapkan dapat memenuhi kewajibannya yaitu salah satunya
memenuhi undangan pesta. Memenuhi undangan merupakan suatu kewajiban sosial, ini dikarenakan adanya pengharapan pemberian dari mereka yang datang.
Sedangkan bagi yang menerima pemilik hajat juga ada keharusan untuk membalas kembali atas apa yang diterimanya tersebut.
Marcel Mauss Suparlan 1992: xviii mengatakan bahwa pada dasarnya tidak ada pemberian yang cuma-cuma. Segala bentuk pemberian selalu dibarengi
dengan suatu pemberian kembali atau imbalan
4
. Dengan demikian maka yang ada bukan hanya pemberian yang dilakukan oleh seorang kepada lainnya, tetapi suatu
tukar-menukar yang dilakukan oleh dua orang atau kelompok yang saling memberi dan mengimbangi. Malinowski juga menjelaskan bahwa semua bentuk
transaksi yang berada dalam satu garis hubungan yang berkesinambungan di mana disatu kutub pemberian ini bercorak murni, tanpa tuntunan imbalan dan di kutub
lainnya bercorak pemberian yang harus diimbali
5
, maksudnya adalah bahwa bentuk nyumbang bisa saja diberikan secara cuma-cuma dalam artian seorang
pemberi tidak mengharapkan adanya balasanimbalan dari orang yang telah diberinya, sedangkan di sisi lainnnya terdapat bentuk nyumbang yang harus
diimbali sehingga pemberian tersebut bersifat pamri adanya pengharapan balasan kembali dan ada timbal baliknya resiprositas. Sistem menyumbang yang
menimbulkan kewajiban untuk membalas ini merupakan suatu prinsip dari kehidupan masyarakat kecil, yang oleh Malinowski disebut principle of
reciprocity, atau prinsip timbal balik antara yang memberi dan menerima.
4
Marcel Mauss, The Gift, Form and Functions of Exchange in Archaic Societies, terj. Parsudi Suparlan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992, hal. xviii
Universitas Sumatera Utara
Sistem pertukaran memunculkan rasa pengharapan adanya pengembalian ataupun pertukaran yang sama nilainya resiprokal. Dimana rasa timbal balik
resiprokal ini sangat besar dan ini difasilitasi oleh bentuk simetri institusional. Hubungan simetri ini adalah hubungan sosial, dengan masing-masing pihak
menempatkan diri dalam kedudukan dan peranan yang sama ketika proses pertukaran berlangsung, contohnya adalah seorang petani mengundang
tetangganya, untuk ikut kenduri selamatan atas kelahiran anaknya. Pada waktu yang lain kepala desa mengundang juga untuk peristiwa yang serupa. Dalam
aktivitas tersebut mereka tidak menempatkan diri pada kedudukan sosial yang berbeda, mereka sejajar sebagai warga kelompok keagamaan, meskipun sebagai
warga desa mereka memiliki derajat kekayaan dan prestise sosial yang berbeda- beda. Menurut Polanyi peristiwa tersebut menunjukkan adanya posisi sosial yang
sama, pada suatu saat menjadi pengundang dan yang diundang
6
. Dalton menjelaskan bahwa resiprositas merupakan pola pertukaran sosial-
ekonomi. Dalam pertukaran tersebut, individu memberikan dan menerima pemberian barang atau jasa karena kewajiban sosial
7
. Melalui resiprositas orang tidak hanya mendapatkan barang tetapi dapat memenuhi kebutuhan sosial yaitu
penghargaan baik ketika berperan sebagai pemberi ataupun penerima. Hubungan personel diantara individu atau kelompok juga merupakan syarat terjadinya
aktivitas resiprositas. Pola hubungan ini terutama terjadi di dalam komunitas kecil dimana anggota-anggotanya menempati lapangan hidup yang sama seperti
kehidupan petani di pedesaan, dalam komunitas kecil itu kontrol sosial sangat kuat dan hubungan-hubungan sosial yang intensif mendorong orang untuk berbuat
5
Ibid.
6
Sjafri Sairin, Pujo Semedi, Bambang Hudayana, Op.Cit., hal 43
Universitas Sumatera Utara
dalam mematuhi adat kebiasaan. Pentingnya syarat adanya hubungan personal bagi aktivitas resiprositas adalah berkaitan dengan motif-motif dari orang
melakukan resiprositas. Menurut Sahlins Sairin 2002: 48, ada tiga macam resiprositas, yaitu:
resiprositas umum generalized reciprocity, resiprositas sebanding balanced reciprocity dan resiprositas negative negative reciprocity
8
. Dalam resiprositas umum individu dan kelompok yang saling memberikan barang dan jasa kepada
individu atau kelompok lain tidak menentukan batas waktu pengembalian, tidak ada hukum yang mengontrol seseorang untuk memberi dan mengembalikan
pemberian yang ada, hanya kepercayaan dan moral dari mereka yang bekerjasama. Resiprositas sebanding dilakukan apabila barang dan jasa yang
dipertukarkan harus mempunyai nilai yang sebanding, dalam pertukaran ini ada tuntutan kapan harus memberi, menerima, dan mengembalikan. Ciri resiprositas
sebanding ini ditunjukkan oleh adanya norma-norma atau aturan-aturan serta sanksi-sanksi sosial untuk mengontrol individu-individu dalam melakukan
transaksi. Ciri lainnya yakni adanya putusan untuk melakukan kerjasama resiprositas berada ditangan masing-masing individu. Mereka yang terlibat dalam
kerja sama resiprositas tidak mau ada yang dirugikan. Resiprositas negativ merupakan resiprositas yang dikatakan sudah
terpengaruh oleh sistem ekonomi uang atau pasar, dimana bentuk pertukaran tradisional digantikan dengan bentuk pertukaran modern serta munculnya
dualisme pertukaran. Berkembangnya uang sebagai alat tukar menjadikan barang dan jasa kehilangan nilai simbolik yang luas serta menjadi beragam maknanya.
7
Ibid., hal 42
8
Ibid., hal 48
Universitas Sumatera Utara
Hal ini karena uang dapat berfungsi memberikan nilai standar obyektif terhadap barang dan jasa yang dipertukarkan. Inilah yang disebut negatif, karena dapat
menghilangkan suatu tatanan pertukaran yang telah ada. Tingkat gotong royong pun sekarang semakin berkurang karena kegiatan masyarakat yang semakin
money oriented membuat nilai-nilai keikhlasan untuk saling membantu pun berkurang.
Tradisi nyumbang yang ada dalam masyarakat Jawa di Desa Rawang juga tidak bisa terlepas dari adanya resiprositas. Hanya saja sejauh ini resiprositas yang
ada seringkali mengalami perubahan, hal ini dikarenakan niatan untuk menggelar hajatan atau melakukan kerjasama resiprositas setiap individu dalam masyarakat
kerap dipersepsikan berbeda. Jadi resiprositas yang seharusnya berjalan seimbang bisa saja berubah kearah negative kalau niatan seseorang melakukan hajatan itu
hanya untuk meraup keuntungan semata.
1.6. Metode Penelitian