pengaruh budaya lokal, pengaruh agama, dan pengaruh perkembangan zaman sehingga perlu adanya penyesuaian. Walaupun demikian makna dan maksud dari
upacara ini tidak akan berubah hanya karena tidak digunakan ritual-ritual tersebut, yang terpenting adalah tujuan dari upacara itu dijalankan sudah terpenuhi dan
sesuai maknanya.
3.3. Slametan dan Hajatan Dalam Masyarakat Jawa Desa Rawang
Siklus daur hidup masyarakat Jawa terdiri dari 5 lima tahapan, dimana pada tahapan-tahapan tersebut dibedakan lagi atas dua bagian yakni yang
tergolong acara slametan dan acara hajatan. Penggolongan ini sangat diperlukan karena slametan dan hajatan memiliki prosesi yang tersendiri dimana slametan
lebih kepada penghayatan atas nilai-nilai kehidupan yang dituangkan dalam bentuk rasa syukur dengan melakukan serangkaian kegiatan yang menunjukkan
simbol-simbol tertentu dan memiliki makna serta arti tertentu dari slametan tersebut. Menurut Clifford Geertz 1981:36 slametan merupakan pemusatan
permohonan do’a dalam bentuk pengorganisasian serta meringkas ide umum abangan tentang tata “pola hidup” masyarakat Jawa. Dimana slametan cenderung
dilaksanakan oleh pandangan dunia Jawa, terutama ketika situasi kehidupan mengalami titik-titik rawan sehingga dengan selametan mengharapkan kekacauan
yang tidak manusiawi oleh gangguan mahluk halus lekas hilang, menjadi tenang, dan tentram.
15
15
Slametan merupakan upacara dasar yang inti di sebagian masyarakat Mojokuto dimana pandangan dunia paling menonjol pada beberapa peristiwa lain, seperti pesta perkawinan,
selametan itu boleh jadi sangat singkat, tertutup oleh berbagai tidak memperhatikan dengan teliti semuanya itu akan luput dari pengamatan, pada peristiwa lain lagi – kematian, misalnya
kedaruratan situasi bisa menyebabkan seluruh bagian upacara selametan ditiadakan sama sekali karena semua hampir upacara abangan ini dalam artian tertentu merupakan variasi dari tema yang
menjadi dasar ini. Maka pengertian tentang makna selametan bagi mereka yang mengadakan akan membawa serta pemahaman terhadap banyak segi pandangan dunia abangan dan akan merupakan
Universitas Sumatera Utara
Siklus daur hidup yang termasuk dari slametan yaitu pada saat kehamilan tingkepan tujuh bulanan, kelahiran spasaranselapan dan kematian, acarnya
senantiasa dilakukan secara sederhana, lebih terpusat pada pemanjatan do’a dan melibatkan orang –orang tertentu saja. Slametan lebih disamakan dengan acara
syukuran yang berarti bisa saja bukan dalam siklus daur hidup yang tiga tersebut namun bisa dilakukan dalam hal lainnya sesuai dengan keinginan dan maksud
yang dituju oleh seseorang misalnya selamatan rumah baru, selamatan sembuh dari sakit dan sebagainya.
Sedangkan hajatan merupakan sebuah acara sosial yang bersifat perayaan dan rekreasi yang acaranya dilangsungkan lebih besar dari pada slametan. Hajatan
atau pesta dapat berkaitan dengan keagamaan atau berkaitan dengan musim atau tingkat yang lebih terbatas, berkaitan dengan acara-acara pribadi dan keluarga
untuk memperingati atau merayakan suatu peristiwa khusus dalam kehidupan yang bersangkutan. Selain itu hajatan juga merupakan kesempatan untuk berbagai
interaksi sosial, tergantung pada pesertanya dan pemahaman mereka tentang prilaku yang dianggap layak untuk acara tersebut
16
. Dalam Kamus Bahasa Indonesia 1984:747 hajatan atau pesta adalah
perayaan, perjamuan makan dan minum, bersukaria dan sebagainya. Mengacu pada dua konsep tersebut hajatan atau pesta yang dilakukan masyarakat di Desa
Rawang lebih kepada menggelar hajatan yang berkaitan dengan acara keluarga dalam memperingati peristiwa penting dalam hidup mereka seperti pernikahan
kunci bagi penafsiran upacara mereka yang lebih kompleks. Clifford Geertz, 1981, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta, Pustaka Jaya
16
http:id.wikipedia.orgwikipesta
Universitas Sumatera Utara
dan khitanan sunatan yang ditandai dengan perjamuan makan dan minum serta bersukaria.
Tradisi nyumbang yang terlihat dalam menyelenggarakan selamatan dan hajatan juga umumnya berbeda, dimana pada slametan bentuk sumbang
menyumbang yang dilakukan biasanya sebagai bentuk kesadaran diri dan rasa solidaritas dan bentuknya juga sebatas pada penyesuaian kebutuhan disamping
bantuan tenaga dan jasa, seperti misalnya bantuan bahan pokok dalam bentuk baskoman serta uang yang nominalnya tidak lebih dari Rp.20.000 yang umumnya
hanya terdapat pada acara tilik bayi dan kelahiran sepasaranselapan. Sedangkan pada acara hajatan atau pesta, tradisi nyumbang akan terlihat sangat
mencolok sekali dan bentuk sumbang menyumbangnya yang jauh lebih besar dari acara slametan.
Dalam masyarakat Jawa di Desa Rawang menggelar acara seremonial yang berkaitan dengan siklus daur hidup sangat intens sekali dilakukan dan
bahkan sering dijumpai diantaranya seperti pada hajatan pernikahan dan khitanan, hajatan ini akan semakin ramai jika memasuki bulan-bulan tertentu seperti pada
saat sebelum memasuki bulan puasa, setelah lebaran, memasuki tahun baru terlebih lagi jika memasuki masa panen, maka jumlah orang yang menggelar
hajatan akan semakin banyak. Meskipun kemungkinan acara seperti slametan atau syukuran juga intensitasnya tidak kalah dengan acara hajatan, namun acara
slametan dianggap tidak seheboh dan semeriah hajatan sebagaimana di desa tersebut, bahkan masyarakat menganggapnya sebagai hal yang lumrah dalam
kehidupan mereka.
Universitas Sumatera Utara
Hajatan dipandang sebagai suatu acara yang ditunggu-tunggu atau istilah masyarakat setempat “barang sing dieman-eman metu” maksudnya bahwa
tabungan dan harta lain yang disimpan harus dibelanjakan untuk mencukupi kebutuhan hajatan. Hajatan dalam masyarakat juga dijadikan sebagai ajang pamer
untuk menunjukan kesuksesan anak-anaknya atau kedudukan orang tersebut dalam masyarakat. Karena pendanaan yang dikorbankan jauh lebih besar maka
resiko yang ada juga sama besarnya, bahkan terkadang berpotensi memunculkan konflik didalamnya. Tetapi justru acara seperti inilah yang memang sering
dijumpai didalam masyarakat bahkan tidak sulit menemukannya di banding dengan acara slametan, hal ini mengingat bahwa kehidupan mereka yang sebagian
besar sebagai petani dengan penghasilan yang tergolong minim justru untuk menggelar hajatan yang biayanya jauh lebih besar dari pendapatan mereka
semakin banyak dilakukan dan ini tentu saja sangat kontras dengan kehidupan ekonomi mereka terutama warga masyarakat yang tergolong ekonomi rendah.
3.4. Siklus Daur Hidup yang Termasuk Dalam Acara Slametan