BAB III TRADISI
NYUMBANG DALAM SIKLUS DAUR HIDUP MASYARAKAT JAWA DI DESA RAWANG
3.1. Filosofis Budaya Tradisi Nyumbang
Orang Jawa dalam kehidupannya baik pribadi maupun dalam bermasyarakat memiliki landasan pandangan dalam hidupnya
14
. Pandangan hidup seorang Jawa sudah ditanamkan dan terbentuk dalam keluarga yang telah
membekali hidupnya dengan pandangan-pandangan tersebut. Dengan adanya pandangan hidup ini diharapkan dalam bermasyarakat dapat tercipta kehidupan
yang harmonis dan selaras dengan irama kehidupan. “Sepi pamrih ramein gawe, memayu hayuning buwono” adalah salah satu
filosofi dasar orang Jawa yang mampu menggambarkan cita-cita orang Jawa. “Sepi pamrih, memiliki arti jauh dari dorongan untuk hanya mengejar
kepentingan sendiri. “Ramein gawe, berarti bergiat dalam hal melaksanakan kewajiban. Sementara “mamayu hayuning buwono, artinya ikut serta dalam
memperindah dunia, konsep pemikiran ini menjadi etos kerja orang Jawa. Jika
etos kerja tersebut diterapkan secara langsung, maka orang Jawa akan selalu memiliki ketentraman hati dalam melaksanakan segala kegiatannya dengan selalu
menjaga kedekatan hubungannya dengan Pencipta-Nya, antar sesama dan dengan alam.
14
Pandangan hidup dari budaya jawa yang sudah mengakar ini yakni berkaitan dengan
lima hakekat pokok ; hakekat hidup, hakekat kerja, hakekat waktu, hakekat hubungan manusia dengan sesamanya dan
hakekat hubungan manusia dengan alam sekitarnya Koentjaraningrat,1984.
Universitas Sumatera Utara
Berbicara mengenai kebudayaan Jawa juga akan selalu berada di dalam lingkaran defenisi keseimbangan, keselarasan dan keserasian. Dalam diri orang
Jawa akan selalu terpatri unsur kata harmoni, yang kemudian terpotret dalam wujud keramahan dalam tingkah pola orang Jawa sehari-harinya. Salah satu
budaya yang menonjol dari etos kerja individu Jawa yang di dasari dari pandangan hidup mereka adalah tentang budaya guyub. Budaya guyub
kolektivistik merupakan budaya yang tidak dapat dilepaskan dari masyarakat Jawa dimanapun mereka tinggal termasuk masyarakat Jawa di Desa Rawang.
Dalam masyarakat Jawa Desa Rawang, guyub sendiri di artikan dengan keperdulian yang kemudian ditunjukan oleh sikap dan tindakan untuk membantu,
dengan kata lain mempunyai pengertian perasaan suka rela untuk menggabungkan diri sehingga dicapai sebuah kekompakan dalam melakukan aktifitas kerja. Salah
satu yang merupakan produk budaya guyub adalah tradisi nyumbang. Karena merupakan budaya guyub, maka tentu saja tradisi nyumbang berkaitan langsung
dengan kehidupan sosial kemasyarakatan. Budaya guyub akan terlihat dalam hubungan kemasyarakatan orang Jawa
yang menjunjung tinggi asas gotong royong. Ada ungkapan Jawa yang berbunyi urip tulung tinulung yang artinya bahwa dalam hidup, orang harus saling tolong
menolong Suratno dan Astiyanto, 2009. Ajaran ini berangkat dari pandangan bahwa seseorang tidak mungkin hidup seorang diri. Sudah merupakan kodrat
seorang manusia yang membutuhkan orang lain manusia mahkluk sosial, oleh karena itu kita harus hidup saling tolong menolong.
Ungkapan yaitu nandur kebajikan, mbales budi menanam kebaikan membalas budi termasuk salah satu ungkapan yang menjadi panutan budaya
Universitas Sumatera Utara
guyub. Konsep nandur kebajikan merupakan peringatan agar seseorang tidak bersikap individualis atau sombong. Pengertian ungkapan ini juga mengandung
ajaran filosofis bahwa orang yang menanam pasti akan memetik hasilnya. Bila menanam kebaikan, pasti akan memetik kebaikan pula, keyakinan ini
membuahkan sikap murah hati untuk berbuat baik terhadap orang lain. Bila kita menerima kebaikan dari orang lain, hendaknyalah kita mbales budi atau
membalas budi sehingga jangan sampai kita hidup dengan berhutang jasa atas kebaikan orang lain.
Tradisi nyumbang juga dimaknai sebagai semangat gotong royong, dimana gotong royong dalam sistem nilai budaya Jawa menurut Koentjaraningrat
mengandung empat konsep yaitu : 1.
Manusia itu tidak hidup sendiri di dunia ini tetapi dilingkupi oleh komunitasnya, masyarakat dan alam semesta sekitarnya.
2. Manusia pada hakekatnya tergantung pada segala aspek kehidupan kepada
sesamanya 3.
Manusia harus selalu berusaha untuk memelihara hubungan baik dengan sesamanya, terdorong oleh jiwa sama rasa sama rata.
4. Manusia harus sedapat mungkin bersifat konform, berbuat sama dan
bersama dengan sesamanya di dalam komuniti, terdorong oleh jiwa duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, berat sama di junjung ringan sama pikul.
Pengertian gotong royong mengandung unsur kerelaan menyumbang tenaga, ketulusan dalam menolong, tanpa pamrih dan sebagainya. Perhitungan
yang sifatnya material tidak ada dalam semangat gotong royong, semua bentuk bantuan hanya akan dibalas dengan kebaikan yang setimpal.
Universitas Sumatera Utara
3.2. Siklus Daur Hidup Masyarakat Jawa