BAB IV PROFIL LOKASI PENELITIAN
4.1 Kondisi Geografis
Kelurahan Pluit merupakan salah satu wilayah kelurahan yang secara administratif masuk ke dalam wilayah Kecamatan Penjaringan, Kotamadya
Jakarta Utara. Letak Kelurahan Pluit diatur dalam surat keputusan Gubernur DKI Jakarta No 12511986 tanggal 29 Juli 1986 tentang pemecahan, penyatuan,
penetapan batas perubahan nama kelurahan di DKI Jakarta dan Penegasan Walikota Kotamadya Jakarta Utara, bahwa mengenai batas wilayah Kelurahan
Pluit sebelah Timur dengan batas Kelurahan Penjaringan adalah sepanjang Waduk Pluit bagian Timur, dengan demikian Kelurahan Pluit mempunyai luas wilayah
771,19 Ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara
: Laut Jawa Sebelah Timur
: Sepanjang tepi Waduk Pluit bagian Barat Sebelah Selatan
: Jalan Pluit Karang Selatan – Jalan Pluit Selatan Sebelah Barat
: Sungai Muara Angke – Sungai Cisadane PT. Jakarta properti memiliki kuasa pengelolaan tanah untuk wilayah
Muara Karang dan Pluit, sedangkan untuk wilayah Muara Angke berada di bawah pembinaan Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta.
Peruntukan tanah di wilayah kelurahan Pluit dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Wilayah Kelurahan Pluit menurut Peruntukan Tanahnya Tahun 2009
No Peruntukan Tanah
Luas ha Persentase
1. Perumahan 665.51
86.30 2. Fasilitas
Umum 38.56
500 3. Fasilitas
Sosial 57.06
740 4. Lain-lain
20.06 130
Jumlah
771.19 100.00 Sumber: Laporan Bulanan Kelurahan Pluit 2009
Secara umum, keadaan Muara Angke, Kelurahan Pluit merupakan lahan reklamasi yang keadaannya masih labil. Kawasan ini mempunyai kontur
permukaan tanah datar, dengan ketinggian 0 sampai 1 meter di atas permukaan laut. Geomorfologi pantai lunak sehingga menyebabkan daya dukung tanah
rendah dan proses intrusi air laut tinggi. Sedimen dasar laut didominasi oleh lumpur. Hilakore dkk, 2004.
4.2 Kependudukan
Kelurahan Pluit memiliki 20 Rukun Warga RW dengan total jumlah penduduk sebesar 46319 jiwa. Sebanyak 99.82 dari penduduknya atau sekitar
46236 jiwa adalah Warga Negara Indonesia , selain itu sebanyak 0.18 atau 83 jiwa merupakan Warga Negara Asing. Dari Tabel 2, bahwa rasio jenis kelamin
penduduk kelurahan Pluit adalah 109 yang berarti terdapat 109 jiwa laki-laki diantara 100 jiwa perempuan. Jumlah penduduk Kelurahan Pluit ini tersebar di 20
wilayah Rukun Warga RW dengan jumlah Rukun Tetangga RT sebanyak 242 RT.
Tabel 2. Komposisi Penduduk Kelurahan Pluit Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2009
No. Umur
Tahun WNI WNA
Ketera- ngan
L Jiwa P Jiwa
Jumlah L
jiwa P
Jiwa Jumlah Jumlah
1. 0 – 4
1.674 1.594
3.268 -
- -
3.268 2.
5 – 9 1.746
1.676 3.422
- -
- 3.422
3. 10 – 14
1.694 1.639
3.333 -
- -
3.333 4.
15 – 19 1.814
1.609 3.423
1 2
3 3.426
5. 20 –24 1.751
1.576 3.327 3 1
4 3.331
6. 25 – 29
1.808 1.668
3.476 2
3 5
3.481 7.
30 – 34 1.903
1.716 3.619
2 4
6 3.625
8. 35 – 39
1.898 1.584
3.482 3
2 5
3.487 9.
40 – 44 1.774
1.611 3.385
4 4
8 3.393
10. 45 – 49
1.829 1.503
3.332 4
3 7
3.338 11.
50 – 54 1.744
1.533 3.277
8 4
12 3.289
12. 55 – 59
1.662 1.489
3.151 5
4 9
3.160 13.
60 – 64 1.587
1.391 2.978
3 4
7 2.985
14. 65 – 69
666 811
1.478 4
1 5
1.483 15. 70
–74 476 587
1.063 2
6 8
1.071 16. 75
– keatas
76 147 223
2 2 4 227
Jumlah 24.102 22.134 46.236 43
40 83
46.319
Sumber : Monografi Kelurahan 2009
Struktur penduduk khususnya di wilayah Muara Angke sendiri menurut
pemukinannya terbagi menjadi 2 dua kelompok, yaitu 1 Penduduk atau
pemukim tetap. Penduduk tetap ini menempati pemukiman nelayan permanen yang telah disediakan oleh Pemerintah secara terstruktur dalam sistem RW dan
RT. Walaupun menempati perumahan nelayan, tidak semua dari mereka berprofesi sebagai nelayan namun ada juga yang bekerja sebagai pedagang kaki
lima, pedagang ikan di pasar ikan Muara Angke, dan tukang ojek. Karena sistem pemukiman mereka sudah terstruktur, sebagian besar mereka telah memiliki Kartu
Tanda Penduduk KTP DKI Jakarta. 2 Penduduk tidak tetap musiman, pada
umumnya mereka pendatang dari Jawa khususnya Indramayu dan Cirebon. Mereka sebagian besar adalah nelayan tradisional yang di kampung halamannya
juga memiliki pekerjaan lain sebagai petani atau pedagang. Kegiatan sebagai nelayan mereka lakukan untuk mengisi waktu luang ketika musim tanam di
kampung halaman telah usai. Masa tinggal mereka di Muara Angke bervariasi mulai dri mingguan, bulanan, dan satu semester 6 bulan. Dahulu, mereka tidak
memiliki Kartu Tanda Penduduk KTP DKI Jakarta namun kini mereka telah memiliki KTP DKI Jakarta karena kini mereka telah meninggalkan pekerjaan di
kampung halamannya dan menetap di Muara Angke sebagai nelayan. Mereka menempati rumah di bantaran sungai Angke Kampung Kali Adem dengan
kondisi yang kurang layak.
4.3 Tingkat Pendidikan