Konversi Lahan Hutan Faktor Penyebab Degradasi Mangrove

pembangunan prasarana wisata, di mana salah satu pilihannya adalah dengan mengkonversi areal hutan mangrove.

2.1.8 Konflik Pemanfaatan Kawasan Ekosoistem Mangrove di Wilayah Pesisir.

Konflik sumberdaya mangrove sebagaimana peristiwa konflik yang lain berawal pada ketimpangan kepentingan dari beberapa pihak. Selain itu, sumberdaya mangrove sebagai salah satu komponen sumberdaya pesisir SDP yang menjadi obyek konflik antara masyarakat dan pemerintah. Satria 2009 menyebutkan bahwa konflik antara pemerintah dan masyarakat pesisir diakibatkan oleh kuatnya intervensi kebijakan dari pemerintah. Parahnya, kebijakan itu seringkali tidak memihak masyarakat namun justru mengeliminasi hak-hak masyarakat dalam mengakses dan mengontrol SDP khususnya dalam konteks ini adalah sumberdaya mangrove. Konflik pemanfaatan lahan pesisir dapat disebut sebagai salah satu bagian dari konflik sumberdaya perikanan. Menurut Charles 2000, pemanfaatan lahan terjadi antara pihak pihak pesisir dengan pihak lain. Pihak lain tersebut memiliki motif-motif tertentu yang berseberangan dengan kepentingan masyarakat pesisir seperti motif ekonomi. Sementara menurut Sinurat 2000, konflik dalam sumberdaya pesisir terbagi menjadi dua yakni konflik pemanfaatan ruang dan konflik kewenangan dari ketimpangan berbagai sektor seperti sektor perikanan dan kelautan, sektor kehutanan, sektor perindustrian, sektor pariwisata dan sektor lainnya yang terkait. Menurut Yulianti 2006, pangkal permasalahan konflik pesisir adalah tidak adanya pengelolaan wilayah pesisir yang bersifat sistematis, terpadu dan komprehensif. Berkaitan dengan penjelasan sebelumya, Rudianto 2004 menyebutkan beberapa penyebab konflik di wilayah pesisir sebagai berikut: 1. Batas-batas status tanah kepemilikan yang tidak jelas seperti hak milik, hak guna usaha, hak bangunan, hak pakai, hak membuka tanah dan hak memungut hasil sumberdaya, 2. Terjadi transfer of ownership, 3. Eksklusivisme penggunaan lahan karena adanya power of money. 4. Pemerintah daerah tidak konsisten menerapkan rencana tata ruang wilayah. 5. Lemahnya penegakan hukum law enforcement.

2.2 Kerangka Pemikiran

Gambar 2 menjelaskan tentang tata kelola sumberdaya mangrove yang dilatarbelakangi oleh kebijakan konservasi hutan mangrove yang pada umumnya dilakukan dengan pendekatan top down oleh pemerintah. Pemasungan dan pembatasan hak akses masyarakat tentu akan terjadi sebagai suatu konsekuensi pengalihan kuasa dan fungsi pemanfaatan hutan mangrove. Kejadian ini tentu akan menimbulkan pola hubungan atau interaksi sosial- ekologi antara pihak yang saling bersentuhan dan memiliki kepentingan akan hutan mangrove. Pihak yang terlibat dalam hubungan atau interaksi sosial-ekologi di kawasan hutan mangrove adalah pemerintah dan masyarakat pesisir terkait dengan adanya ketetapan konservasi hutan mangrove berupa Suaka Marga Satwa Muara Angke. Hubungan atau interaksi sosial-ekologi terbagi menjadi interaksi yang bersifat asosiatif dan disosiatif yang dilihat dari segi keberagaman aktivitas yang dilakukan masyarakat pesisir di kawasan hutan mangrove. Hal ini akan menyebabkan timbulnya perubahan sosio-ekologis pada tataran kehidupan bermasyarakat yang dilihat dari perubahan kondisi hutan mangrove dan kohesivitas hubungan sosial-ekologi antara masyarakat dengan pemerintah ataupun dengan pihak swasta. Gambar 2. Kerangka Analisis Penelitian Pemerintah HUTAN MANGROVE Kebijakan Konservasi dari Pemerintah topdown Masyarakat HubunganInteraksi Sosial-Ekologi • Penggunaan alat tangkap • Pembuangan limbah rumah tangga sampah. • Pemanfaatan hasil hutan • Dukungan terhadap kebijakan pemerintah • Penangkapan satwa liar • Pembukaan lahan untuk bangunan, pemukiman. luas lahan bukaan • Dukungan dan rekasi terhadap pembangunan oleh swasta • Hubungan antar sesama masyarakat Perubahan sosio-ekologis • Dimensi Perubahan Sosial • Kondisi ekosistem pesisir banjir, hasil tangkapan nelayan, gangguan satwa liar ke pemukiman Swasta Manusia-Manusia • Asosiatif • Disosiatif Manusia-Alam: • Ekosentrisme • Antroposentrisme

Dokumen yang terkait

Dampak reklamasi pantai utara jakarta terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat: tinjauan sosiologis masyarakat di sekitaran pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara

10 55 168

Zakat hasil tangkapan laut di kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara

1 31 0

Keragaan Wanita Pekerja pada Industri Pengelohan Hasil Perikanan Tradisional (PI-PT) Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, DKI Jakarta

0 8 137

Penilaian Manfaat Ekonomi Hutan Mangrove di Kawasan Angke-Kapuk Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara

0 8 116

Studi Perbandingan Hasil Tangkapan Ikan yang Didaratkan dan Dilelang di PPJ Muara Angke dan PPI Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara.

0 11 123

Hubungan Motivasi Kerja dengan Perilaku Nelayan pada Usaha Perikanan Tangkap (Kasus di Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara)

0 5 107

Sikap komunitas pesisir eks kali adem terhadap huniannya di rumah susun cinta kasih Tcu Chi 2 Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakrta Utara

0 7 108

Sikap Komunitas Pesisir Eks Kali Adem terhadap Huniannya di Rumah Susun Cinta Kasih Tzu Chi 2 Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara

0 12 9

Keanekaragaman Serangga di Ekosistem Mangrove: Studi Kasus Hutan Mangrove di Kawasan Pesisir Angke Kapuk, Jakarta Utara

0 4 72

Faktor faktor yang mempengaruhi migrasi kerja nelayan ke non nelayan di muara angke, kelurahan pluit, kecamatan penjaringan, jakarta utara

1 8 77