Gerakan Penghijauan Interaksi Sosial-Ekologi bersifat Asosiatif antar Manusia

menjadi terabaikan. Masyarakat merasakan lebih banyak kerugian dari pada keuntungan atas keberadaan kawasan komersil tersebut, seperti sering terjadinya banjir kiriman maupun banjir rob yang harus dialami warga. Selain masalah bencana banjir, masalah sosial pun kerap muncul seiring dengan pesatnya pertumbuhan kawasan komersil yaitu pemingggiran lapangan pekerjaan khususnya nelayan, ketidakharmonisan hubungan warga akibat kesenjangan sosial-ekonomi yang sangat timpang, serta keterdesakan lahan pemukiman masyarakat nelayan akibat penggusuran untuk pembangunan kawasan komersil. c Kemitraan antara sesama masyarakat pesisir Muara Angke. Hubungan ini sangat tampak pada kelembagaan informal masyarakat seperti pola hubungan patron-klien antara pelaku industri rumahan di bidang pengolahan ikan dengan para nelayan Muara Angke. Pelaku industri pengolahan ikan bertindak sebagai patron yang mengumpulkan hasil tangkapan nelayan untuk dijadikan bahan baku utama industrinya. Nelayan yang melakukan transaksi perniagaan dengan pelaku industri pengulahan ikan adalah nelayan tradisional Kali Adem. Keterbatasan jumlah tangkapan membuat meraka tidak memasok di Tempat Pelelangan Ikan TPI Muara Angke. Hubungan ini lebih bersifat simbiosis mutualisme antara pelaku industri dengan nelayan.

5.2.1.3 Gerakan Penghijauan

Tingginya laju pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri di pantai utara Jakarta menyebabkan reklamasi semakin marak, sehingga luas hutan mangrove pun semakin lama semakin menyempit. Hal ini membuat pemerintah Kementrian Kehutanan dibantu oleh Pemprov DKI Jakarta mengambil langkah untuk melakukan gerakan penghijauan dengan menggerakkan masyarakat setempat untuk terlibat. Pemerintah juga beberapa kali melakukan sosialisasi pentingnya penanaman mangrove kepada masyarakat agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya ekosistem hutan mangrove bagi lingkungan dan menumbuhkan minat untuk melakukan penanaman mangrove. Upaya tersebut dapat digolongkan pada bentuk interaksi asosiatif yang berkaitan dengan pengelolaan hutan mangrove karena mengandung unsur kebersamaan dan kerjasama yang mengarah pada perubahan positif pada lingkungan dan sosial kemasyarakatan. Keterlibatan masyarakat dalam program penghijauan dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Persentase Masyarakat Muara Angke yang Ikut Terlibat dalam Kegiatan Penghijauan Tahun 2010. Sumber: Hasil Pengolahan Data Kuantitatif 2010 Keterangan: A = mengabaikan dan menggagalkan penghijauan, B = melakukan pengijauan karena insentifimbalan, C = memiliki kesadaran penghijauan namun tidak melakukan, D = memiliki kesadaran dan mau melakukan penghijauan, E = mempelopori atau ikut menggerakkan dan melakukan gerakan penghijauan, Berdasarkan data pada Gambar 7, dapat dilihat bahwa memang masih banyak responden dari total responden = 50 orang yang belum pernah terlibat dalam kegiatan penghijauan hutan mangrove namun telah memiliki kesadaran pentingnya penghijauan yaitu sebanyak 72 persen 36 orang. Jumlah tersebut mewakili masyarakat yang memang telah sadar serta merasa memiliki ikatan erat dengan hutan mangrove sebagai penyangga keseimbangan lingkungan hidup dan biota laut. Namun, karena faktor kesibukan mereka tidak melakukan penghijauan. Lain halnya dengan responden yang ikut melakukan penghijauan, jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan responden yang tidak melakukan penghijauan yaitu sebanyak 18 persen 9 orang. Sedangkan responden yang mempelopori sekaligus ikut melakukan penghijauan jumlahnya 10 persen 5 orang saja. Dari keterangan di atas, tampak bahwa ada hubungan yang bersifat kerjasama, saling terkait dan membutuhkan antara pemerintah dengan masyarakat, meskipun jumlah reponden yang telah ikut serta melakukan penghijauan lebih sedikit dari yang tidak melakukannya. Gerakan penghijauan juga kerap dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan pelajar dari dan di luar wilayah DKI Jakarta. Hal ini menggambarkan adanya hubungan asosiatif antara pemerintah dengan institusi pendidikan sebagai bagian dari masyarakat yang lebih umum. 72 18 10 20 40 60 80 A B C D E

5.2.2 Interaksi Berdasarkan Etika Ekosentrisme antara Manusia dengan

Dokumen yang terkait

Dampak reklamasi pantai utara jakarta terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat: tinjauan sosiologis masyarakat di sekitaran pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara

10 55 168

Zakat hasil tangkapan laut di kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara

1 31 0

Keragaan Wanita Pekerja pada Industri Pengelohan Hasil Perikanan Tradisional (PI-PT) Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, DKI Jakarta

0 8 137

Penilaian Manfaat Ekonomi Hutan Mangrove di Kawasan Angke-Kapuk Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara

0 8 116

Studi Perbandingan Hasil Tangkapan Ikan yang Didaratkan dan Dilelang di PPJ Muara Angke dan PPI Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara.

0 11 123

Hubungan Motivasi Kerja dengan Perilaku Nelayan pada Usaha Perikanan Tangkap (Kasus di Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara)

0 5 107

Sikap komunitas pesisir eks kali adem terhadap huniannya di rumah susun cinta kasih Tcu Chi 2 Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakrta Utara

0 7 108

Sikap Komunitas Pesisir Eks Kali Adem terhadap Huniannya di Rumah Susun Cinta Kasih Tzu Chi 2 Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara

0 12 9

Keanekaragaman Serangga di Ekosistem Mangrove: Studi Kasus Hutan Mangrove di Kawasan Pesisir Angke Kapuk, Jakarta Utara

0 4 72

Faktor faktor yang mempengaruhi migrasi kerja nelayan ke non nelayan di muara angke, kelurahan pluit, kecamatan penjaringan, jakarta utara

1 8 77