2.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian, peneliti mengajukan beberapa dugaan mengenai hasil penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai
berikut: 1.
Terdapat perbedaan pola hubungan atau interaksi sosial-ekologi antar aktor stakeholder terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan
mangrove di Muara Angke. 2.
Terdapat interaksi sosial-ekologi yang bersifat asosiatif antar berbagai aktor stakeholder terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
hutan mangrove di Muara Angke. 3.
Terdapat interaksi sosial-ekologi yang bersifat disosiatif antar berbagai aktor stakeholder terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
hutan mangrove di Muara Angke. 4.
Terdapat perubahan lingkungan sebagai akibat dari interaksi sosial- ekologis antar berbagai aktor stakeholder terkait pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya hutan mangrove di Muara Angke.
2.4 Definisi Konseptual
1. Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-
sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan
sumberdaya pesisir Satria, 2009. 2.
Pemerintah adalah kelembagaan atau institusi formal yang memiliki wewenang dan kekuasaan legal untuk mengatur dan mengelola kehidupan
dan lingkungan di wilayahnya melalui intervensi peraturan atau kebijakan. 3.
Responden adalah anggota suatu rumahtangga masyarakat pesisir. 4.
Konservasi hutan mangrove adalah upaya perlindungan untuk menjaga kelestarian dan eksistensi hutan mangrove beserta seluruh ekosistem
hayati yang terdapat di dalamnya. 5.
Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yangn dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-
kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia Gillin dan Gillin, 1954 sebagaimana dikutip Soekanto,2002.
6. Interaksi ekologis adalah hubungan dinamis yang terjadi antara manusia
dengan alam sekitarnya. 7.
Interaksi sosial yang asosiatif adalah hubungan sosial yang sifatnya saling mendekatkan atau mempererat antara pihak-pihak yang terlibat yaitu
masyarakat pesisir Muara Angke dengan pemerintah. Contohnya, akomodasi, kerjasama, gotong-royong.
8. Interaksi sosial yang disosiatif adalah hubungan sosial yang sifatnya saling
menjauhkan antara pihak-pihak yang terlibat yaitu masyarakat pesisir Muara Angke dengan pemerintah. Contohnya, persaingan,pertentangan,
konflik, dan perusakan.
2.5 Definisi Operasional
1. Penggunaan alat tangkap ikan adalah perilaku atau cara yang digunakan
masyarakat pesisir untuk mendapatkan atau memanen hasil perikanan dengan menggunakan beberapa macam alat tangkap yang dimiliki.
Penggunaan alat tangkap ini dapat dilihat dari tingkatan yang paling tidak ramah lingkungan sampai yang ramah lingkungan. Pengukuran:
a. Menggunakan bom ikan = skor -2
b. Menggunakan racun pottasium = skor -1
c. Menggunakan jala atau kail biasa = skor 0
d. Menggunakan telapak tangan = skor +1
e. Tidak menangkap ikan untuk menjaga ekosistem = +2
2. Pembuangan limbah rumah tangga adalah perilaku atau cara masyarakat
membuang limbah rumah tangga berupa sampah dapur, sampah plastik, kertas, bekas bahan bangunan, selokan yang dikaitkan dengan tempat
yang digunakan sebagai pembuangan akhir sampah tersebut di kawasan hutan mangrove. Pengukurannya dapat dilihat dari tingkatan yang paling
tidak ramah lingkungan sampai yang paling ramah lingkungan: a.
Membuang semua limbah rumah tangga di hutan mangrove = skor -2 b.
Membuang sampah plastik, kertas di muara sungai kawasan mangrove = skor -1
c. Tidak membuang sampah sembarangan di muara sungai dan hutan
mangrove = skor 0 d.
Memunguti sampah yang ada di muara sungai dan hutan mangrove = skor +1
e. Memunguti dan mendaur ulang sampah menjadi barang yang
bermanfaat = skor +2 3.
Pemanfaatan hasil hutan adalah perilaku arau cara yang digunakan masyarakat pesisir untuk memanen hasil hutan mangrove berupa kayu,
ranting, daun untuk obat-obatan, madu guna memenuhi kehidupan ekonomis masyarakat. Pengukurannya dapat dilihat dari tingkatan yang
paling eksploitatif sampai yang paling preservatif: a.
Menebang habis kawasan hutan mangrove = skor -2 b.
Mengambil kayu bakar, ranting, memanen madu, obat-obatan = skor -1 c.
Tidak memanfaatkan atau memanen hasil hutan = skor 0 d.
Menjaga kelestarian ekosistem hutan mangrove = skor +1 e.
Menjaga kelestarian ekosistem hutan mangrove dengan menggunakan zonasi dan peraturan sesuai kearifan lokal = skor +2
4. Gotong royong adalah suatu kegiatan rutin kemasyarakatan yang bersifat
kerjasama saling bahu membahu dalam hal menjaga kebersihan lingkungan, khususnya kawasan pesisir dan bantaran Kali Angke.
Pengukuran kegiatan ini dapat dilihat dari frekuensi waktu pelaksanaan kegiatan, yaitu:
a. Tidak pernah sama sekali = skor -2
b. Setiap empat bulan = skor -1
c. Setiap tiga bulan = skor 0
d. Setiap dua bulan = skor +1
e. Setiap bulan rutin = skor +2
5. Gerakan penghijauan hutan mangrove adalah kegiatan penanaman kembali
pada kawasan hutan yang gundul sebagai upaya rehabilitasi fungsi dan eksistensi hutan mangrove di Muara Angke. Sikap responden terhadap
kegiatan penghijuan hutan mangrove dapat dilihat dari pengukuran sebagai berikut:
a. Mengabaikan, tidak mau tahu kondisi hutan mangrove dan
menggagalkan upaya penghijauan di hutan mangrove = skor -2 b.
Melakukan penanaman mangrove karena terpaksa atau mengharap imbalan berupa uang intensif = skor -1
c. Memiliki kesadaran untuk menanam mangrove, namun tidak pernah
melakukannya = skor 0 d.
Melakukan penanaman mangrove untuk menjaga kelestarian hutan mangrove kesadaran diri sendiri = skor +1
e. Mempelopori dan menjadi bagian penggeak warga serta melakukan
penanaman mangrove bersama-sama dengan masyarakat = skor +2 6.
Dukungan terhadap kebijakan pemerintah adalah sikap yang ditunjukkan masyarakat untuk mau atau tidak mau mematuhi peraturan yang ditetapkan
pemerintah terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan hutan mangrove. Pengukurannya dapat dilihat dari tingkatan yang paling melanggar sampai
yang paling mematuhi: a.
Melanggar dan menentang peraturan secara brutalperlawanan dengan merusak hutan mangrove yang masuk zona inti perlindungan = skor -2
b. Menentang tanpa ada perlawanan aksi nyata terhadap peraturan
terkait dengan hutan mangrove = skor -1 c.
Bersikap biasa saja terhadap peraturan yang ditetapkan pemerintah = skor 0
d. Mendukung, mematuhi, dan melaksanakan peraturan yang ditetapkan
pemerintah terkait dengan hutan mangrove = skor +1 e.
Mendukung dan ikut menghimbau warga lain untuk sama-sama mematuhi atau melaksanakan peraturan pemerintah = skor +2
7. Sikap responden terhadap pembangunan kawasan industri dan hunian elit
PIK di sekitar lingkungan pemukiman responden dan hutan mangrove. a.
Sangat tidak setuju = skor -2 b.
Tidak setuju = skor -1 c.
Tidak tahunetral = skor 0 d.
Setuju = +1 e.
Sangat setuju = +2
8. Bentuk reaksi responden terhadap pihak swasta yang melakukan
pembangunan perumahan elit dan pertokoan di lingkungan Muara Angke. a.
Mendukung, ikut terlibat dan membantu pihak swasta, serta ikut mengambil keuntungan dari kegiatan tersebut = skor -2
b. Mendukung namun tidak melibatkan diri dalam kegiatan tersebut dan
tidak ada perlawanan terhadap pihak swasta = skor -1 c.
Tidak ada reaksi apapun terkait kegiatan yang dilakukan pihak swasta = skor 0
d. Menentang namun tidak ada aksi nyata terhadap kegiatan tersebut =
skor +1 e.
Menentang dan melakukan berbagai gerakan dan aksi sosial serta aksi politik dalam melawan bahkan menghentikan kegiatan yang dilakukan
swasta di kawasan hutan mangrove = skor +2 9.
Bentuk konflik yang terjadi antara masyarakat dengan pihak pemerintah dan atau swasta terkait dengan akses dan pemanfaatan di sekitar kawasan
hutan mangrove. a.
Terjadi pertentangan antara kedua belah pihak hingga menimbulkan tragedi saling bunuh = skor -2
b. Terjadi kekerasan dalam bentuk pekelahianpersaingan perebutan hak
pengelolaan hutan mangrove misalnya: kerusuhan, tawuran = skor -1 c.
Terjadi kondisi saling mengancam pada kedua belah pihak yang berselisih = skor 0
d. Terjadi perdebatan beda pendapat dan perbedaan kepentingan antara
kedua pihak. = skor +1 e.
Terjadi penyebaran desas-desus gossip atau isu yang saling mejelekkan dan berprasangka secara sembunyi-sembunyi antara kedua
belah pihak = skor +2 10.
Penangkapan satwa liar adalah tindakan yang dilakukan warga untuk menangkap satwa liar yang terdapat pada kawasan lindung hutan
mangrove guna dipelihara, diperjual-belikan, atau untuk dibunuh. Pengukurannya dapat dilihat dari tingkatan yang paling eksploitatif sampai
yang paling preservatif:
a. Menangkap dan membunuh seluruh satwa yang ditemui di kawasan
hutan mangrove = skor -2 b.
Menangkap satwa untuk diperjual-belikan atau dipelihara = skor -1 c.
Bersikap biasa saja atau tidak acuh pada keberadaan satwa liar di hutan mangrove = skor 0
d. Tidak menangkap dan membunuh satwa yang ada di hutan mangrove =
skor +1 e.
Tidak menangkap, membunuh, bahkan menkonservasi satwa yang ada di hutan mangrove bersama-sama dengan semua lapisan masyarakat =
skor +2 11.
Pembukaan lahan untuk bangunan dan pemukiman adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi luasan lahan tutupan mangrove. Pengukuran
dapat dilihat dari luasan lahan bukaan mangrove yang diakibatkan dari yang paling besar sampai yang paling kecil:
a. Luas bukaan lahan ≥ 10 ha = skor -2
b. Luas bukaan lahan 0-10 ha = skor -1
c. Tidak memiliki lahan bukaan di kawasan hutan mangrove = skor 0
d. Menghindari untuk membuka lahan mangrove yang dilindungi untuk
mendirinkan bangunan atau tambak = skor +1 e.
Mencegah dan menghimbau warga untuk tidak membuka lahan di kawasan lindung hutan mangrove = skor +2
12. Hasil tangkapan ikan yang menjadi konsekuensi dari turunnya kualitas
ekosistem pesisir diukur dari jumlah sabagai berikut: a.
Berkurang lebih dari setengah hasil tangkapan = skor -2 b.
Berkurang tidak lebih dari setengah hasil tangkapan = skor -1 c.
Tidak terjadi penurunan hasil tangkapan = skor 0 d.
Kenaikan hasil tangkapan kurang dari setengah hasil tangkapan = skor +1
e. Kenaikan hasil tangkapan lebih dari setengah hasil tangkapan = skor
+2
13. Banjir sebagai konsekuensi dari berkurangnya luasan hutan mangrove
setelah reklamasi pesisir dan sebelum reklamasi pesisir sehingga terjadi kenaikan air laut dan merupakan dampak dari rusaknya ekosistem sungai
Angke dari hulu ke hilir diukur menurut frekuensi sebagai berikut: a.
Banjir terjadi harian hampir setiap hari = skor -2 b.
Banjir terjadi mingguan = skor -1 c.
Banir terjadi bulanan = skor 0 d.
Baniir terjadi tahunan = skor +1 e.
Tidak terjadi banjir = skor +2 14.
Gangguan satwa liar ke pemukiman penduduk akibat rusaknya atau menurunnya kualitas dan kuantitas hutan mangrove dapat diukur dengan
melihat frekuensinya sebagai berikut: a.
Gangguan satwa terjadi harian hampir setiap hari = skor -2 b.
Gangguan satwa terjadi mingguan = skor -1 c.
Gangguan satwa terjadi bulanan = skor 0 d.
Gangguan satwa terjadi tahunan = skor +1 e.
Tidak terjadi gangguan satwa = skor +2
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan ditunjang oleh pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk lebih memahami
fakta sosial yang menjadi fokus penelitian Singarimbun, 1989. Pendekatan kuantitatif yang dipilih oleh peneliti adalah pendekatan yang mampu memberikan
penjelasan hubungan dan intensitas kedalaman antar variabel melalui penghitungan data yang dikuantifikasikan, sehingga dapat memperlihatkan
gambaran hubungan antar variabel penelitian tersebut. Penelitian ini juga mengkombinasikan dengan pendekatan kualitatif sebagai pendekatan pendukung
agar didapatkan data yang lebih mendalam dan yang belum bisa digambarkan dari penggunaan pendekatan kuntitatif.
Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survai yaitu melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen utama dalam
pengambilan data kuantitatif. Sedangkan pendekatan kualitatif menggunakan metode non-survai dengan menggali data melalui studi kasus, observasi atau
pengamatan di lapangan, dan wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan panduan pertanyaan
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitaian ini dilaksanakan di Permahan Nelayan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta.
Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa pada lokasi tersebut terdapat permasalahan pengelolaan hutan mangrove sebagai
salah satu ruang hijau terbuka RTH yang dilindungi pemerintah menjadi Suaka Marga Satwa Muara Angke di kawasan ibukota DKI Jakarta, yaitu berdasarkan
ketetapan perundangan berupa Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 755Kpts-II1998. Berdasarkan fakta tersebut, maka menarik jika
dilakukan studi mengenai dinamika interaksi sosial-ekologis masyarakat pesisir Muara Angke yang memiliki tingkat heterogenitas dan kepadatan penduduk yang