Struktur Agraria Hutan Mangrove dan Pesisir

tradisional yang selama ini menggantungkan hidup kepada sumberdaya alamiah tersebut.

2.1.5 Struktur Agraria Hutan Mangrove dan Pesisir

Berdasarkan konsepsi pendekatan terpadu didalam pengelolaan ruang kawasan pantai dan hutan mangrove, terdapat pembagian dua kelompok besar kawasan pantai, yaitu kawasan pantai berhutan bervegetasi dan kawasan pantai tak berhutan. Selanjutnya berdasarkan daya dukung dan daya topang masing- masing kelompok kawasan ini dapat diperuntukkan sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan yang termasuk di dalam kawasan lindung adalah: 1. Hutan produksi terbatas 2. Hutan lindung terdiri dari kawasan lindung pantaihutan lindung mutlak, bantaran sungai dan jalur hijau sepanjang pantai dan sekeliling danau dan sekitar, sumber air di wilayah pesisir, kawasan pelindung pantai dari ancaman bencana alam, serta lahan gambut pesisir yang peka akan degradasi lingkungan. 3. Kawasan suaka alam dan suaka margasatwa 4. Kawasan konservasi alam lainnya seperti taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar biosfir, cagar budaya dan laboratorium lapangan. Pengklasifikasian fungsi kawasan pantai dan hutan mangrove di Indonesia belum sepenuhnya mengikuti peraturan perundangan yang ada. Hal ini berakibat kepada timbulnya berbagai pelanggaran-pelanggaran pengelolaan lahan dan perusakan kawasan pantai. Pengelolaan kawasan lindung pantai seharusnya lebih menitikberatkan kepada pertimbangan ekologisnya daripada kajian sosial ekonomisnya Dephut, 2010. Menurut Kusumastanto 2007, persoalan penting yang menjadi penyebab kemiskinan nelayan adalah ketimpangan struktur agraria di pesisir, yang dapat dibedakan antara isu agraria di desa pesisir yang berada di pulau besar main land dan di desa pesisir yang berada di pulau kecil small island. Desa pesisir di pulau besar memuliki sejmlah isu-isu kritis baik di tanah maupun di air. Pada sumber agraria tanah, isu yang muncul adalah tentang status lahan pemukiman, pola penguasaan areal pertambakan, pola penguasaan lahan produksi garam dan mangrove. Permasalahan utama dalam isu itu adalah siapa yang dominan dalam penguasaan lahan.

2.1.6 Pengertian Konflik

Dokumen yang terkait

Dampak reklamasi pantai utara jakarta terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat: tinjauan sosiologis masyarakat di sekitaran pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara

10 55 168

Zakat hasil tangkapan laut di kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara

1 31 0

Keragaan Wanita Pekerja pada Industri Pengelohan Hasil Perikanan Tradisional (PI-PT) Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, DKI Jakarta

0 8 137

Penilaian Manfaat Ekonomi Hutan Mangrove di Kawasan Angke-Kapuk Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara

0 8 116

Studi Perbandingan Hasil Tangkapan Ikan yang Didaratkan dan Dilelang di PPJ Muara Angke dan PPI Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara.

0 11 123

Hubungan Motivasi Kerja dengan Perilaku Nelayan pada Usaha Perikanan Tangkap (Kasus di Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara)

0 5 107

Sikap komunitas pesisir eks kali adem terhadap huniannya di rumah susun cinta kasih Tcu Chi 2 Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakrta Utara

0 7 108

Sikap Komunitas Pesisir Eks Kali Adem terhadap Huniannya di Rumah Susun Cinta Kasih Tzu Chi 2 Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara

0 12 9

Keanekaragaman Serangga di Ekosistem Mangrove: Studi Kasus Hutan Mangrove di Kawasan Pesisir Angke Kapuk, Jakarta Utara

0 4 72

Faktor faktor yang mempengaruhi migrasi kerja nelayan ke non nelayan di muara angke, kelurahan pluit, kecamatan penjaringan, jakarta utara

1 8 77