Tujuan dan Manfaat Wisata Pertanian Sistem Pengembangan Wisata Pertanian

27 langsung seperti hanya menyediakan makanan hasil produksi pertanian kepada pengunjung; d. agrowisata dengan kegiatan pertanian yang memiliki kontak secara langsung pada lokasi, dengan melakukan demonstrasi kegiatan pertanian; e. agrowisata dengan kegiatan pertanian bagi pengunjung, yang memiliki kontak secara langsung, merupakan agrowisata asli yang memperbolehkan partisipasi pengunjung dalam kegiatan pertanian.

2.2.2 Tujuan dan Manfaat Wisata Pertanian

Wisata pertanian atau agrowisata merupakan hasil dari pengembangan pariwisata dan pertanian. Departemen Pertanian 2008 menyebutkan bahwa tujuan dari agrowisata adalah untuk 1 meningkatkan penerimaan devisa bagi negara Indonesia dan pendapatan bagi daerah yang bersangkutan; 2 mengamankan dan melestarikan keberadaan produk pertanian Indonesia sebagai salah satu diversifikasi produk wisata; 3 menciptakan iklim berusaha yang baik kepada para pengusaha di bidang pertanian dan pariwisata di dalam penyelenggaraan dan pelayanan agrowisata. Sugeng 2004 mengungkapkan bahwa sektor pertanian yang di dalam perkembangannya terdapat agrowisata dapat menciptakan lapangan pekerjaan karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang saat ini semakin pesat. Pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan dapat meningkatkan pendapatan petani, melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya dan teknologi lokal yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya Departemen Pertanian 2008. Manfaat agrowisata secara umum adalah sebagai berikut Tirtawinata dan Fachrudin 1999: a. meningkatkan konservasi lingkungan, b. meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam, c. memberikan nilai rekreasi, d. meningkatkan kegiatan ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan e. mendapatkan keuntungan ekonomi.

2.2.3 Sistem Pengembangan Wisata Pertanian

Sistem pengembangan agrowisata ini sangat terkait dengan beberapa input yang membentuknya. Input-input tersebut adalah input pertanian yang menggunakan aktivitas produksi dan sumber daya manusia, input eksogenus yang menggunakan peraturan, situasi geografis, dan sosial budaya masyarakat, serta input pariwisata yang menggunakan bisnis wisata, promosi, transportasi, dan investasi sarana penunjang wisata Gambar 2 Departemen Pertanian 2008. 28 Gambar 2 Sistem pengembangan wisata pertanian Sumber: Departemen Pertanian 2008 Pengelolaan agrowisata mencakup berbagai subjek, seperti bagaimana menyatakan pariwisata dengan baik, meminimalisasi dampaknya, dan menyusun pola dan arah pengembangannya. Untuk mewujudkan pengelolaan agrowisata berwawasan lingkungan diperlukan integrasi dengan perencanaan pengolahan tanah, perencanaan jenis tanaman yang pada saat ini telah ada tetapi belum dikelola sebagai tanaman berdaya tarik wisata, perencanaan budi daya tanaman yaitu usaha jenis-jenis tanaman tertentu, dan beberapa perencanaan lainnya yang terkait dengan pembangunan agrowisata. Mengingat kompleksitas proses pengelolaan yang mengintegrasikan berbagai kepentingan dan kebijakan, terdapat beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk pengelolaan agrowisata berwawasan lingkungan. Menurut Fandeli 2001, terdapat arah pengembangan dasar kebijakan ekowisata yang dapat diterapkan dalam kebijakan agrowisata, yaitu sebagai berikut. a. Lingkungan alam dan sosial budaya harus menjadi dasar pengembangan pariwisata dengan tidak membahayakan kelestariannya. b. Agrowisata bergantung pada kualitas lingkungan alam dan sosial budaya yang baik, keduanya menjadi fondasi untuk meningkatkan ekonomi lokal dan kualitas kehidupan masyarakat yang timbul dari industri pariwisata. c. Keberlanjutan organisasi yang mengelola agrowisata harus terus dijaga agar sistem pengelolaan dapat berjalan baik bagi wisatawan, hubungan operator wisata dengan masyarakat lokal juga baik, dan pengelolaan sesuai dengan pengembangan potensi ekonomi lokal. d. Di kawasan agrowisata, wisatawan menikmati seluruh fasilitas yang ada dan aktivitas yang dapat memberikan pengetahuan baru dalam berwisata, tetapi tidak semua kebutuhan wisatawan tersebut dapat dipenuhi karena dalam beberapa hal mungkin terdapat harapan yang tidak sesuai dengan kondisi agrowisata yang bersangkutan. Input Pertanian a. Tayangan aktivitas produksi b. Tayangan produksi c. Sumber daya manusia d. Pesona alam lingkungan Output yang Dikehendaki a. Peningkatan jumlah wisatawan b. Peningkatan mutu layanan c. Peningkatan pendapatan Konsumen Agrowisata Sistem Pengembangan Agrowisata Output Tidak Dikehendaki a. Distorsi kegiatan b. Pencemaran lingkungan c. Disparitas pendapatan Input Eksogenus a. Peraturan b. Situasi geografis c. Sosial budaya Input Pariwisata a. Bisnis wisata b. Promosi c. Transportasi d. Investasi sarana penunjang wisata 29 e. Wisatawan cenderung mengharapkan kualitas pelayanan yang baik, sesuai dengan biaya yang dikeluarkan, dan mereka tidak selalu tertarik pada pelayanan yang murah harganya. f. Keinginan wisatawan cenderung bermacam-macam bergantung pada karakteristik wisatawan, tetapi semuanya dapat dipenuhi. g. Pengelolaan harus efisien dilakukan dan disempurnakan terus-menerus seiring dengan perkembangan pariwisata, termasuk juga menginventarisir komponen- komponen yang ada di sekitar agrowisata, terutama yang berpengaruh terhadap kebutuhan wisatawan. Dalam perkembangan industri wisata pertanian, Tirtawinata dan Fachrudin 1999 mengungkapkan permasalahan dalam pengembangan dan pengelolaan sebuah agrowisata. Beberapa permasalahan tersebut yang masih relevan dengan kondisi saat ini adalah sebagai berikut. a. Kurangnya kesadaran pengunjung terhadap lingkungan Kesadaran pengunjung terhadap lingkungan terutama di kawasan agrowisata sangat penting karena tanpa adanya kesadaran tersebut, kelestarian sebuah agrowisata akan menjadi rusak. b. Koordinasi antarsektor dan instansi terkait yang belum berkembang Dalam pengembangan agrowisata diperlukan sebuah koordinasi yang baik dari semua sektor dan instansi terkait, yang meliputi pemerintah sebagai pembuat aturan, rakyat atau petani sebagai subjek, dan dunia usaha pariwisata sebagai penggerak ekonomi rakyat. c. Belum adanya peraturan yang lengkap tentang agrowisata Pemerintah Indonesia belum mengeluarkan peraturan dan pengembangan yang lengkap mengenai kebijakan pengembangan agrowisata ke depan. Departemen Pertanian 2008 menyebutkan bahwa pengembangan agrowisata yang efektif dan efisien harus memperhatikan hal-hal penting sebagai berikut. a. Sumber daya manusia Sumber daya manusia meliputi kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan pengelola agrowisata dalam menyediakan, mengemas, dan menyajikan paket wisata yang menarik wisatawan untuk berkunjung ke agrowisata tersebut. Keberhasilan dari pengembangan agrowisata sangat bergantung pada kompetensi dari sumber daya manusia yang terlibat dalam agrowisata tersebut. Dalam hal ini keberadaan pemandu wisata dinilai sangat penting sehingga diperlukan suatu pendidikan khusus mengenai agrowisata. b. Sumber daya alam dan lingkungan Hal ini mencakup objek wisata yang dijual serta lingkungan sekitar termasuk masyarakat. Upaya mempertahankan kelestarian alam dan keasrian sumber daya alam yang dijual sangat menetukan keberlanjutan agrowisata. c. Promosi Kegiatan promosi merupakan kunci dalam mendorong kegiatan agrowisata. Informasi dan pesan promosi dapat dilakukan melalui leaflet, booklet, pameran, cinderamata, media massa serta penyediaan informasi pada tempat publik hotel, bandara, restoran, dan lainnya. d. Dukungan sarana dan prasarana Kehadiran wisatawan juga ditentukan oleh kemudahan-kemudahan yang diciptakan, mulai dari pelayanan yang baik, kemudahan akomodasi, transportasi, dan kesadaran masyarakat sekitarnya. Upaya menghilangkan hal-hal yang 30 bersifat formal dan kaku dan menciptakan suasana santai serta kesan bersih dan aman merupakan aspek penting yang perlu dihadirkan. Selain itu, dukungan berupa kebijakan pemerintah yang kondusif merupakan kerangka dasar yang diperlukan untuk mendorong perkembangan agrowisata. e. Kelembagaan Pengembangan agrowisata memerlukan dukungan semua pihak, di antaranya, pemerintah, swasta, lembaga terkait seperti biro perjalanan wisata, perhotelan, dan perguruan tinggi, serta masyarakat. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator dalam mendukung berkembangnya agrowisata. Gunn 1994 menguraikankan bahwa pengaruh eksternal dalam sistem wisata yang berkelanjutan adalah kebijakan pemerintah, sumber daya alam, sumber daya sosial budaya, organisasi kepemimpinan, kondisi keuangan, kegiatan kewirausahaan, komunitas, dan kompetisi atau persaingan antar usaha wisata untuk mendapatkan pengunjung. Menurut Soemarno 2008, terdapat sepuluh kriteria pengembangan kawasan agrowisata: a. daya tarik dengan bobot lima yang meliputi keindahan, banyaknya jenis sumber daya alam yang menonjol untuk wisata, keutuhan sumber daya alam, kebersihan udara, dan keberadaan ruang gerak pengunjung; b. potensi pasar dengan bobot lima yang meliputi jumlah penduduk kabupaten pada radius 75 km dan jarak objek dari terminal busnon-buspintu gerbang udara regional dan internasional; c. aksesibilitas dengan bobot lima yang meliputi kondisi jalan, jumlah kendaraan bermotor, frekuensi kendaraan umum, dan jumlah t empat duduk transportasi utama menuju lokasi per minggu; d. kondisi lingkungan dengan bobot empat yang meliputi tata guna lahan atau perencanaan, status pemilikan lahan, kepadatan penduduk, sikap masyarakat, mata pencaharian, pendidikan, media yang masuk, dampak sumber daya alam biologis, dan sumber daya fisik; e. pengelolaan perawatan dan pelayanan dengan bobot empat, yang berkaitan dengan k e p u a s a n p e n g u n j u n g d a n pelestarian obyek itu sendiri yang meliputi unsur-unsur pemantapan organisasi atau pengelola, mutu pelayanan, dan sarana perawatan dan pelayanan; f. kondisi iklim dengan bobot tiga yang meliputi pengaruh iklim dan cuaca terhadap waktu kunjungan, suhu udara ambient pada musim kemarau, jumlah bulan kering per tahun, rata-rata lama penyinaran matahari pada musim hujan, kecepatan musim angin, dan kelembaban udara ambient; g. akomodasi dengan bobot tiga, yang didasarkan pada jumlah kamar yang berada pada radius 75 km dari objek wisata. h. prasarana dan sarana penunjang dengan bobot dua yang meliputi prasarana yang ada pada radius 2 km dari batas kawasan, sarana penunjang, fasilitas khusus, dan fasilitas kegiatan; i. tersedianya air bersih dengan bobot dua yang meliputi jarak sumber air terhadap lokasi obyek wisata dan debit sumber air yang dapat dialirkan; j. hubungan dengan wisata lain dengan bobot satu, yaitu ada atau tidaknya serta jumlah obyek wisata lain dengan nilai daya tarik minimal 100 pengunjung, dalam radius 75 km dari objek wisata yang dinilai. 31

2.3 Sistem Pertanian Terpadu