66
Kesepakatan area pemisahan ini berdasarkan Peraturan Desa Pemisahan Daerah Pertanian dan Peternakan Kecamatan Sulamu No. 2Tahun 2007, yaitu bagi
para peternak yang memiliki hewan ternak berjumlah lebih dari 5 ekor yang digembalakan, harus membawanya ke area pemisahan ternak agar tidak mengganggu
lahan pertanian warga desa. Area pemisahan dibatasi oleh pagar yang pengawasan pagarnya menjadi tanggung jawab masing-masing kepala keluarga KK di desa
yang dilewatinya selebar 13 m. Jika pada waktu yang berjalan, terdapat tanaman budi daya warga yang dirusak ternak, aparat desa akan memeriksa kondisi jumlah atau
harga kerusakan dan posisi pagar yang rusak yang dapat ditentukan siapa pengelola pagar tersebut. Penggantian kerusakan tanaman akan dibebankan pada pengelola
pagar dan pemilik ternak dengan perbandingan 1:1. Misalnya jumlah kerusakan padi petani 0,25 ha, yang diperkirakan akan dapat dipanen sebanyak 5 blek kaleng
beras yang setara jumlahnya dengan 15 kg berasblek atau Rp 40.000,00 perhitungan beras yang belum di-mol. Total penggantian adalah 15 kgblek x 5
blek, yaitu 75 kg beras atau dihitung dengan harga Rp 200.000,00. Selanjutnya, uang ganti kerugian yang harus dibayar itu dibagi dua antara pengelola pagar dan
pemilik ternak. Daerah pemisahan ternak, selain berfungsi melindungi daerah pertanian dari kerusakan akibat ternak, juga memberikan kesempatan bagi ternak
untuk memperoleh makanan dari limbah buah jambu mete yang jatuh ke tanah.
Jambu mete Anarcadium occidentale merupakan tanaman yang mampu hidup dan bereproduksi pada kondisi cuaca yang kering. Jambu mete lokal banyak
ditemukan di kawasan studi walaupun produktivitasnya masih rendah jika dibandingkan dengan luas lahan yang tersedia, yaitu sekitar 450 kg gelondongha
atau sekitar 20 dari potensi jambu mete unggul Wahyudi et al. 2010. Setiap hari pada musim panen November-Januari penduduk dapat mengambil buah semu mete
yang berair untuk dijadikan pakan ternak babi dan sapi, dan 1-3 kg gelondong biji jambu mete untuk langsung dijual kepada pedagang pengumpul yang datang ke
kebun dengan harga Rp 8000,00 per kg. Banyaknya hasil panen bergantung pada umur tanam. Jambu mete yang berumur 3-4 tahun dapat menghasilkan gelondong
kering 2-3 kgpohon, yang meningkat menjadi 15-20 kgpohon pada umur 20-30 tahun bahkan masih berproduksi sampai umur 50 tahun.
4.4.3 Pertanian terpadu secara vertikal dengan usaha tani hulu-tengah-hilir.
Pada aspek pertanian terpadu secara vertikal berdasarkan keberadaan usaha tani hulu-tengah-hilir benih-produksi di atas lahan-pengolahan hasil, Desa Bipolo
dan Oeteta memiliki dua komoditas pada level 2 dan 3 dengan pengolahan limbah nilai 3. Desa Pariti dan Sulamu memiliki satu komoditas pada level 2 dan 3 dengan
pengolahan limbah nilai 2. Desa Pantai Beringin, Desa Pitay, dan Desa Pantulan memiliki satu komoditas pada level 2 tanpa pengolahan limbah nilai 1. Data usaha
tani hulu-tengah-hilir di Kecamatan Sulamu dapat dilihat pada Tabel 23.
67
Tabel 23 Usaha tani hulu-tengah-hilir di Kecamatan Sulamu
Desa Keterpaduan
Pengolahan limbah
Bibitbenih hulu
Produksi pertanian di atas lahan tengah
Usaha pengolahan hasil pertanian
hilir Bipolo
- Padi sawah
Hortikultura sayuran Kebun kelapa
Gewang Ternak sapi
Ternak ayam Ikanudang tambak
Garam tambak Kelapa kopra
Gula merahcuka Pakan ternak
Pakan ternakikan Arang
Pupuk Pupuk
Oeteta -
Padi sawah Hortikultura sayuran
Jambu mete Mangga
Lontar Tanaman obat
Ternak sapi Ternak ayam
Ikanudang tangkap Garam tambak
Gula cukasagu Garam iodium
Pakan ternak Pakan ternak
Pakan ternak Pakan ternak
Pupuk Pupuk
Pariti -
Padi sawah Hortikultura sayuran
Kebun kelapa Jambu mete
Ternak sapi Ternak ayam
Ikanudang tangkap Ikanudang kering
Pakan ternak Pakan ternak
Pakan ternak Pupuk
Pupuk
Pantai Beringin
- Padi gogo
Jambu mete Ternak sapi
Ikanudang tangkap -
-
Pitay -
Padi gogo Jambu mete
Ternak -
- Sulamu
- Padi sawah, gogo
Hortikultura sayur Jambu mete
Ternak sapi Ternak ayam
Ikanudang tangkap Ikanudang kering
Pakan ternak Pakan ternak
Pakan ternak Pupuk
Pupuk
Pantulan -
Padi gogo Jambu mete
Ternak -
-
Kawasan pertanian sawah di Kecamatan Sulamu merupakan sawah tadah hujan di daerah beriklim panas dengan curah hujan rendah dan dalam periode relatif
pendek Desember-April, tetapi masih memungkinkan untuk pengelolaan padi sawah dan padi gogo walaupun akan berisiko kekeringan. Kekeringan dapat
berakibat fatal dan berpengaruh pada kestabilan hasil terutama jika varietas yang ditanam berumur dalam dan relatif kurang tahan terhadap kekeringan Babu et al.
1996. Padi yang umum digunakan oleh petani di Kecamatan Sulamu adalah
68
Memberamo, Ciherang, dan Inpari karena merupakan varietas yang lebih tahan hama wereng coklat, cocok pada dataran rendah, berumur genjah, dan bermutu baik.
Sawah di Kecamatan Sulamu memiliki dua sifat pengelolaan yaitu secara tanggung renteng dan secara individual. Dalam pengelolaan secara tanggung renteng,
suatu luasan sawah milik seseorang dikelola bersama-sama tanggung renteng pada suatu musim tanam. Jika dikelola secara tanggung renteng, pada saat panen akan
dihitung besarnya biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing anggota dan keuntungannya dibagi sesuai dengan proporsi biaya yang dikeluarkan. Dalam
pengelolaan secara individual, pengelolanya adalah pekerja atau buruh sawah, yang apabila saat panen padi akan tiba, jasanya dibayar dengan beras hasil panen sebesar 1
blek 15 kg per hari kerja. Biasanya masing-masing petani akan mendapatkan luas lahan 20 are untuk dikelola dan luasan ini adalah ukuran luas yang umum dikelola
oleh petani padi sawah di desa-desa di Kecamatan Sulamu. Analisis biaya usaha tani padi sawah dapat dilihat pada Tabel 24. Sebuah keluarga petani dapat saja mengelola
beberapa sawah tetapi dengan luasan masing-masing sawah sebesar 20 are 1 are = 1 m x 100 m; 20 are = 20 m x 100 m. Jika petani membutuhkan uang sebelum panen,
ia dapat meminjam padi atau yang disebut tonda padi yaitu meminjam padi sebesar 1 blek 15 kg namun harus dikembalikan sebanyak 2 blek 30 kg padi.
Tabel 24 Analisis biaya usaha tani padi sawah per 20 are 2000 m
2
pada kawasan Uraian
Jumlah Harga satuan
Harga
Pengeluaran Benih padi
30 kg -
- Herbisidainsektisida
2 liter Rp 80 000
Rp 160 000 Sewa traktor
bajak 3 kali 10 000 are
3 kali Rp 600 000
Rp 600 000 NPK
3 karung 150 kg Rp 150 000 Rp 450 000
KCl 10 kg
Rp 6 000 Rp 60 000
Pengolahan lahan 4 org x 5 hari kerja x
15 kg 300 kg
Rp 7 500 Rp 2 250 000
Total Rp 3 520 000
Penghasilan Panen
20 karung 1000 kg
800kg Rp 7 500
Keuntungan Rp 6 000 000
Rp 2 480 000
Biasanya untuk pengelolaan lahan dilakukan oleh satu keluarga tani 15 kg adalah pembayaran dalam jumlah beras untuk 1 tenaga kerjahari kerja.
setelah beras dimol, mengalami penyusutan 20 menjadi 800 kg
Masyarakat petani memiliki kebiasaan menyimpan beras hasil panen tahun ini untuk dapat dipakai sebagai bibit padi pada tahun depan sehingga masyarakat
tidak harus membeli lagi jika tahun depan akan mulai kegiatan penyemaian padi. Padi hasil panen disimpan di suatu bilik khusus penyimpanan padi yang bersebelahan
dengan dapur rumah. Padi hasil panen akan dimasukkan ke dalam suatu wadah yang disebut sokal yang terbuat dari anyaman tunas gewang yang berfungsi lebih
kuataman melindungi jika dibandingkan dengan sebuah karung Gambar 19. Sokal
69
ini memiliki kapasitas sampai 100 blek 1500 kg Padi. Sokal ini aman dari gangguan tikus karena diletakkan dengan posisi digantung.
Gambar 19 Sokal sebagai tempat penyimpanan beras di bilik ruangan Kecamatan Sulamu khususnya Desa Bipolo dan Oeteta memiliki kegiatan
usaha tani gula merah gula lempeng dari tanaman gewang Corypha utan di Taupkole, Desa Bipolo dan lontar Borassus flabellifer di Oelnasi, Desa Oeteta.
Usaha tani ini bersifat skala kecil yang dikelola oleh individu pada lahan yang tidak terlalu luas dengan teknologi yang diwariskan secara turun-temurun. Di Kecamatan
Sulamu, usaha tani ini berjalan dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang tersedia secara alamiah dari segi bahan baku, tenaga kerja, dan bahan bakar. Pada
saat sumber dayabahan baku gula merah pohon gewang atau lontar cukup banyak, usaha tani akan berjalan dengan lancar. Namun, jika bahan baku terbatas seperti
jumlah pohon gewang produktif terbatas, tenaga kerja langka, dan bahan bakar menipis, keberlangsungan usaha tani gula merahgula lempeng ini akan terancam.
Hingga saat ini, usaha tani masih bergantung pada keberadaan pohon gewang atau lontar yang banyak tumbuh alami sejak lama masyarakat belum mengenal budi
daya gewang atau lontar, tenaga kerja keluarga, dan bahan bakar kayu sehingga pertumbuhan usaha ini masih lambat. Selain membuat gula merah, terdapat beberapa
fungsi tanaman gewang atau lontar yang telah banyak dimanfaatkan warga, yaitu sebagai berikut:
a.
pelepah daun bebak sebagai bahan bangunan rumah; b.
daun sebagai atap bangunan rumah; c.
buah dapat dimakan langsung seperti tanaman lontar; d.
bunga sebagai penghasil air nira yang dibuat minuman tuak dan cuka makanan; e.
batang sebagai tiang bangunan rumah, isi batang dewasa muda putak sebagai makanan ternak babi, dan isi batang dewasa dapat digunakan untuk membuat
tepungsagu. Pada usaha tani tanaman kelapa, umumnya penduduk menanam tanaman ini
hanya sebagai tanaman sela di pekarangan atau kebun miliknya. Pemanfaatan tanaman lain di antara kelapa dimaksudkan untuk menggunakan lahan yang tersisa.
Menurut Bambang dan Tarigan 2004, di dalam melaksanakan pola tanam kelapa dengan menggunakan tanaman sela harus mempertimbangkan cara pengusahaannya,
terutama dalam penggunaan sumber daya alam seperti cahaya matahari, unsur hara, air, media tumbuh, dan oksigen, memperhatikan sistem kanopi dari tanaman kelapa,
serta perakaran tanaman kelapa dan tanaman sela yang akan digunakan. Pada umumnya, di desa-desa di Kecamatan Sulamu, penduduk mempunyai tanaman
kelapa di pekarangannya 3-6 pohon. Yang ditanam sebagai tanaman sela adalah
70
singkong, labu, palawija, dan jagung disela di antara kelapa. Adakalanya, tanaman kelapa ditanam sebagai pagar luar dari pekaranganlahan kebun milik warga.
Di Desa Bipolo terdapat usaha pengolahan kelapa menjadi kopra oleh 10 kepala keluarga tani. Dengan memanfaatkan kebun seluas 30 are 30 m x 100 m
dengan jumlah 10-12 pohon kelapa yang dipanen setiap minggu. Waktu pemanenan dilakukan pagi atau sore hari asalkan keadaan cuaca mendukung misalnya, saat tidak
turun hujan. Buah kelapa untuk bahan kopra tidak dibiarkan jatuh dengan sendirinya karena buah yang jatuh sudah lewat masaknya sehingga tidak sesuai untuk bahan
kopra. Cara pemanenan adalah dengan memanjat pohon dan memotong buah kelapa menggunakan sabit atau parang. Keuntungan cara ini adalah dapat dipilih buah
kelapa yang siap panen dan dapat dilakukan pembersihan mahkota daun.
Kopra adalah daging kelapa yang dicungkil dari tempurung. Setelah dipanen, buah kelapa dibelah dan dijemur dengan tempurungnya selama 2 hari, kemudian
dicungkil dan diiris lalu dijemur lagi selama 2-3 hari. Kopra yang telah kering lalu dijual di pasar dengan harga Rp 3000,00 per kg. Dalam setiap minggu, petani kelapa
ini dapat menjual kelapa kopra kepada pedagang sebanyak 25-28 kg Gambar 20a. Limbah kopra berupa kumpulan batok kelapa yang telah digunakan lalu
dikumpulkan dan dijemur, sehingga pembakaran nanti akan berjalan lebih cepat. Batok kelap kering lalu dimasukkan ke dalam drum kosong dan dibakar menjadi
arang Gambar 20b.
Gambar 20 Petani Kelapa Kopra a dan hasil pembakaran arang batok kelapa b di Desa Bipolo
Pada usaha tani perikanan, ikan bandeng merupakan ikan air payau yang sangat populer dibudidayakan di Desa Bipolo. Ikan ini membutuhkan air laut dan
tambahan air tawar yang diambil dari sumur bor pada kawasan. Ikan bandeng sangat cocok dipelihara di kawasan Desa Bipolo karena menyukai suhu tinggi terutama
pada tambak peliharaan, yaitu dengan suhu mencapai 40
C, tetapi sensitif terhadap suhu rendah dan mengalami stres pada suhu 12
C. Sebagian besar petani bandeng di Desa Bipolo masih memanfaatkan nener
yang berasal dari alam karena minimnya pengetahuan petani mengenai teknologi pembenihan buatan dan keterbatasan modal. Mereka memanfaatkan nener alam yang
masih melimpah, yang dibeli dari Pantai Manikin, Desa Nunkurus, Kabupaten Kupang sekitar 15 km dari Desa Bipolo. Dalam pembesaran ikan bandeng di Desa
Bipolo, pembudi daya memperoleh persediaan air tawar dari aliran sungai dan sumur bor yang dibuat di dalam tambak dengan kedalaman 10-20 m. Namun, tidak semua
petani memiliki sumur bor karena kepemilikan modal yang rendah.
71
Menurut Hadie dan Jatna 1986, teknologi pembudidayaan ikan bandeng dapat dibagi empat, yaitu 1 ekstensif, dengan kepadatan 2000-3000 nenerha, 2
tradisional plus, dengan kepadatan 4000-6000 nenerha, 3 semi-ekstensif 8000- 12.000 nenerha, dan intensif 20.000 nenerha. Para petani bandeng di Desa
Bipolo melakukan kegiatan budi daya secara tradisional plus dengan menanam 5000- 10.000 ekor nener bandeng per ha tambak. Pada budi daya tradisional plus ini suplai
makanan bagi bandeng mengandalkan pakan alami ditambah pelet ikan. Pakan alami pada tambak berupa kelekap berbagai ganggang yang tumbuh di dalam tambak dan
tanaman air seperti kangkung air Ipomoea aquatica yang ditanam petani Gambar 21. Para petani menambah pakan alami dengan pakan pelet buatan sendiri yang
merupakan campuran tepung kedelai, tepung kacang hijau, daun turi Sesbania grandiflora, daun lamtoro Leucaena leucocephala, dedak jagung, dedak padi, dan
tepung tapioka yang dicampur dan dihaluskan dengan menggunakan mol daging yang dapat menghasilkan pakan sebesar 10 kg bahan dalam satu kali pembuatan.
Namun, karena kuantitas kebutuhan pelet yang meningkat dan jumlah alat yang terbatas, petani juga membeli pakan pelet dari pasar. Menurut Handajani dan Sri
2005, pemberian makanan tambahan dapat dilakukan jika keadaan makanan alami tidak lagi menunjang pertumbuhan ikan. Pemberian makanan tambahan biasanya
dilakukan pada bulan-bulan terakhir menjelang panen, yaitu pada bulan Mei sampai Desember. Makanan tambahan yang diberikan dapat berupa dedak halus, bungkil
kelapa, bungkil kacang, dan pelet dengan dosis pemberian 50-100 dari total bobot ikan per hari.
Gambar 21 Pakan alami pada tambak Dalam pembangunan tambak di Desa Bipolo dan Oeteta, setiap anggota
dalam kelompok membangun lahan tambak secara bersama-sama, dengan posisi yang berdekatan sehingga mudah dalam pengerjaan dan pengelolaannya. Lahan
tambak digali dengan ukuran 1 m x 1,75 m yang dibangun oleh 5-7 orang dengan upah Rp 30.000,00 per meter. Setiap petak pada lahan tambak memiliki satu pintu air
sebagai saluran masuk atau keluarnya air laut ke atau dari dalam tambak. Jenis pintu air yang digunakan oleh sebagian besar pembudi daya desa terbuat dari kayu dengan
panjang 4-6 m, lebar 1 m dan tinggi 2,5 m. Selain dari kayu, pembudi daya juga menggunakan paralon dengan ukuran 8, 10, dan 12 dim, namun pemilihan bahan
kayu lebih disukai karena pengeluaran dan pemasukan air yang lebih banyak.
Pada tambak terdapat 3 saluran air, yaitu saluran utama primer, saluran pembantu sekunder, dan caren tersier. Saluran utama mengalirkan air laut masuk
ke dalam areal tambak, memiliki panjang beberapa kilometer sesuai dengan jarak tambak. Saluran utama dibuat dengan lebar 3 m karena juga berfungsi sebagai
72
penampung air laut. Saluran pembantu menghubungkan saluran utama dengan tambak, dengan panjang 2-4 m dan lebar 2 m. Di dalam tambak juga terdapat
saluran air yang melalui tengah tambak yang disebut caren atau lolok. Caren dengan dalam 0,5 m yang berguna untuk tempat berlindung ikan dan tempat untuk
pemanenan ikan. Gambaran tata letak lahan tambak dan saluran air dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22 Lahan tambak dan saluran air pada tambak ikan bandeng di Desa Bipolo
Menurut Peta Potensi Tambak Garam dari Dinas Perikanan dan Kelautan DPK Kabupaten Kupang 2012, di Kecamatan Sulamu terdapat tiga lokasi
berpotensi tambak garam, yaitu Desa Bipolo, Desa Oeteta, dan Desa Pariti. Lokasi usaha tambak garam di Desa Bipolo 16 ha, Desa Oeteta 84 ha, dan Desa Pariti 2
ha dimiliki oleh 24 kelompok tani tambak garam dengan hasil produksi garam 2291,6 ton per bulan DPK Kabupaten Kupang 2012. Dengan jumlah produksi
garam yang cukup berpotensi, pada tahun 2009, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTT membangun pabrik garam di Desa Oeteta yang dikelola
oleh dinas dengan menerima produksi garam dari masyarakat Desa Oeteta dan sekitarnya Gambar 23. Jika keadaan normal dalam sehari pabrik dapat
memproduksi 1,5 ton garam beryodium, dengan pemasaran garam berada di wilayah Kabupaten Kupang dan sekitarnya. Setelah melalui proses produksi, garam lalu
dimasukkan ke dalam kemasan, kemudian dipak dalam kardus besar. Dalam satu kardus terdapat 80 kemasan dengan bobot 20 kilogram. Bobot satu kemasan adalah
250 gram. Peta potensi tambak garam dapat dilihat pada Gambar 24. Identifikasi penggunaan lahan pertanian dapat dilihat pada Lampiran 1.
73
Pabrik garam di Desa Oeteta Produksi garam Oeteta
Gambar 23 Lokasi dan produksi pabrik garam
Gambar 24 Peta potensi tambak di Kecamatan Sulamu DPK Kabupaten Kupang 2012.
Analisis karakter lanskap pertanian terpadu dilakukan dengan tiga parameter, yaitu pertanian terpadu secara horizontal dengan tumpang sari, pertanian terpadu
secara horizontal yang berbasis wilayah desa, dan pertanian terpadu secara vertikal dengan keberadaan usaha tani hulu-tengah-hilir Mugnisjah 2007. Pada penilaian
karakter lanskap pertanian terpadu di Kecamatan Sulamu, terlihat pada Tabel 25 adanya dua desa berpotensi tinggi, yaitu Desa Bipolo dan Oeteta; tiga desa
berpotensi sedang, yaitu Desa Pariti, Sulamu, dan Pantai Beringin; dua desa berpotensi rendah, yaitu Desa Pitay dan Pantulan. Peta potensi karakter lanskap
pertanian terpadu dapat dilihat pada Gambar 25.
74
Tabel 25 Penilaian karakter lanskap pertanian terpadu
Lokasi Parameter
N S
P A
B C
Desa Bipolo 4
4 3
11 330
T Desa Oeteta
3 4
3 10
300 T
Desa Pariti 3
4 2
9 270
S Desa Pantai Beringin
3 4
1 8
240 S
Desa Pitay 1
2 1
4 120
R Kelurahan Sulamu
3 4
2 9
270 S
Desa Pantulan 1
2 1
4 120
R Keterangan:
A = Pertanian terpadu horisontal tumpang sari B = Pertanian terpadu horisontal wilayah desa
C = Pertanian terpadu vertikal N = Jumlah A+B+C Nilai
S = Skor Nx30 P = Potensi T= Tinggi 271-360, S= Sedang 181-270, R= Rendah 90-180
Gambar 25 Peta potensi karakter lanskap pertanian terpadu
4.5 Analisis Kualitas Lingkungan