Manfaat Penelitian Kerangka Pikir Penelitian Sistem Pertanian Terpadu

23 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah a. menganalisis karakter lanskap pertanian di Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang; b. menganalisis potensi dan kendala kawasan sebagai daerah wisata pertanian terpadu ; c. menyusun strategi pengelolaan lanskap untuk wisata pertanian terpadu.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan a. sebagai dasar informasi alternatif skala regional untuk pengelolaan lanskap perdesaan yang berbasis wisata pertanian; b. sebagai arahan untuk pelaksanaan dan pengembangan otonomi daerah bagi pemerintahan Kabupaten Kupang dalam sektor pariwisata.

1.5 Kerangka Pikir Penelitian

Dengan melihat permasalahan pada sistem pengelolaan dan aktivitas wisata pada kawasan, penelitian ini dimulai dengan mengkaji potensi yang dimiliki kawasan seperti aspek karakteristik lanskap pertanian, sosial budaya masyarakat, dan aspek pariwisata. Ketiga aspek tersebut diperdalam lagi dengan mengkaji aspek lanskap pertanian terpadu, kualitas lingkungan, potensi daya tarik wisata, potensi pendukung wisata, dan kesiapan masyarakat untuk menghasilkan strategi pengelolaan kawasan lanskap wisata pertanian terpadu Gambar 1. 24 Gambar 1 Kerangka pikir penelitian Lanskap Pertanian Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang Aspek Daya Tarik dan Pendukung Wisata       Aspek Kesiapan Masyarakat      Karakteristik Lanskap Pertanian Tanah, Vegetasi, Iklim, View, Landform, Tata Guna Lahan, Hidrologi, Aspek Fisik Sosial Budaya Masyarakat Karakteristik Masyarakat, Pengelolaan Lanskap Pertanian, Organisasi Masyarakat KendalaMasalah pada Kawasan Terkait Kondisi Wilayah dan Pengelolaan Kawasan Aspek Kualitas Lingkungan Ekologis     Pariwisata Objek Wisata, Akses Transportasi, Fasilitas Pendukung, Kebijakan, Karakter Preferensi Pengunjung Zona Kesesuaian untuk Wisata Pertanian Terpadu Strategi Pengelolaan Lanskap Wisata Pertanian Terpadu Aspek Lanskap Pertanian Terpadu     25 II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanskap Pertanian dan Perdesaan

Lanskap pertanian bukan hanya lahan atau ekosistem pertanian, tetapi juga meliputi ekosistem yang menyeluruh seperti vegetasi non-crop, jalan raya, dan perkampungan di sekitarnya Forman dan Godron 1986. Ekosistem pertanian di Indonesia memiliki struktur lanskap mulai dari sederhana sampai dengan kompleks. Pertanian agroforestri merupakan sistem penggunaan lahan dan teknologi, yang di dalamnya tanaman keras berkayu ditanam bersamaan dengan tanaman pertanian dan hewan dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal. Pada agroforestri terdapat interaksi-interaksi ekologi dan ekonomi antara komponen yang bersangkutan. Sistem ini, akan menciptakan keanekaragaman tanaman dalam suatu luasan lahan sehingga akan mengurangi risiko kegagalan dan melindungi tanah dari erosi, serta mengurangi kebutuhan pupuk atau zat hara dari luar lahan karena adanya daur ulang sisa tanaman Widianto et al. 2003. Menurut definisi tersebut agroforestri dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria-kriteria dasar struktural, dasar fungsional, dasar sosial ekonomi, dan dasar ekologi. Salah satu sasaran utama dari usaha pertanian termasuk agroforestri adalah produksi berkelanjutan sustainable yang dicirikan oleh stabilitas produksi dalam jangka panjang. Beberapa indikator sistem pertanian yang berkelanjutan adalah sebagai berikut: a dapat dipertahankannya sumber daya alam sebagai penunjang produksi tanaman dalam jangka panjang, b penggunaan tenaga kerja yang cukup rendah, c tidak adanya kelaparan tanah, d tetap terjaganya kondisi lingkungan tanah dan air, e rendahnya emisi gas rumah kaca, serta f terjaganya keanekaragaman hayati Widianto et al. 2003. Tidak adanya kelaparan tanah pada sistem tersebut dapat diartikan sebagai cukupnya kandungan bahan organik tanah, terpeliharanya kesetimbangan unsur hara, terpeliharanya struktur dan kondisi biologi tanah, serta adanya perlindungan tanaman terhadap gulma, hama, dan penyakit. Pada lanskap pertanian moderen, struktur spasial, keanekaragaman habitat, dan komposisi habitat sangat bervariasi dari satu lanskap ke lanskap yang lain Marino et al. 1999. Lanskap pertanian yang sangat sederhana hanya terdiri dari satu jenis ekosistem monokultur dan habitat tumbuhan liar, sedangkan lanskap pertanian yang kompleks tidak hanya terdiri dari berbagai ekosistem polikultur, tetapi juga terdapat banyak habitat tumbuhan liar. Lanskap perdesaan merupakan suatu bentang alam yang terdiri atas peruntukan lahan yang dapat dikenali dengan jelas sebagai lanskap alami yang dipreservasi dan dilindungi dan lanskap yang dikelola sebagai lanskap hutan tanaman, pertambangan, pertanian, kebun talun, kebun campuran, serta permukiman atau perkampungan Carpenter et al. 1975. Kawasan perdesaan merupakan tempat berbagai macam sumber daya alam dilestarikan. Secara kewilayahan, ragam tata guna lahan hutan, pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, padang penggembalaan dan peternakan, kolam ikan, permukiman, dan lain-lain, potensi agroforestri, keindahan alam, dan lanskap budaya perdesaan ekologis eco-village dipandang sebagai variabel yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata. Dengan demikian, masyarakat dalam aktivitas sehari-hari telah memperoleh 26 manfaat secara ekonomi produksi pertanian, manfaat lingkungan eco-village, dan mendapatkan manfaat sosial untuk meningkatkan kesejahteraannya seperti melalui wisata pertanian Arifin et al. 2008. 2.2 Wisata Pertanian Agrowisata Agrotourism atau wisata pertanian atau agrowisata mulai populer di Indonesia pada dua dekade terakhir. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang besar dalam pengembangan agrowisata pada skala yang lebih luas. Kondisi fisik lahan, bentuk fenomena alam perdesaan dan lanskap pertanian, jenis komoditas pertanian yang diunggulkan, kegiatan proses produksi pertanian sampai pengemasan berbagai hasil olahannya untuk buah tangan, serta kondisi sosial budaya masyarakat pertanian sampai dengan aspek pemasaran dan ekonomi dapat dijadikan objek yang menarik bagi kegiatan agrowisata yang mengesankan bagi para wisatawan Arifin 2001. Bouckova 2008 menekankan bahwa agrowisata bukanlah jenis wisata dengan jumlah pengunjung yang besar, melainkan pada pendekatan kelompok individualkecil dari pengunjung, berorientasi pada keberlanjutan wisata di masa yang akan datang, perlindungan alam, lingkungan, dan aspek sosial budaya, serta pengalaman kesenangan terhadap kegiatan wisata juga pendidikan. Menurut Nurisjah 2001, agrowisata adalah rangkaian aktivitas perjalanan wisata yang memanfaatkan lokasi atau kawasan dan sektor pertanian mulai dari awal sampai dengan produk pertanian dalam berbagai sistem, skala, dan bentuk dengan tujuan memperluas pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman, serta rekreasi di bidang pertanian. Sajian yang diberikan pada wisatawan tidak hanya pemandangan dan kenyamanan, tetapi juga aktivitas petani beserta teknologi khas yang digunakan dalam lahan pertaniannya. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi dan Menteri Pertanian No. KM.47PW.DOWMPPT-89 dan No. 204KPTSHK05041989, agrowisata didefinisikan sebagai suatu bentuk kegiatan yang memanfaatkan usaha pertanian mulai dari awal sampai dengan produk pertanian dalam berbagai sistem, skala, dan bentuk sebagai objek wisata dengan tujuan memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian. 2.2.1 Jenis-Jenis Wisata Pertanian Harahap 2000 menyatakan bahwa agrowisata yang dapat dikembangkan di Indonesia adalah; wisata di daerah perkebunan, wisata di daerah pertanian tanaman pangan dan hias, wisata di daerah perikanan, dan wisata di daerah peternakan. Menurut Phillip et al. 2010, tipologi wisata pertanian terdiri atas a. agrowisata tanpa menyediakan kegiatan pertanian bagi pengunjung, yang menyediakan akomodasi bagi pengunjung di luar wilayah agrowisata; b. agrowisata dengan kegiatan pertanian bagi pengunjung, tetapi dengan passive contact, yang berarti akomodasi pengunjung boleh berada di dalam area agrowisata; c. agrowisata dengan kegiatan pertanian bagi pengunjung, tetapi dengan indirect contact, atau manajemen agrowisata yang menyediakan kontak secara tidak 27 langsung seperti hanya menyediakan makanan hasil produksi pertanian kepada pengunjung; d. agrowisata dengan kegiatan pertanian yang memiliki kontak secara langsung pada lokasi, dengan melakukan demonstrasi kegiatan pertanian; e. agrowisata dengan kegiatan pertanian bagi pengunjung, yang memiliki kontak secara langsung, merupakan agrowisata asli yang memperbolehkan partisipasi pengunjung dalam kegiatan pertanian.

2.2.2 Tujuan dan Manfaat Wisata Pertanian

Wisata pertanian atau agrowisata merupakan hasil dari pengembangan pariwisata dan pertanian. Departemen Pertanian 2008 menyebutkan bahwa tujuan dari agrowisata adalah untuk 1 meningkatkan penerimaan devisa bagi negara Indonesia dan pendapatan bagi daerah yang bersangkutan; 2 mengamankan dan melestarikan keberadaan produk pertanian Indonesia sebagai salah satu diversifikasi produk wisata; 3 menciptakan iklim berusaha yang baik kepada para pengusaha di bidang pertanian dan pariwisata di dalam penyelenggaraan dan pelayanan agrowisata. Sugeng 2004 mengungkapkan bahwa sektor pertanian yang di dalam perkembangannya terdapat agrowisata dapat menciptakan lapangan pekerjaan karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang saat ini semakin pesat. Pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan dapat meningkatkan pendapatan petani, melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya dan teknologi lokal yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya Departemen Pertanian 2008. Manfaat agrowisata secara umum adalah sebagai berikut Tirtawinata dan Fachrudin 1999: a. meningkatkan konservasi lingkungan, b. meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam, c. memberikan nilai rekreasi, d. meningkatkan kegiatan ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan e. mendapatkan keuntungan ekonomi.

2.2.3 Sistem Pengembangan Wisata Pertanian

Sistem pengembangan agrowisata ini sangat terkait dengan beberapa input yang membentuknya. Input-input tersebut adalah input pertanian yang menggunakan aktivitas produksi dan sumber daya manusia, input eksogenus yang menggunakan peraturan, situasi geografis, dan sosial budaya masyarakat, serta input pariwisata yang menggunakan bisnis wisata, promosi, transportasi, dan investasi sarana penunjang wisata Gambar 2 Departemen Pertanian 2008. 28 Gambar 2 Sistem pengembangan wisata pertanian Sumber: Departemen Pertanian 2008 Pengelolaan agrowisata mencakup berbagai subjek, seperti bagaimana menyatakan pariwisata dengan baik, meminimalisasi dampaknya, dan menyusun pola dan arah pengembangannya. Untuk mewujudkan pengelolaan agrowisata berwawasan lingkungan diperlukan integrasi dengan perencanaan pengolahan tanah, perencanaan jenis tanaman yang pada saat ini telah ada tetapi belum dikelola sebagai tanaman berdaya tarik wisata, perencanaan budi daya tanaman yaitu usaha jenis-jenis tanaman tertentu, dan beberapa perencanaan lainnya yang terkait dengan pembangunan agrowisata. Mengingat kompleksitas proses pengelolaan yang mengintegrasikan berbagai kepentingan dan kebijakan, terdapat beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk pengelolaan agrowisata berwawasan lingkungan. Menurut Fandeli 2001, terdapat arah pengembangan dasar kebijakan ekowisata yang dapat diterapkan dalam kebijakan agrowisata, yaitu sebagai berikut. a. Lingkungan alam dan sosial budaya harus menjadi dasar pengembangan pariwisata dengan tidak membahayakan kelestariannya. b. Agrowisata bergantung pada kualitas lingkungan alam dan sosial budaya yang baik, keduanya menjadi fondasi untuk meningkatkan ekonomi lokal dan kualitas kehidupan masyarakat yang timbul dari industri pariwisata. c. Keberlanjutan organisasi yang mengelola agrowisata harus terus dijaga agar sistem pengelolaan dapat berjalan baik bagi wisatawan, hubungan operator wisata dengan masyarakat lokal juga baik, dan pengelolaan sesuai dengan pengembangan potensi ekonomi lokal. d. Di kawasan agrowisata, wisatawan menikmati seluruh fasilitas yang ada dan aktivitas yang dapat memberikan pengetahuan baru dalam berwisata, tetapi tidak semua kebutuhan wisatawan tersebut dapat dipenuhi karena dalam beberapa hal mungkin terdapat harapan yang tidak sesuai dengan kondisi agrowisata yang bersangkutan. Input Pertanian a. Tayangan aktivitas produksi b. Tayangan produksi c. Sumber daya manusia d. Pesona alam lingkungan Output yang Dikehendaki a. Peningkatan jumlah wisatawan b. Peningkatan mutu layanan c. Peningkatan pendapatan Konsumen Agrowisata Sistem Pengembangan Agrowisata Output Tidak Dikehendaki a. Distorsi kegiatan b. Pencemaran lingkungan c. Disparitas pendapatan Input Eksogenus a. Peraturan b. Situasi geografis c. Sosial budaya Input Pariwisata a. Bisnis wisata b. Promosi c. Transportasi d. Investasi sarana penunjang wisata 29 e. Wisatawan cenderung mengharapkan kualitas pelayanan yang baik, sesuai dengan biaya yang dikeluarkan, dan mereka tidak selalu tertarik pada pelayanan yang murah harganya. f. Keinginan wisatawan cenderung bermacam-macam bergantung pada karakteristik wisatawan, tetapi semuanya dapat dipenuhi. g. Pengelolaan harus efisien dilakukan dan disempurnakan terus-menerus seiring dengan perkembangan pariwisata, termasuk juga menginventarisir komponen- komponen yang ada di sekitar agrowisata, terutama yang berpengaruh terhadap kebutuhan wisatawan. Dalam perkembangan industri wisata pertanian, Tirtawinata dan Fachrudin 1999 mengungkapkan permasalahan dalam pengembangan dan pengelolaan sebuah agrowisata. Beberapa permasalahan tersebut yang masih relevan dengan kondisi saat ini adalah sebagai berikut. a. Kurangnya kesadaran pengunjung terhadap lingkungan Kesadaran pengunjung terhadap lingkungan terutama di kawasan agrowisata sangat penting karena tanpa adanya kesadaran tersebut, kelestarian sebuah agrowisata akan menjadi rusak. b. Koordinasi antarsektor dan instansi terkait yang belum berkembang Dalam pengembangan agrowisata diperlukan sebuah koordinasi yang baik dari semua sektor dan instansi terkait, yang meliputi pemerintah sebagai pembuat aturan, rakyat atau petani sebagai subjek, dan dunia usaha pariwisata sebagai penggerak ekonomi rakyat. c. Belum adanya peraturan yang lengkap tentang agrowisata Pemerintah Indonesia belum mengeluarkan peraturan dan pengembangan yang lengkap mengenai kebijakan pengembangan agrowisata ke depan. Departemen Pertanian 2008 menyebutkan bahwa pengembangan agrowisata yang efektif dan efisien harus memperhatikan hal-hal penting sebagai berikut. a. Sumber daya manusia Sumber daya manusia meliputi kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan pengelola agrowisata dalam menyediakan, mengemas, dan menyajikan paket wisata yang menarik wisatawan untuk berkunjung ke agrowisata tersebut. Keberhasilan dari pengembangan agrowisata sangat bergantung pada kompetensi dari sumber daya manusia yang terlibat dalam agrowisata tersebut. Dalam hal ini keberadaan pemandu wisata dinilai sangat penting sehingga diperlukan suatu pendidikan khusus mengenai agrowisata. b. Sumber daya alam dan lingkungan Hal ini mencakup objek wisata yang dijual serta lingkungan sekitar termasuk masyarakat. Upaya mempertahankan kelestarian alam dan keasrian sumber daya alam yang dijual sangat menetukan keberlanjutan agrowisata. c. Promosi Kegiatan promosi merupakan kunci dalam mendorong kegiatan agrowisata. Informasi dan pesan promosi dapat dilakukan melalui leaflet, booklet, pameran, cinderamata, media massa serta penyediaan informasi pada tempat publik hotel, bandara, restoran, dan lainnya. d. Dukungan sarana dan prasarana Kehadiran wisatawan juga ditentukan oleh kemudahan-kemudahan yang diciptakan, mulai dari pelayanan yang baik, kemudahan akomodasi, transportasi, dan kesadaran masyarakat sekitarnya. Upaya menghilangkan hal-hal yang 30 bersifat formal dan kaku dan menciptakan suasana santai serta kesan bersih dan aman merupakan aspek penting yang perlu dihadirkan. Selain itu, dukungan berupa kebijakan pemerintah yang kondusif merupakan kerangka dasar yang diperlukan untuk mendorong perkembangan agrowisata. e. Kelembagaan Pengembangan agrowisata memerlukan dukungan semua pihak, di antaranya, pemerintah, swasta, lembaga terkait seperti biro perjalanan wisata, perhotelan, dan perguruan tinggi, serta masyarakat. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator dalam mendukung berkembangnya agrowisata. Gunn 1994 menguraikankan bahwa pengaruh eksternal dalam sistem wisata yang berkelanjutan adalah kebijakan pemerintah, sumber daya alam, sumber daya sosial budaya, organisasi kepemimpinan, kondisi keuangan, kegiatan kewirausahaan, komunitas, dan kompetisi atau persaingan antar usaha wisata untuk mendapatkan pengunjung. Menurut Soemarno 2008, terdapat sepuluh kriteria pengembangan kawasan agrowisata: a. daya tarik dengan bobot lima yang meliputi keindahan, banyaknya jenis sumber daya alam yang menonjol untuk wisata, keutuhan sumber daya alam, kebersihan udara, dan keberadaan ruang gerak pengunjung; b. potensi pasar dengan bobot lima yang meliputi jumlah penduduk kabupaten pada radius 75 km dan jarak objek dari terminal busnon-buspintu gerbang udara regional dan internasional; c. aksesibilitas dengan bobot lima yang meliputi kondisi jalan, jumlah kendaraan bermotor, frekuensi kendaraan umum, dan jumlah t empat duduk transportasi utama menuju lokasi per minggu; d. kondisi lingkungan dengan bobot empat yang meliputi tata guna lahan atau perencanaan, status pemilikan lahan, kepadatan penduduk, sikap masyarakat, mata pencaharian, pendidikan, media yang masuk, dampak sumber daya alam biologis, dan sumber daya fisik; e. pengelolaan perawatan dan pelayanan dengan bobot empat, yang berkaitan dengan k e p u a s a n p e n g u n j u n g d a n pelestarian obyek itu sendiri yang meliputi unsur-unsur pemantapan organisasi atau pengelola, mutu pelayanan, dan sarana perawatan dan pelayanan; f. kondisi iklim dengan bobot tiga yang meliputi pengaruh iklim dan cuaca terhadap waktu kunjungan, suhu udara ambient pada musim kemarau, jumlah bulan kering per tahun, rata-rata lama penyinaran matahari pada musim hujan, kecepatan musim angin, dan kelembaban udara ambient; g. akomodasi dengan bobot tiga, yang didasarkan pada jumlah kamar yang berada pada radius 75 km dari objek wisata. h. prasarana dan sarana penunjang dengan bobot dua yang meliputi prasarana yang ada pada radius 2 km dari batas kawasan, sarana penunjang, fasilitas khusus, dan fasilitas kegiatan; i. tersedianya air bersih dengan bobot dua yang meliputi jarak sumber air terhadap lokasi obyek wisata dan debit sumber air yang dapat dialirkan; j. hubungan dengan wisata lain dengan bobot satu, yaitu ada atau tidaknya serta jumlah obyek wisata lain dengan nilai daya tarik minimal 100 pengunjung, dalam radius 75 km dari objek wisata yang dinilai. 31

2.3 Sistem Pertanian Terpadu

Menurut Sulaeman 2007, sistem pertanian terpadu integrated farming system adalah suatu sistem yang di dalamnya berjalan berbagai aspek dalam pertanian pertanian, peternakan, dan perikanan, yang menggunakan kembali mendaur ulang limbah yang dihasilkan ketiga aspek tersebut, serta menciptakan suatu ekosistem yang tailor made meniru cara alam bekerja. Sistem ini juga didefinisikan sebagai satu praktik budi daya aneka tanamanpolikultur yang beragam dengan output dari satu budi daya menjadi input budi daya lain sehingga meningkatkan kesuburan tanah dengan tindakan alami dan menyeimbangkan semua unsur hara organik yang pada akhirnya membuka jalan untuk pertanian organik ramah lingkungan dan berkelanjutan. Saono dan Sastrapradja 1983 menekankan bahwa sistem pertanian terpadu dapat dikembangkan untuk lahan pertanian terbatas atau lahan luas. Pada lahan terbatas atau lahan sempit yang dimiliki oleh petani umumnya, konsep ini menjadi sangat tepat dikembangkan dengan pola intensifikasi lahan. Lahan sempit akan memberikan produksi maksimal tanpa ada limbah yang terbuang percuma. Untuk lahan lebih luas konsep ini akan menjadi suatu solusi mengembangkan pertanian agribisnis yang lebih menguntungkan. Sebagai contoh pertanian terpadu yang sederhana adalah apabila dalam suatu kawasan ditanam jagung, ketika jagung tersebut panen, hasil sisa tanaman berupa limbah yang biasanya dibuang oleh petani dimanfaatkan menjadi pakan bagi hewan ruminansia. Hubungan timbal balik akan terjadi ketika ternak mengeluarkan kotoran yang digunakan untuk pupuk bagi tanaman yang ditanam di kawasan tersebut. Sistem pertanian terpadu bagi perlindungan lingkungan sepanjang lima tahun kajian 1999-2004 memperlihatkan keunggulan sistem ini karena mampu berintegrasi positif dan menunjukkan kecenderungan peningkatan ekonomi, pengurangan pestisida dan bahan kimia pertanian, dan peningkatan organisme dan proses-proses metabolisme yang bermanfaat dan secara nyata merupakan pengenalan praktik pertanian untuk memberikan produksi pertanian yang berkualitas tanpa kerugian ekonomi Jordan et al. 1997. Sistem ini juga berhubungan dengan penggunaan yang berkelanjutan dari sumber daya alam terbarukan yang difasilitasi ketika pakan ditanam, hewan diberi pakan, dan kotoran didaur ulang dalam lahan dengan cara yang dapat mengurangi penggunaan input impor termasuk energi Preston dan Murgueitio 1992. Pertanian terpadu dapat dibatasi sebagai kegiatan pengelolaan sumber daya hayati yang mencakup tanaman, hewan ternak, dan atau ikan di lapang produksi. Keterpaduan pertanian demikian merujuk pada pengertian keterpaduan agribisnis secara horizontal, yang berdasarkan fokus komoditinya dapat berbasis pada tanaman, yang berbasis ikan, yang berbasis ternak, dan yang berbasis agroforestri. Keterpaduan dalam sistem pertanian ini juga dapat dipahami secara vertical, yakni kegiatan agribisnis yang sekaligus mencakup kegiatan budi daya pertanian on farm dan kegiatan agroindustri dan perdagangan hasil pertanian off farm. Ungkapan keterpaduan dari sektor hulu kegiatan produksi benih di atas lahan, sektor tengah kegiatan produksi nonbenih di atas lahan, dan sektor hilir kegiatan pengolahan hasil pertanian biasanya digunakan juga untuk keterpaduan sistem pertanian secara vertical itu, dengan upaya memberikan nilai tambah usaha tani, khususnya di sektor tengah, oleh kegiatan di sektor hilirnya. Oleh karena itu, sistem terpadu seperti ini 32 biasanya berbasis agroindustri Mugnisjah 2007. Pengembangan usaha pertanian terpadu dapat dilakukan di lahan yang sama misalnya peternakan domba dan mina padi untuk memperluas cakupan diversifikasi usaha secara horizontal, atau dengan memasukkan komponen usaha seperti penetasan itik dan pembesaran ikan untuk memperluas cakupan diversifikasi usaha secara vertikal Mugnisjah et al. 2000. Kegiatan usaha tani terpadu padi-ikan-itik merupakan kegiatan produksi yang dapat meningkatkan penggunaan sumber daya lokal petani, serta menekan penggunaan masukan eksternal buatan dan biaya produksi yang dikeluarkan Mugnisjah et al. 2004.

2.4 Pengelolaan Lanskap