91
Gambar 38 Peta potensi kesiapan masyarakat di Kecamatan Sulamu
4.9 Analisis Zona Kesesuaian Wisata Pertanian Terpadu
Penentuan zonasi ini dilakukan dengan menggunakan bantuan sistem informasi geografis ArcGIS 9.3 dengan teknik weighted overlay untuk memetakan
hasil analisis karakter lanskap pertanian terpadu, kualitas lingkungan, daya tarik wisata, pendukung wisata, dan kesiapan masyarakat. Hasil weighted overlay yang
diperoleh dapat dilihat pada Gambar 39.
Dari hasil overlay yang dilakukan, Desa Bipolo, Desa Oeteta, dan Desa Pariti merupakan desa-desa berpotensi tinggi sebagai kawasan wisata pertanian terpadu,
sangat sesuai untuk pengembangan dan pengelolaan wisata pertanian terpadu. Kelurahan Sulamu merupakan desa dengan potensi sedang, cukup potensial untuk
pengembangan wisata pertanian atau sebagai daerah wisata alternatif. Desa Pantai Beringin, Pantulan, dan Pitay merupakan desa dengan potensi rendah yang tidak
berpotensi sebagai kawasan wisata pertanian terpadu.
92
Gambar 39 Peta zona kesesuaian wisata pertanian terpadu Kecamatan Sulamu
4.10 Daya Dukung Kawasan
Pengembangan kawasan sebagai daerah wisata pertanian di Kecamatan Sulamu ini pada dasarnya memerlukan penerapan konsep daya dukung lingkungan.
Konsep pengelolaan yang berdasarkan daya dukung lingkungan akan menciptakan pembangunan wisata yang berkelanjutan yang dapat dirasakan baik oleh pengunjung
kawasan maupun penduduk lokal sebagai pemilik kawasan. Pentingnya analisis daya dukung kawasan terutama dilihat dari kondisi fisik kawasan, dimaksudkan untuk
menganalisis tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan.
Menurut Hendee et al. 1978, daya dukung suatu kawasan wisata alam adalah tingkat penggunaan sumber daya alam suatu kawasan untuk kegiatan rekreasi
dengan tetap mempertahankan kualitas sumber daya alam yang digunakaan. Selanjutnya, daya dukung juga merupakan suatu konsep ukuran yang dinamis yang
dapat dimanipulasi dengan pengelolaan melalui bantuan pengaturan, pembiayaan, dan pembatasan penggunaan sumber daya alamnya. Karena umumnya penyebaran
pengunjung dalam ruang wisata dan waktu kedatangan wisata berlangsung tidak merata, maka daya dukung lingkungan suatu kawasan wisata harus dihitung
berdasarkan setiap lokasi yang dikunjungi dan pada waktu-waktu tertentu. Faktor- faktor yang mempengaruhi kondisi dan kualitas sumber daya alam dan lingkungan
pada kawasan wisata adalah 1 vegetasi yang berupa ketahanan tanaman terhadap gangguan pengunjung, 2 jenis tanah, contohnya kepadatan akibat injakan
pengunjung atau erosi akibat pembukaan tanah dan lain-lain, 3 kualitas air, contohnya dengan adanya limbah atau pencemaran air, dan 4 hidupan liar, misalnya
menurunnya jumlah jenis spesies lokal kawasan. Keempat aspek tersebut akan membutuhkan waktu untuk memperbaiki atau memulihkan dirinya sendiri bila
dilakukan prinsip pengelolaan dengan memberikan waktu pemulihan terhadap kawasan.
93
4.10.1 Vegetasi
Kepekaan vegetasi merupakan ukuran kualitatif ketahanan vegetasi kawasan terhadap gangguan manusia pengunjung. Ketujuh desa di Kecamatan Sulamu
memiliki karakter lanskap yang hampir sama yaitu area hutan semak belukar pada sebagian besar kawasan setiap desa dengan jenis tanaman dominan yang sama.
Berdasarkan klasifikasi kepekaan vegetasi dilakukan penilaian kepekaan vegetasi dan daya dukung pada kawasan Tabel 36. Dari 18 jenis tanaman dominan yang
diamati, 15 tanaman memiliki kemampuan daya dukung sedang dan 3 tanaman memiliki kemampuan daya dukung tinggi, yaitu kombidara, gewang, dan lontar.
Tabel 36 Jenis tanaman dominan dan klasifikasi daya dukung pada kawasan
Nama Lokal Nama Botani
Jenis Kepekaan
Daya dukung
Gamal Gliricidia sepium
Pohon kayu Agak peka
Sedang Kapuk
Ceiba pentandra Pohon kayu
Agak peka Sedang
Gewang Corypha utan
Palem Tidak peka
Tinggi Lontar
Borassus flabellifer Palem Tidak peka
Tinggi Lamtoro
Leucaena leucocephala
Pohon kayu Agak peka
Sedang Nyamplung C. inophyllum
Pohon kayu Agak peka
Sedang Jati
Tectona grandis Pohon kayu
Agak peka Sedang
Beringin Ficus benjamina
Pohon kayu Agak peka
Sedang KomBidara Ziziphus
mauritiana Pohon kayu
Tidak peka Tinggi
Angsana Pterocarpus
indicus Pohon kayu
Agak peka Sedang
Rasamala Altingia excelsa
Pohon kayu Agak peka
Sedang Flamboyan
Delonix regia Pohon kayu
Agak peka Sedang
Bunga kupu-kupu
Bauhinia purpurea Pohon kayu
Agak peka Sedang
Kusambi Schleichera Oleasa Pohon kayu
Agak peka Sedang
Turigala S. grandiflora
Pohon kayu Agak peka
Sedang Bambu
Bambusa vulgaris Pohon kayu
Agak peka Sedang
Bakau R. stylossa
Pohon kayu Agak peka
Sedang Rumput
A. compressus Rumput
Agak peka Sedang
Sumber: Survei, 2013 4.10.2
Kondisi Tanah
Tanah adalah faktor penting yang mempengaruhi kondisi dan kualitas sumber daya lanskap pada tapak. Penilaian terhadap sifat dan kondisi tanah pada kawasan
sangat penting untuk melihat berapa besar daya dukung tanah yang dapat diberikan terhadap kawasan. Kondisi tanah yang erat kaitannya dengan daya dukung kawasan
wisata adalah tingkat kepekaannya terhadap erosi yang selanjutnya akan mempercepat terjadinya kerusakan lingkungan akibat adanya kegiatan kunjungan
wisatawan. Kondisi sifat tanah yang diamati pada kawasan adalah lokasi di jalan besar dan jalan setapak yang memiliki keterkaitan erat dengan keberadaan
pengunjung. Sifat tanah pada lokasi jalan di kawasan, memiliki drainase tanah yang
94
agak cepat dengan kedalaman air tanah lebih dari 50 cm namun dengan frekuensi banjir 2-3 kali setahun dan kemiringan lereng 0-8. Beberapa faktor ini masuk
dalam kelas kesesuaian lahan sedang untuk jalan setapak USDA 1968.
Terdapat beberapa kondisi jalan di kawasan Gambar 40. Jalan lokal di Desa Bipolo, Oeteta, dan Pariti dalam kondisi baik dengan lebar 5-6 meter, beraspal
hotmix, memiliki vegetasi penahan angin di kiri kanan jalan. Jalan lokal di Desa Pantai Beringin, Pitay, Sulamu, dan Pantulan dalam kondisi rusak yang berupa
batuan lepas dengan lebar jalan 4-5 meter, tanpa vegetasi penahan angin.
Gambar 40 Kondisi jalan lokal desa, jalan desa kondisi baik a, jalan desa yang rusak b, jalan sekunder menuju lokasi tambak c, jalan sekunder di
sawah desa d, jalan setapak di tambak garam e, jalan setapak di tambak ikan f
4.10.3 Ketersediaan air
Ketersediaan air bersih air tawar merupakan faktor yang sangat penting dalam pengembangan kawasan agrowisata. Lokasi kawasan yang belum disuplai oleh PDAM
a b
d c
f e
95 hanya mengandalkan sumber air tanah yang ada. Masyarakat menggunakan sumur
pompa dan bak penampung untuk kebutuhan pokok. K
ondisi kualitas air pada kawasan masih cukup baik dan sesuai baku mutu. Di Desa Bipolo, Pariti, dan Oeteta yang
memiliki kondisi air tanah dangkal, keberadaan air cukup tersedia. Masyarakat menggunakan air tanah yang disuplai dari sumur bor yang akan keluar dengan debit
tetap, mengandung air tanah yang jernih karena berada jauh di dalam tanah 5-20 m. Daya dukung berdasarkan ketersediaan air dapat dilihat pada Tabel 37.
Tabel 37
Estimasi daya dukung ketersediaan air bersih WTO 1981
Lokasi Jumlah sumur
Ketersediaan air bersih
literdetik Standar
kebutuhan literhari
Daya dukung orang
Bipolo 208
624 200-1 000
53 913 Oeteta
165 495
200-1 000 42 768
Pariti 177
531 200-1 000
45 878
Debit air per sumur 3 literdetik, air mengalir selama 24 jam setiap hari
4.10.4 Satwa liar
Kondisi kunjungan yang berlebihan dari pengguna wisata dapat menyebabkan gangguan terhadap kehidupan liar, terutama pada keberadaan habitat dan perilaku
satwa liar dalam kawasan. Untuk itu, pembatasan parameter satwa liar umumnya dilakukan terhadap jenis satwa langka atau yang dilindungi. Jenis dan klasifikasi
daya dukung satwa pada kawasan dapat dilihat pada Tabel 38. Sebagian besar satwa yang diamati pada kawasan masuk pada jenis satwa tidak langka yang memiliki
kemampuan daya dukung tinggi BBKSDA 2012; IUCN 2013.
Tabel 38 Jenis dan klasifikasi daya dukung satwa pada kawasan
Jenis satwa Nama latin
Kategori Daya dukung
Kuntul putih Egretta intermedia
Satwa tidak langka Tinggi
Trinil pantai Actitis hypoleucos
Satwa tidak langka Tinggi
Canga Australia Egretta novaehollandiae
Satwa tidak langka Tinggi
Kuntul kecil Egretta garzeta
Satwa tidak langka Tinggi
Ibis sendok raja Plantalea regia
Satwa tidak langka Tinggi
Kapinis laut Apus pacificus
Satwa tidak langka Tinggi
Gagang bayam Himantopus himantopus
Satwa tidak langka Tinggi
Cerek merah Charodrius ruficapilleta
Satwa tidak langka Tinggi
Terik Australia Stiltia isabela
Satwa tidak langka Tinggi
Bangau bluwok Mycteria cinerea
Satwa mulai langka Sedang
Itik mata putih Aythya australis
Satwa tidak langka Tinggi
Ekor blorok Limosa lapponica
Satwa tidak langka Tinggi
Trinil lumpur L. semipolinatus
Satwa tidak langka Tinggi
Cekakak suci Halcyon sancta
Satwa tidak langka Tinggi
Cerek kalung Charadrius dubius
Satwa tidak langka Tinggi
Kokokan laut Butorides striatus
Satwa tidak langka Tinggi
Kowak Malam Nycticorax nycticorax
Satwa tidak langka Tinggi
Kalong Pteropus vampyrus
Satwa tidak langka Tinggi
Monyet Macaca fascicularis
Satwa tidak langka Tinggi
Katak Rana limnocharis
Satwa tidak langka Tinggi
Biawak Varanus salvator
Satwa tidak langka Tinggi
Ular belang Boiga dendrophila
Satwa tidak langka Tinggi
Bajing Glaucomys sabrinus
Satwa tidak langka Tinggi
96
4.11 Karakteristik, Persepsi, dan Preferensi Pengunjung
4.11.1 Karakteristik Pengunjung
Pengunjung adalah orang yang menikmati wisata dan menggunakan kawasan wisata, sehingga pengelola harus dapat mengenali karakter pengunjung agar dapat
melakukan pengembangan agrowisata yang tepat dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh para pengunjung.
Kawasan memiliki jumlah pengunjung rata-rata 7.280 orangtahun data survei dan wawancara yang terbagi di Desa Bipolo, Oeteta, dan Pariti dengan
perbandingan 2:1:1, atau 10-15 orang perhari. Pengunjung dengan jumlah terbesar berasal dari Kota Kupang. Pengunjung lain berasal dari sekitar Kecamatan Sulamu
dan di luar Kabupaten Kupang misalnya daerah Jakarta, Flores, Rote, dan Ujung Pandang. Kawasan juga dikunjungi oleh pengunjung dari luar negeri yaitu Australia,
dengan tujuan untuk melakukan penelitian bakau, satwa liar, atau perikanan. Karena ketiadaan arsip atau pendataan pengunjung oleh penduduk lokal sebagai pengelola
kawasan, maka data jumlah pengunjung hanya diperoleh dari hasil wawancara. Jenis kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung seperti memancing, berbelanja hasil
pertanian dan perikanan, makan-makan, observasi, bird watching, melihat mengelilingi tambak ikan dan garam, menikmati pemandangan, melihat ternak, dan
membeli kerajinan tenun. Terjadi peningkatan jumlah pengunjung pada bulan Agustus, September, dan Oktober karena pada bulan-bulan tersebut terjadinya panen
udang, ikan bandeng, juga sayuran, serta meningkatnya ketersediaan ikanudang laut. Pada bulan-bulan ini, jumlah pengunjung dapat mencapai 30-40 orang perhari.
Pada survei pengambilan data kuisioner, pengunjung wisata ditemukan di empat lokasi desa yaitu Desa Bipolo, Oeteta, Pariti, dan Kelurahan Sulamu, yang
kemudian diminta kesediaannya mengisi kuisioner. Pengunjung yang menjadi responden berjumlah 43 orang. Hasil kuisioner karakteristik pengunjung dapat dilihat
pada Tabel 39.
Tabel 39 Karakteristik pengunjung pada kawasan
Karakter Responden Karakter Responden
Umur a.
Remaja 13-19 thn b.
Dewasa muda 20-24 thn
c. Dewasa 25-55 thn
d. Orang tua 55 thn
5 27
56 12
Pendapatan per bulan a.
0.5 juta b.
0.5 juta-1 juta c.
1 juta -2 juta d.
2 juta 29
23 7
41
Jenis kelamin a.
Pria b.
Wanita 61
39 Pengeluaran untuk wisata
a. 50 ribu
b. 50 -100 ribu
c. 100-200 ribu
d. 200 ribu
28 38
16 18
Tingkat pendidikan a.
Tidak sekolah b.
SD c.
SMPSMA d.
PT 5
7 28
60 Kunjungan ke lokasi
a. Pertama kali
b. Kedua kali
c. Ketiga kali
d. Ketiga kali
23 26
19 32
Pekerjaan a.
Tidak bekerja b.
Pelajar mahasiswa c.
PNSTNI d.
Wiraswasta 9
26 28
37 Asal pengunjung
a. Luar NTT
b. Kota Kupang
c. Sekitar
Kecamatan Sulamu
d. Penduduk desa kawasan
23 54
16 7
97
Berdasarkan Tabel 39 didapati bahwa kawasan didominasi oleh pengunjung dengan kategori dewasa 25-55 tahun 56, jenis kelamin pria 61, tingkat
pendidikan perguruan tinggi 60, pekerjaan wiraswasta 37, pendapatan 2 juta rupiah 41, pengeluaran untuk wisata Rp. 50.000,00-100.000,00 38,
kunjungan ke lokasi lebih dari ketiga kali 32, dan pengunjung berasal dari Kota Kupang 54.
4.11.2 Persepsi Pengunjung
Persepsi pengunjung kawasan pada tapak tentang tujuan kunjungan ke lokasi dan pemahaman wisata pertanian penting untuk diketahui sebagai bahan
pertimbangan dalam rencana pengelolaan wisata pertanian pada tapak agar mendapat respons positif dari pengunjung bagi keberlanjutan kawasan agrowisata. Dari hasil
kuisioner yang dibagikan kepada pengunjung, diketahui sebagai berikut. a.
Persentase tertinggi tujuan pengunjung ke kawasan adalah memperluas pengetahuanpengalaman 37 dan yang terendah adalah menyegarkan tubuh
9. b.
Pemahaman pengunjung tentang wisata pertanian yang tertinggi adalah agrowisata merupakan kegiatan berwisata di kawasan pertanian, melihat
pemandangan pertanian, mengikuti aktifitas petani, dan membeli produk pertanian 44 dan yang terendah adalah agrowisata merupakan kegiatan untuk sekedar
jalan-jalan di kawasan pertanian 16.
c. Pengunjung mengetahui informasi tentang kawasan wisata dari teman atau
kerabat 100 dan tidak ada promosi apa pun terhadap tapak yang berupa brosur-brosur, spanduk, ataupun informasi dari radio atau media tulis.
d. Sifat aktivitas agrowisata memperlihatkan persentase tertinggi pada aktivitas
agrowisata aktif 65.
4.11.3 Preferensi Pengunjung
Hasil kuisioner tentang persepsi dan preferensi pengunjung pada kawasan dapat dilihat pada Tabel 40 dan 41 adalah sebagai berikut.
a. Preferensi pengunjung tentang bentuk kegiatan agrowisata perikanan
memperlihatkan persentase keinginan pengunjung tertinggi untuk kegiatan pemancingan 51 dan yang terendah untuk perikanan pantaitangkap 16.
b. Preferensi pengunjung tentang bentuk kegiatan agrowisata peternakan
memperlihatkan bahwa persentase keinginan pengunjung tertinggi adalah untuk melihat ternak lepas 49 dan yang terendah adalah kegiatan pasca panen
pengolahan 14.
c. Preferensi pengunjung tentang bentuk kegiatan agrowisata tanaman pangan
memperlihatkan bahwa persentase tertinggi pengunjung adalah untuk melihat jagung 41 dan yang terendah untuk melihat padi gogo 7.
d. Preferensi pengunjung tentang bentuk kegiatan agrowisata tanaman hortikultura
buahan memperlihatkan bahwa persentase tertinggi pengunjung adalah melihat mangga 31 dan yang terendah adalah melihat pisang beranga dan lontar 7.
e. Preferensi pengunjung tentang adanya fasilitas tempat parkir di lokasi agrowisata
memperlihatkan bahwa persentase tertinggi pengunjung 56 memilih fasilitas
98
parkir beratap rambatan tanaman dan yang terendah 18 fasilitas parkir terbuka.
f. Preferensi pengunjung tentang adanya fasilitas tempat istirahat memperlihatkan
bahwa persentase tertinggi pengunjung 65 memilih tempat istirahat gazebolopo dan yang terendah 5 pengunjung tidak menginginkan fasilitas
tempat istirahat.
g. Preferensi pengunjung tentang adanya kendaraan menuju kawasan
memperlihatkan bahwa persentase tertinggi pengunjung 63 memilih angkutan umum dan yang terendah 2 adalah pengunjung tidak menginginkan adanya
kendaraan karena dapat menggunakan kendaraan pribadi.
h. Preferensi pengunjung tentang adanya kios cenderamata memperlihatkan bahwa
persentase tertinggi pengunjung 49 memilih pondok sayurbuah dan yang terendah 2 adalah tidak menginginkan adanya kios cenderamata.
i. Preferensi pengunjung tentang adanya fasilitas penginapan memperlihatkan
bahwa persentase tertinggi pengunjung 58 memilih villa klas ekonomi dan yang terendah 4 memilih hotel sebagai tempat menginap di lokasi.
j. Preferensi pengunjung tentang adanya warung makan memperlihatkan bahwa
persentase tertinggi pengunjung 47 memilih warung berbentuk gazebolopo dan yang terendah 2 memilih warung makan dalam ruangan dengan
menggunakan kursi, serta tidak menginginkan adanya warung makan.
k. Preferensi pengunjung tentang adanya sarana wisata memperlihatkan bahwa
persentase tertinggi pengunjung 37 memilih sarana pendidikan dan yang terendah 17 memilih arena bermain di lokasi wisata.
l. Preferensi pengunjung tentang bentuk arsitektur wisata memperlihatkan bahwa
persentase tertinggi pengunjung 91 memilih arsitektur khas tradisional dan yang terendah 9 memilih arsitektur modern.
m. Preferensi pengunjung tentang desa yang dipilih pengunjung dari ketujuh desa
untuk melakukan kegiatan wisata pertanian memperlihatkan bahwa persentase tertinggi pengunjung 44 memilih Desa Bipolo dan Oeteta; 15 pengunjung
memilih Kelurahan Sulamu; dan persentase terendah 0 pengunjung tidak memilih ketiga desa lainnya Desa Pantai Beringin, Pitay, dan Pantulan.
Tabel 40 Persepsi pengunjung pada kawasan Persepsi
Minat pengunjung
Tujuan kunjungan
Memperluas pengetahuan 37 Membangun minat pertanian 20
Menikmati pemandangan 34 Menyegarkan tubuh 9
Informasi kawasan
Temankerabat 100 Iklanradio 0
Brosur 0
Pemahaman agrowisata
Sekedar jalan-jalan 16 Memanfaatkan usaha petanian 40
Membeli produk pertanian 44
99
Tabel 41 Preferensi pengunjung pada kawasan
Preferensi Minat pengunjung
Sifat aktivitas
agrowisata Aktif 65
Pasif 35 Kegiatan
perikanan Kegiatan Budidaya 33
Pemancingan 51 Ikan pantaitangkap 16
Kegiatan peternakan
Ternak lepas 49 Ternak kandang 37
Pasca produksi 14 Usaha
pertanian tanaman pangan
Padi sawah 35 Padi gogo 7
Jagung 41 Kacang tanah 8
Ubi kayu 9
Usaha pertanian
tanaman hortikultura
buahan Jambu mete 12
Pepaya 19 Kelapa 12
Pisang beranga 7 Mangga 31
Lontar 7
Jenis tempat parkir Terbuka 18 Beratap material keras 26
Beratap rambatan tanaman 56 Jenis
kios cenderamata
Pondok buahsayur 49 Produk olahan 23
Kerajinan tenun 26 Tidak ingin 2
Jenis tempat
istirahat Gazebolopo 65
Pondokan 30 Tidak ingin 5
Jenis kendaraan Bus mini 16
Angkutan umum 63 Ojek 19
Tidak ingin 2 Jenis penginapan
Di rumah penduduk 30 Villa klas ekonomi 58
Hotel 4 Tidak ingin 6
Jenis sarana
wisata Sarana pendidikan 37
Arena berkemah 27 Arena bermain 17
Pelayanan kesehatan 19 Tidak ingin 0
Jenis warung
makan Terbuka di bawah pohon 33
Dalam ruanglesehan 16 Dalam ruang kursi 2
Di gazebolopo 47 Tidak ingin 2
Bentuk arsitektur wisata
Khas tradisional 91 Modern 9
Lokasi desa yang disukai
Bipolo 44 Oeteta 44
Pariti 12 Pantai Beringin 0
Pitay 0 Sulamu 15
Pantulan 0
100
V PEMBAHASAN
5.1
Aspek Fisik 5.1.1
Letak Wilayah dan Aksesibilitas
Dari aspek letak wilayah, lokasi tapak yang memiliki jarak cukup jauh dari Kota Kupang sebenarnya kurang strategis untuk pengembangan agrowisata. Namun
dari aspek daya tarik kawasan yang didominasi oleh lahan pertanian, view pemandangan indah yang beragam, jauh dari kebisingan, dan produksi ikan dan
udang yang disukai masyarakat, membuat lokasi ini berpotensi sebagai daerah agrowisata dengan tidak mengganggu sirkulasi aktivitas pertanian masyarakat lokal.
Kecamatan Sulamu dapat dicapai melalui jalan darat dan jalan laut dari Kota Kupang. Apabila melewati jalan darat dengan rute Kupang menuju kecamatan
Sulamu Desa Bipolo sebagai pintu masuk kawasan akan menempuh jarak sejauh 30 km dengan lama perjalanan satu jam, sedangkan apabila menggunakan jalan laut
kapal boat dengan rute Kupang menuju Kelurahan Sulamu akan menempuh waktu perjalanan selama 30 menit. Namun pada kondisi saat ini, akses menuju kawasan
hanya menggunakan perjalanan darat, dan belum memanfaatkan akses perjalanan laut, sehingga disarankan agar dapat memanfaatkan akses perjalanan laut yang
memiliki waktu perjalanan dan jarak yang lebih efisien daripada perjalanan darat.
Dari aspek kelayakan kondisi jalan darat menuju kawasan, jaringan jalan yang menghubungkan antara Kota Kupang menuju Desa Pariti adalah jalan dengan
kondisi baik, sedangkan jaringan jalan yang menghubungkan antara Desa Pantai Beringin sampai Desa Pantulan adalah jalan dengan kondisi kurang baik dan rusak.
Kondisi ini menyulitkan akses warga desa menuju kota dan menyulitkan pengunjung untuk dapat mencapai kawasan, terutama apabila pengunjung memanfaatkan akses
jalan laut dari Kota Kupang - Kelurahan Sulamu yang dilanjutkan menuju Desa Bipolo.
5.1.2 Iklim
Suhu udara rata-rata kawasan adalah 26,85 C merupakan suhu yang nyaman
bagi pengunjung. Hal ini sesuai dengan kisaran suhu yang nyaman bagi manusia yaitu 21,0-27,5
C Carpenter et al. 1975. Kecepatan angin rata-rata tapak adalah 1,6 kmjam atau angin sepoi dirasakan dapat membantu menurunkan suhu panas yang
berasal dari lama penyinaran matahari pada musim kemarau. Lama penyinaran matahari rata-rata adalah 7,88 jamhari.
Kelembaban udara rata-rata adalah 76,8 yang tergolong tinggi dan telah berada di luar kisaran kelembaban udara yang nyaman. Kisaran kelembaban udara
yang nyaman bagi manusia adalah 40-75 Laurie 1986. Perlu dilakukan usaha untuk menurunkan kelembaban udara pada tapak dengan melakukan penanaman
vegetasi pohon pada lokasi tapak yang terbuka.
Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson, Kecamatan Sulamu tergolong tipe iklim E, yakni daerah agak kering dengan bulan basah berlangsung
selama lima bulan Desember-April dan bulan kering berlangsung selama tujuh bulan Mei-November. Curah hujan yang berlebihan pada musim hujan dan
berkekurangan pada musim kemarau sangat mempengaruhi pola aktivitas pertanian
101
masyarakat. Curah hujan yang terus-menerus dalam jumlah yang banyak sering menyebabkan penggenangan air pada lahan desa yang datar seperti Desa Bipolo,
Oeteta, dan Pariti. Hal ini harus diatasi dengan menyediakan sistem drainase yang baik menuju ke sungai. Curah hujan yang kecil pada musim kemarau sangat
menghambat kegiatan pertanian masyarakat desa yang belum menggunakan teknologi penangkapan air yang memadai dan hanya mengandalkan alam. Hal ini
salah satunya dapat diatasi dengan membangun embung air sebagai cadangan persediaan air di musim kemarau.
5.1.3 Jenis Tanah
Jenis tanah Regosol pada sebagian besar Kelurahan Sulamu, Pitay, dan Pantulan kurang baik untuk pengembangan pertanian terutama tanaman musiman.
Demikian pula halnya dengan budi daya perikanan tambak. Sifatnya yang poros dan lepas menyebabkan tanah ini sulit memegang air. Namun, pada kawasan ini juga
dijumpai pekarangan penduduk yang menanam jenis tanaman musiman kacang panjang, padi gogo dan tanaman pohon buah jambu mete yang mampu beradaptasi
dengan kondisi tanah. Aplikasi pengolahan tanah dan pemupukan organik yang sesuai dengan kebutuhan tanaman dapat menjadi solusi jenis tanah ini.
Jenis tanah Gleisol yang banyak dijumpai di sekitar pesisir Desa Bipolo, yang dipengaruhi pasang surut air laut kawasan telah dimanfaatkan untuk
pengembangan tambak garam. Hal ini menyebabkan kondisi ekosistem lingkungan sangat dipengaruhi limpahan air dari pantai maupun dari sungai. Untuk keberlanjutan
usaha perikanan masyarakat desa, perlu dilakukan peningkatan penanaman vegetasi bakau pada daerah ini, agar fungsi bakau sebagai penyangga ekosistem pantai tetap
lestari. Selain itu, pelarangan untuk pembukaan lahan baru bagi tambak juga sangat penting dilakukan demi keberlanjutan ekosistem pendukung kawasan.
Pada kawasan, tanah grumusol yang subur di Desa Bipolo, Desa Oeteta, dan Desa Pariti telah dikembangkan menjadi lahan pertanian sawah intensif dengan pola
tanam padi-palawija-bera serta tanaman perkebunan seperti jati, kelapa, dan jambu mete. Jenis tanah ini mempunyai sifat fisik dan kimia tanah yang ideal bagi kegiatan
pertanian, sehingga disarankan untuk pemanfaatan tanah yang khusus untuk aktivitas pertanian.
Tanah kambisol adalah tanah yang terdapat pada dataran tinggi perbukitan kawasan di sebelah utara Kecamatan Sulamu, yang tidak sesuai sebagai daerah
pertanian, tetapi pemanfaatan tanah ini dapat dijadikan lapangan rumputpadang penggembalaan bagi ternak penduduk. Jenis tanah mediteran dan rendzina dengan
status kesuburan tanah yang rendah dapat tetap dibiarkan sebagai semak belukar dan tanah kosong di sebelah utara kawasan Kecamatan Sulamu. Namun harus ditetapkan
suatu peraturan konservasi perlindungan bagi kawasan dengan jenis tanah ini agar tidak dimanfaatkan sebagai lokasi penambangan tanah putih untuk bahan bangunan
bagi luar kawasan karena akan meningkatkan laju aliran permukaan erosi pada kawasan.
102
5.1.4 Topografi
Keadaan topografi dan tingkat kemiringan lereng yang beragam, yaitu datar 0-8, landai 8-15, agak miring 15-25, curam 25-40, dan sangat curam
40, menyebabkan tidak semua lahan dapat digunakan untuk usaha pertanian dalam pengembangan agrowisata.
Desa Bipolo, Desa Oeteta, dan Desa Pariti memiliki topografi yang datar 0- 8. Hal ini berpengaruh pada pemanfaatan lahan baik untuk pertanian lahan
kering, lahan basah, dan perikanan tambak. Wilayah utara Kecamatan Sulamu memiliki topografi kawasan yang landai dengan penutupan lahan hutan dan semak
belukar sehingga penduduk pada kawasan memiliki aktivitas yang rendah di bidang pertanian.
Memasuki jalan utama desa Pantai Beringin, Pitay, Sulamu, dan Pantulan topografi lahan menjadi landai. Kemiringan yang cukup landai dapat dilihat pada
kondisi jalan dan kawasan yang berbukit. Topografi kawasan ini memiliki daya tarik panorama alam yang indah yang akan disukai pengunjung. Dari aspek aktivitas
pertanian, beberapa desa ini dapat mengembangkan usaha ternak pada kawasan karena keberadaan lahan penggembalaan yang luas, di samping pertanian tanaman
perkebunan seperti jambu mete.
5.1.5 Hidrologi, Drainase, dan Tingkat Bahaya Erosi
Pada aspek hidrologi kawasan, sumber air berasal dari sungai dan mata air tanah. Beberapa sungai besar yang dimanfaatkan penduduk untuk sumber aliran
irigasi yang mencakup Desa Bipolo, Desa Oeteta, dan Desa Pariti. Sumber air tanah dangkal pada kawasan Desa Bipolo, Oeteta, dan Pariti dapat dimanfaatkan oleh
penduduk desa dengan pembuatan sumur bor untuk mendukung aktivitas pertanian masyarakat. Sistem drainase lingkungan yang baik perlu dibangun pada kawasan ini
untuk menghindari terjadinya genangan air di musim hujan.
Kondisi air tanah dalam yang terdapat di Kelurahan Sulamu, Desa Pantai Beringin, Pitay, dan Pantulan menyebabkan penduduk sulit memperoleh air, tetapi
hal ini dapat dihindari dengan pembuatan embung air untuk menampung dan mengalirkan air menuju bak penampung air masyarakat dan sebagai cadangan
persediaan air di musim kemarau.
Tingkat bahaya erosi yang beragam pada tapak seperti rawan banjir dan rawan longsor pada daerah perbukitan karena kegiatan penebangan pohon hutan. Hal
ini dapat dihindari dengan melakukan usaha pengurangan laju air permukaan tanah dengan cara penanaman sejajar kontur, pertanian berteras, penanaman penutup tanah,
pelarangan izin penebangan hutan, dan pemahaman pada penduduk tentang pentingnya perlindungan tanah perbukitan bagian utara kawasan demi keberlanjutan
kawasan Kecamatan Sulamu.
5.1.6 Pola Penggunaan Lahan
Jika dilihat dari tata guna lahan pada tapak, kawasan hutan 31,5, hutan semak belukar 26, tanah terbuka 15,5, dan lahan pertanian 11,4
menempati persentase terbesar di Kecamatan Sulamu. Lahan pertanian menempati posisi keempat terbesar dari kelompok ini. Khususnya, lahan pertanian seperti padi
103
sawah dan perikanan tambak lebih dominan dan memiliki kemungkinan dikembangkan menjadi usaha pertanian unggulan pada agrowisata kawasan karena
letaknya yang berdekatan dan lebih mudah dicapai oleh pengunjung jika dibandingkan dengan kawasan hutan, hutan semak, dan tanah terbuka.
Jika dilihat dari pola penggunaan lahan di Kecamatan Sulamu, ada desa-desa yang memiliki kesamaan karakteristik lanskap satu sama lain karena faktor
pendukung yang dimiliki topografi lahan, jenis tanah, dan ketersediaan air tanah. Misalnya Desa Bipolo, Oeteta, dan Pariti memiliki kesamaan aktivitas pertanian
lahan basah, peternakan penggembalaan, dan perikanan tambak ikan atau garam. Desa Pantai Beringin, Pitay, Sulamu, dan Pantulan memiliki kesamaan pada
pertanian lahan kering padi gogo, palawija, perikanan tangkap, dan peternakan penggembalaan.
Area pertanian lahan basah di beberapa lokasi terletak pada kelerengan yang relatif datar 0-8 yang memiliki kesesuaian lahan yang cukup ideal untuk daerah
pertanian padi sawah Hardjowigeno dan Yogaswara 2001. Sebagian pertanian lahan kering padi gogo, palawija, sayuran menempati daerah dengan tingkat
kemiringan lereng 8-15 dan sebagian tersebar di daerah yang relatif datar yang keduanya dapat dinikmati dari jalan utama desa. Hal lain yang menarik perhatian
pengunjung adalah pemandangan lanskap alam sepanjang perjalanan wisata.
Pembukaan lahan perikanan tambak ikan ataupun garam di Desa Bipolo, Desa Pariti, dan Desa Oeteta perlahan-lahan menekan keberadaan hutan bakau yang
ada di pesisir pantai desa. Hal ini akan berdampak merugikan keberlanjutan ekosistem kawasan yang ada di sepanjang muara sungai, karena bakau selama ini
mendukung keberlanjutan usaha tani masyarakat. Kegiatan penebangan kayu hutan juga sering dilakukan di bagian utara desa Pantai Beringin, Pitay, Sulamu, dan
Pantulan. Beberapa kali banjir tahunan pada musim hujan yang terjadi karena bertemunya aliran air sungai dengan air pasang dari laut yang merugikan hasil
perikanan masyarakat. Hal ini harus diantisipasi dengan pelarangan pembukaan lahan tambak dan penebangan hutan serta penanaman kembali pohon hutan dan
bakau pada lokasi-lokasi yang mengalami penipisan vegetasi.
5.2 Aspek Biologis
Ketika memasuki kawasan, pemandangan hijauan vegetasi hutan desa yang berupa pohon kayu, menjadi daya tarik awal bagi pengunjung. Penutupan vegetasi
yang rapat memberikan kenyamanan iklim mikro pada kawasan. Setelah memasuki area permukiman desa, jenis vegetasi akan berubah sesuai dengan jenis lanskap yang
ada. Pekarangan warga desa akan menyajikan vegetasi tanaman pangan seperti palawija dan pohon buah-buahan pisang, mangga, pepaya, demikian juga dengan
area kebun dan persawahan desa. Namun, pada area hutan semak belukar di ketujuh desa, jenis vegetasi dominan hampir sama. Keberagaman vegetasi ini dapat dijadikan
objek daya tarik untuk pengembangan agrowisata pada kawasan. Namun pada kawasan ini, keragaman vegetasi tanaman pangan juga bergantung pada keadaan
musimcuaca yang ada. Penting untuk melihat jadwal pola tanam tanaman budidaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk membuat rencana waktu kunjungan
agrowisata yang dapat dipilih dan bermanfaat bagi pengunjung.
Kawasan masih memiliki kelemahan dari segi keberadaan kumpulan vegetasi pohon pertanian. Area dengan kumpulan satu jenis vegetasi pohon jarang ditemui,
104
karena letaknya yang terpencar-pencar. Misalnya suatu area perkebunan mangga masih jarang dijumpai, karena kumpulan pohon mangga hanya ditemukan pada
pekarangan warga, dimana warga dapat memiliki 5-6 pohon mangga pada pekarangan atau kebun miliknya. Namun, perkebunan jambu mete cukup banyak
dijumpai, yaitu di Desa Oeteta, Pariti, Pitay, dan Pantulan. Pada Desa Pitay, Desa Sulamu, dan Desa Pantulan tidak banyak ditemukan jenis pohon buah-buahan pada
lahan pekarangan warga. Untuk pengembangan kawasan wisata pertanian kedepan, sebaiknya juga direncanakan suatu lahan pertanian dengan penanaman beberapa jenis
pohon buah-buahan agar daya tarik wisata dapat lebih dioptimalkan.
Satwa sapi dan kambing sebagai aspek wisata peternakan pada kawasan adalah masih terbatas pada jenis ternak penggembalaan dan bukan ternak kandang.
Keberadaan ternak sapi dan kambing dalam jumlah yang cukup banyak pada suatu lahan penggembalaan yang dekat dengan lahan pertanian menjadi daya tarik bagi
orang luar kawasan. Ternak babi dan ayam pada skala kecil biasanya dipelihara di dalam pekarangan warga, sehingga usaha peternakan sapi dan kambing memiliki
potensi yang lebih baik untuk keberlanjutan agrowisata pada kawasan. Burung migran juga dapat ditemukan pada kawasan yaitu di pantai, hutan bakau, sawah, dan
tambak, yang walaupun pada kenyataannya menjadi hama bagi ikan tambak warga, namun keberadaan satwa ini dapat menjadi indikator kesehatan ekosistem pada
kawasan.
Salah satu daya tarik kawasan adalah keberadaan ikanudang tambak. Aktifitas perikanan yang menarik bagi orang luar adalah kegiatan budidaya
perikanan tambak ikanudang, pemancingan, dan garam tambak. Perikanan tangkap ikanudang tangkap juga menjadi tujuan utama yang penting bagi pengunjung yang
ingin membeli produk perikanan.
5.3 Aspek Sosial Budaya