Analisis Kualitas Lingkungan Landscape Management Strategy for Integrated Agricultural Tourism at Sulamu Sub District, Kupang, East Nusa Tenggara.

74 Tabel 25 Penilaian karakter lanskap pertanian terpadu Lokasi Parameter N S P A B C Desa Bipolo 4 4 3 11 330 T Desa Oeteta 3 4 3 10 300 T Desa Pariti 3 4 2 9 270 S Desa Pantai Beringin 3 4 1 8 240 S Desa Pitay 1 2 1 4 120 R Kelurahan Sulamu 3 4 2 9 270 S Desa Pantulan 1 2 1 4 120 R Keterangan: A = Pertanian terpadu horisontal tumpang sari B = Pertanian terpadu horisontal wilayah desa C = Pertanian terpadu vertikal N = Jumlah A+B+C Nilai S = Skor Nx30 P = Potensi T= Tinggi 271-360, S= Sedang 181-270, R= Rendah 90-180 Gambar 25 Peta potensi karakter lanskap pertanian terpadu

4.5 Analisis Kualitas Lingkungan

Kecamatan Sulamu memiliki beberapa ekosistem yang masih alami, tetapi pada beberapa wilayah telah mengalami gangguan yaitu ekosistem hutan, ekosistem hutan bakau, ekosistem hutan pantai, dan ekosistem savana. Ekosistem hutan alam dalam kawasan terdiri dari hutan lindung sebelah utara Desa Bipolo, Oeteta, Pariti, dan Pantai Beringin dan hutan produksi terbatas sebelah utara Desa Pitay dan Pantulan. Hutan lindung adalah hutan yang difungsikan sebagai penjaga keteraturan air dalam tanah fungsi hidrolisis, menjaga tanah agar tidak terjadi erosi, mengatur iklim fungsi klimatologis, serta menanggulangi pencemaran udara. Hutan lindung sangat dilindungi dari kegiatan penebangan yang pada umumnya terdapat di sekitar lereng Gunung Fatuleu. Hutan produksi terbatas merupakan hutan yang dialokasikan 75 untuk produksi kayu dengan intensitas rendah. Pada hutan produksi tersebut terdapat 80 kayu jati lokal yang baik mutunya. Selain ekosistem hutan, pada saat ini Desa Bipolo, Oeteta, dan Pariti memiliki hutan bakau di Kecamatan Sulamu, yaitu 305 ha, 232 ha, dan 196 ha. Keberadaan hutan bakau tersebut perlahan-lahan berkurang karena pembukaan lahan sawah ataupun tambak oleh warga. Namun ada beberapa warga yang membuat kelompok bersama untuk penyelamatan ekosistem bakau. Kegiatan kelompok ini adalah melakukan penyemaian dan penanaman dua spesies bakau, yaitu Rhizopora muchronata dan Rhizopora styllosa, di tambak ikan, muara sungai, dan pantai. Dalam ekosistem hutan pantai, vegetasi yang tumbuh dalam kawasan adalah nyamplung Callophylum innophylum. Vegetasi ini semakin berkurang oleh penebangan karena aktivitas pembukaan lahan harak bagi kegiatan usaha tani garam oleh warga. Kecamatan Sulamu memiliki kondisi keaslian ekosistem yang terganggu kurang dari 15 akibat aktifitas pertanian dan perikanan penduduk Gambar 26. Bakau yang ditanam warga Tanah terbuka pesisir Penebangan hutan di Desa Pitay Tambak baru yang menekan hutan Gambar 26 Kondisi ekosistem pada kawasan Ekosistem savana adalah ekosistem dengan padang rumput yang luas dan jumlah pohon yang sedikit dengan curah hujan yang rendah yang berupa padang rumput dengan pohon-pohon yang berpencar jarang. Ekosistem ini dapat dijumpai di Desa Pitay, Sulamu, dan Pantulan dengan jenis vegetasi lontar Borassus flabellifer dan gewang Corypha utan, serta rumput ilalang. Contoh beberapa ekosistem dalam kawasan dapat dilihat pada Gambar 27. 76 Ekosistem hutan Ekosistem hutan pantai Ekosistem hutan bakau Ekosistem savana Gambar 27 Beberapa ekosistem di Kecamatan Sulamu Potensi banjir dalam kawasan terjadi sekali dalam lima tahun sampai sekali dalam setahun pada musim hujan disebabkan oleh meluapnya air Sungai Biboko yang melewati Desa Bipolo, Desa Oeteta, dan Desa Pariti, dan Sungai Netatekok di Desa Pantai Beringin, Desa Pitay, dan Kelurahan Sulamu. Tingginya debit air di musim hujan, jenis tanah gleisol dan rendzina yang peka terhadap erosi, terjadinya penebangan liar di perbukitan Fatuleu sebelah utara kawasan, dan adanya pertemuan antara arus sungai dari daerah hulu perbukitan dan arus pasang dari laut menyebabkan banjir setiap tahun dalam kawasan. Identifikasi kualitas lingkungan di Kecamatan Sulamu dapat dilihat pada Lampiran 2. Desa Bipolo, Desa Oeteta, dan Desa Pariti memiliki topografi lahan yang datar 0-3 sehingga cukup sesuai untuk aktivitas pertanian lahan basah, lahan kering, dan perikanan tambak. Semakin ke barat, yaitu di Desa Pantai Beringin, Desa Pitay, dan Desa Pantulan, topografi lahan semakin tinggi 8 nilai ≤ 15. Namun, di Kelurahan Sulamu sebagian besar lahan datar karena langsung bertemu dengan pantai. Wilayah utara yang merupakan daerah perbukitan memiliki topografi kawasan yang landai dan curam dengan penutupan lahan hutan dan semak belukar. Desa Bipolo, Oeteta, Pariti, P. Beringin, Pitay, dan Pantulan memiliki kualitas air kelas 1 yang sesuai standar air baku untuk air minum, kondisi visual air tanah cukup baik berwarna jernih dan tidak asin Nilai 4, sedangkan Kelurahan Sulamu dengan lokasi permukiman padat dekat dengan pantai memiliki kualitas air payau sehingga kurang layak jika digunakan sebagai air minum atau kualitas air yang sesuai untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, atau kebutuhan pertanian Kelas 2 PP No.822001. 77 Menurut Fardiaz 1992, perairan pantai yang telah mengalami penyimpangan sifat air merupakan perairan yang sudah tidak lagi berfungsi secara normal sehingga dikategorikan sebagai perairan tercemar yang dapat mempengaruhi ekosistem lingkungan sekitarnya. Hasil pengukuran kualitas air di perairan Teluk Kupang DPK Kabupaten Kupang 2012 yang meliputi pH, oksigen terlarut, suhu dan salinitas menyatakan bahwa umumnya kualitas air perairan kawasan masih dalam batas toleransi yang mendukung keseimbangan ekosistem pantai Teluk Kupang Tabel 26. Tabel 26 Data pengukuran parameter kualitas air perairan Teluk Kupang Lokasi pH DO ppm Suhu C Salinitas Pantai Bipolo 8,24 9,30 29,3 31,0 Pantai Sulamu 8,26 8,11 29,1 32,7 Sumber : DPK Kabupaten Kupang 2012 Analisis kualitas lingkungan kawasan dilakukan berdasarkan parameter keaslian ekosistem, penutupan lahan, potensi banjir, topografi, dan kualitas visual air USDA, 1968, modifikasi. Hasil penilaian tersebut dikategorikan dalam tingkatan tinggi T, sedang S, dan rendah R yang ditunjukkan Tabel 27. Dari tujuh lokasi desa yang diamati, tiga desa termasuk dalam klasifikasi potensi tinggi T, yaitu Desa Bipolo, Desa Oeteta, dan Desa Pariti, sedangkan Desa Pantai Beringin, Desa Pitay, Kelurahan Sulamu, dan Desa Pantulan termasuk pada klasifikasi potensi sedang S. Peta potensi kualitas lingkungan dapat dilihat pada Gambar 28. Tabel 27 Penilaian kualitas lingkungan di Kecamatan Sulamu Lokasi Parameter N S P A B C D E Desa Bipolo 3 3 2 4 4 16 320 T Desa Oeteta 3 3 2 4 4 16 320 T Desa Pariti 3 3 2 4 4 16 320 T Desa P. Beringin 3 3 2 3 4 15 300 S Desa Pitay 2 3 2 3 4 14 280 S Kelurahan Sulamu 2 3 2 3 2 12 240 S Desa Pantulan 2 3 2 3 4 14 280 S Keterangan: A = Keaslian Ekosistem, B = Penutupan lahan, C = Potensi banjir D = Topografi E = Kualitas visual air N = Jumlah A+B+C+D+E Nilai S = Skor Nx20 P = Potensi T= Tinggi 301-400, S= Sedang 201-300, R= Rendah 100-200 78 Gambar 28 Peta potensi kualitas lingkungan di Kecamatan Sulamu

4.6 Analisis Potensi Daya Tarik Wisata