100
V PEMBAHASAN
5.1
Aspek Fisik 5.1.1
Letak Wilayah dan Aksesibilitas
Dari aspek letak wilayah, lokasi tapak yang memiliki jarak cukup jauh dari Kota Kupang sebenarnya kurang strategis untuk pengembangan agrowisata. Namun
dari aspek daya tarik kawasan yang didominasi oleh lahan pertanian, view pemandangan indah yang beragam, jauh dari kebisingan, dan produksi ikan dan
udang yang disukai masyarakat, membuat lokasi ini berpotensi sebagai daerah agrowisata dengan tidak mengganggu sirkulasi aktivitas pertanian masyarakat lokal.
Kecamatan Sulamu dapat dicapai melalui jalan darat dan jalan laut dari Kota Kupang. Apabila melewati jalan darat dengan rute Kupang menuju kecamatan
Sulamu Desa Bipolo sebagai pintu masuk kawasan akan menempuh jarak sejauh 30 km dengan lama perjalanan satu jam, sedangkan apabila menggunakan jalan laut
kapal boat dengan rute Kupang menuju Kelurahan Sulamu akan menempuh waktu perjalanan selama 30 menit. Namun pada kondisi saat ini, akses menuju kawasan
hanya menggunakan perjalanan darat, dan belum memanfaatkan akses perjalanan laut, sehingga disarankan agar dapat memanfaatkan akses perjalanan laut yang
memiliki waktu perjalanan dan jarak yang lebih efisien daripada perjalanan darat.
Dari aspek kelayakan kondisi jalan darat menuju kawasan, jaringan jalan yang menghubungkan antara Kota Kupang menuju Desa Pariti adalah jalan dengan
kondisi baik, sedangkan jaringan jalan yang menghubungkan antara Desa Pantai Beringin sampai Desa Pantulan adalah jalan dengan kondisi kurang baik dan rusak.
Kondisi ini menyulitkan akses warga desa menuju kota dan menyulitkan pengunjung untuk dapat mencapai kawasan, terutama apabila pengunjung memanfaatkan akses
jalan laut dari Kota Kupang - Kelurahan Sulamu yang dilanjutkan menuju Desa Bipolo.
5.1.2 Iklim
Suhu udara rata-rata kawasan adalah 26,85 C merupakan suhu yang nyaman
bagi pengunjung. Hal ini sesuai dengan kisaran suhu yang nyaman bagi manusia yaitu 21,0-27,5
C Carpenter et al. 1975. Kecepatan angin rata-rata tapak adalah 1,6 kmjam atau angin sepoi dirasakan dapat membantu menurunkan suhu panas yang
berasal dari lama penyinaran matahari pada musim kemarau. Lama penyinaran matahari rata-rata adalah 7,88 jamhari.
Kelembaban udara rata-rata adalah 76,8 yang tergolong tinggi dan telah berada di luar kisaran kelembaban udara yang nyaman. Kisaran kelembaban udara
yang nyaman bagi manusia adalah 40-75 Laurie 1986. Perlu dilakukan usaha untuk menurunkan kelembaban udara pada tapak dengan melakukan penanaman
vegetasi pohon pada lokasi tapak yang terbuka.
Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson, Kecamatan Sulamu tergolong tipe iklim E, yakni daerah agak kering dengan bulan basah berlangsung
selama lima bulan Desember-April dan bulan kering berlangsung selama tujuh bulan Mei-November. Curah hujan yang berlebihan pada musim hujan dan
berkekurangan pada musim kemarau sangat mempengaruhi pola aktivitas pertanian
101
masyarakat. Curah hujan yang terus-menerus dalam jumlah yang banyak sering menyebabkan penggenangan air pada lahan desa yang datar seperti Desa Bipolo,
Oeteta, dan Pariti. Hal ini harus diatasi dengan menyediakan sistem drainase yang baik menuju ke sungai. Curah hujan yang kecil pada musim kemarau sangat
menghambat kegiatan pertanian masyarakat desa yang belum menggunakan teknologi penangkapan air yang memadai dan hanya mengandalkan alam. Hal ini
salah satunya dapat diatasi dengan membangun embung air sebagai cadangan persediaan air di musim kemarau.
5.1.3 Jenis Tanah
Jenis tanah Regosol pada sebagian besar Kelurahan Sulamu, Pitay, dan Pantulan kurang baik untuk pengembangan pertanian terutama tanaman musiman.
Demikian pula halnya dengan budi daya perikanan tambak. Sifatnya yang poros dan lepas menyebabkan tanah ini sulit memegang air. Namun, pada kawasan ini juga
dijumpai pekarangan penduduk yang menanam jenis tanaman musiman kacang panjang, padi gogo dan tanaman pohon buah jambu mete yang mampu beradaptasi
dengan kondisi tanah. Aplikasi pengolahan tanah dan pemupukan organik yang sesuai dengan kebutuhan tanaman dapat menjadi solusi jenis tanah ini.
Jenis tanah Gleisol yang banyak dijumpai di sekitar pesisir Desa Bipolo, yang dipengaruhi pasang surut air laut kawasan telah dimanfaatkan untuk
pengembangan tambak garam. Hal ini menyebabkan kondisi ekosistem lingkungan sangat dipengaruhi limpahan air dari pantai maupun dari sungai. Untuk keberlanjutan
usaha perikanan masyarakat desa, perlu dilakukan peningkatan penanaman vegetasi bakau pada daerah ini, agar fungsi bakau sebagai penyangga ekosistem pantai tetap
lestari. Selain itu, pelarangan untuk pembukaan lahan baru bagi tambak juga sangat penting dilakukan demi keberlanjutan ekosistem pendukung kawasan.
Pada kawasan, tanah grumusol yang subur di Desa Bipolo, Desa Oeteta, dan Desa Pariti telah dikembangkan menjadi lahan pertanian sawah intensif dengan pola
tanam padi-palawija-bera serta tanaman perkebunan seperti jati, kelapa, dan jambu mete. Jenis tanah ini mempunyai sifat fisik dan kimia tanah yang ideal bagi kegiatan
pertanian, sehingga disarankan untuk pemanfaatan tanah yang khusus untuk aktivitas pertanian.
Tanah kambisol adalah tanah yang terdapat pada dataran tinggi perbukitan kawasan di sebelah utara Kecamatan Sulamu, yang tidak sesuai sebagai daerah
pertanian, tetapi pemanfaatan tanah ini dapat dijadikan lapangan rumputpadang penggembalaan bagi ternak penduduk. Jenis tanah mediteran dan rendzina dengan
status kesuburan tanah yang rendah dapat tetap dibiarkan sebagai semak belukar dan tanah kosong di sebelah utara kawasan Kecamatan Sulamu. Namun harus ditetapkan
suatu peraturan konservasi perlindungan bagi kawasan dengan jenis tanah ini agar tidak dimanfaatkan sebagai lokasi penambangan tanah putih untuk bahan bangunan
bagi luar kawasan karena akan meningkatkan laju aliran permukaan erosi pada kawasan.
102
5.1.4 Topografi