Analisis Post Optimal HASIL DAN PEMBAHASAN

113

6.6 Analisis Post Optimal

Analisis post optimal dilakukan untuk mencari kemungkinan- kemungkinan dan besarnya perubahan pada solusi optimal atau nilai dual apabila terjadi perubahan pada koefisien nilai fungsi tujuan dan nilai sebelah kanan kendala. Pada penelitian yang dilakukan, analisis post optimal akan digunakan dengan melakukan perubahan terhadap input produksi yaitu menaikkan total biaya bahan baku benang sutera dan mengurangi jumlah tenaga kerja langsung. Analisis post optimal pada penelitian ini terfokus pada beberapa skenario yaitu: 1. Menaikkan total biaya bahan baku benang sutera sebesar 20 persen. Hal ini didasarkan dari pengalaman perusahaan terhadap perubahan harga benang sutera. Harga benang sutera pada tahun 2005 yaitu Rp 240.000,00 sedangkan pada tahun 2006 menjadi Rp 265.000,00 per kg, bahkan pada tahun 2007 harga benang sutera mencapai Rp 300.000,00 per kg. Hal ini berarti peningkatan harga benang sutera yang pernah terjadi berkisar antara 10 sampai 15 persen. Maka dari itu, asumsi kenaikan sebesar 20 persen didasarkan sebagai antisipasi apabila terjadi kenaikan harga yang lebih besar. 2. Menurunkan jumlah tenaga kerja langsung untuk produksi kain tenun warna menjadi tiga orang. Hal ini didasarkan karena tenaga kerja langsung pada proses produksi kain sutera di CV Batu Gede Bogor merupakan tenaga kerja borongan bukan tenaga kerja tetap, sehingga hal yang mungkin terjadi adalah beralihnya tenaga kerja borongan untuk mencari pekerjaan jenis yang lain. 3. Menaikkan total biaya bahan baku benang sutera sebesar 20 persen dan menurunkan jumlah tenaga kerja langsung untuk produksi kain tenun warna menjadi tiga orang. Hal ini didasarkan dari asumsi skenario 1 dan 2 terjadi pada kurun waktu yang sama.

6.6.1 Skenario 1

Kenaikan biaya bahan baku akan berdampak pada menurunnya keuntungan per unit dari setiap produk yang dihasilkan. Pengujian model terhadap kenaikan biaya bahan baku dilakukan untuk mengetahui kenaikan biaya produksi terhadap keputusan produksi, alokasi sumberdaya dan keuntungan optimal perusahaan. Kenaikan biaya bahan baku benang sutera dapat mengubah koefisien fungsi tujuan pada model optimalisasi yang telah dilakukan. Pada skenario 1, nilai 114 keuntungan penjualan kain sutera setelah terjadinya kenaikan total biaya bahan baku benang sutera sebesar 20 persen dapat dilihat pada Tabel 51. Tabel 51. Nilai Keuntungan Penjualan Kain Sutera setelah Terjadinya Kenaikan Total Biaya Bahan Baku Benang Sutera Sebesar 20 Persen Pada CV Batu Gede Tahun Bulan Nilai LabaKeuntungan per meter Rp Kain Dobby X 1 Kain Tenun Warna X 2 2007 September 44.612,90 100.813,70 Oktober 44.925,07 101.750,21 Nopember 44.077,34 99.207,01 Desember 43.323,87 96.946,62 2008 Januari 44.700,57 101.076,71 Februari 42.846,14 95.513,43 Maret 44.048,72 99.121,15 April 44.076,36 99.204,07 Mei 44.377,27 100.106,80 Juni 44.680,98 101.017,93 Juli 45.389,81 103.144,42 Agustus 44.842,89 101.503,66 Berdasarkan Tabel 51 maka diperoleh model fungsi tujuan persamaan linier sebagai berikut : Maks Z = Pada analisis post optimal skenario 1 menunjukkan bahwa nilai fungsi tujuan pada model mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi didasarkan adanya penurunan keuntungan setelah terjadi kenaikan biaya bahan baku sebesar 20 persen. Sedangkan kombinasi jumlah produk optimal tidak berubah atau sama dengan hasil optimalisasi yang sudah dilakukan solusi optimal awal. Untuk lebih 212 211 210 29 28 27 26 25 24 23 22 21 112 111 110 19 18 17 16 15 14 13 12 11 101.503,66 103.144,42 101.017,93 100.106,80 99.204,07 99.121,15 95.513,43 101.076,71 96.946,62 99.207,01 101.750,21 100.813,70 44.842,89 45.389,81 44.680,98 44.377,27 44.076,36 44.048,72 42.846,14 44.700,57 43.323,87 44.077,34 44.925,07 44.612,90 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X                        115 jelasnya, output LINDO hasil analisis post optimal skenario 1 pada CV Batu Gede dapat dilihat pada Lampiran 9. Kentungan optimal pada hasil analisis post optimal skenario 1 adalah sebesar Rp 76.740.350,00. Dibandingkan dengan keuntungan kondisi optimal awal yaitu sebesar Rp 85.057.260,00, maka nilai keuntungan pada analisis post optimal skenario 1 lebih rendah. Hal ini berarti perusahaan sudah mencapai optimal dengan keuntungan sebesar Rp 76.740.350,00 pada kondisi skenario 1. Hasil analisis post optimal skenario 1 menunjukkan adanya penurunan nilai dual pada ketersediaan sumberdaya dari kondisi optimal awal. Hal ini menyebabkan menurunnya nilai keuntungan optimal awal. Penurunan nilai dual terdapat pada kendala permintaan pasar yang menjadi pembatas produksi pada skenario 1. Hal ini berarti masih menguntungkan bagi CV Batu Gede untuk meningkatkan jumlah produksi kain sutera jika terjadi kenaikan jumlah permintaan, karena setiap satu meter kain sutera baik jenis kain dobby atau tenun warna yang dihasilkan oleh perusahaan akan meningkatkan keuntungan kotor sebesar nilai dualnya. Status penggunaan sumberdaya pada hasil analisis post optimal skenario 1 secara keseluruhan tidak berbeda dengan kondisi optimal awal. Sumberdaya yang berstatus berlebih atau kendala tidak aktif yaitu bahan baku jenis benang pakan, benang lungsi, bahan pembantu soda as, dan zat pewarna. Sedangkan sumberdaya yang berstatus langka atau kendala aktif adalah ketersediaan jam kerja ATBM dan tenaga kerja langsung. Sehingga penambahan jam kerja ATBM dan tenaga kerja langsung perusahaan diperlukan untuk mencapai keuntungan maksimal. Batas kenaikan dan penurunan nilai koefisien fungsi tujuan pada hasil analisis post optimal skenario 1 mengalami beberapa perubahan. Nilai batas kenaikan allowable increase koefisien tujuan untuk produk kain sutera dobby tidak mengalami perubahan sedangkan nilai batas penurunannya allowable decrease mengalami penurunan dari kondisi optimal awal. Sebaliknya, nilai batas kenaikan koefisien tujuan untuk produk kain sutera tenun warna mengalami penurunan sedangkan nilai batas penurunannya tidak mengalami perubahan dari kondisi optimal awal. Hal ini menunjukkan selang kepekaan nilai koefisien tujuan pada skenario 1 lebih sempit dibandingkan pada kondisi optimal awal. Artinya, 116 nilai koefisien fungsi tujuan semakin peka berubah terhadap menurunnya nilai keuntungan kain sutera dobby dan meningkatnya nilai keuntungan kain sutera tenun warna. Nilai selang kepekaan terhadap sumberdaya pada skenario 1 secara keseluruhan tidak berubah dari kondisi optimal. Hal ini menunjukkan perubahan pada skenario 1 tidak mempengaruhi nilai sebelah kanan fungsi kendala pada model optimalisasi tetapi hanya mempengaruhi nilai koefisien fungsi tujuan. Oleh karena itu, setelah dilakukan pengujian model melalui analisis post optimal skenario 1 yaitu dengan menaikkan total biaya bahan baku benang sutera sebesar 20 persen perusahaan diharapkan meningkatkan nilai jual kain sutera dobby dan kain sutera tenun warna paling tidak sebesar kenaikan biaya bahan baku yang terjadi agar perusahaan dapat mempertahankan penjualan dan keuntungan optimalnya.

6.6.2 Skenario 2

Pada analisis post optimal skenario 2, model di uji dengan melakukan perubahan pada koefisien fungsi kendala yaitu menurunkan jumlah tenaga kerja langsung TKL untuk produksi kain tenun warna dari lima orang menjadi tiga orang. Dasar asumsi tersebut yaitu TKL pada proses produksi kain sutera di CV Batu Gede Bogor merupakan tenaga kerja borongan bukan tenaga kerja tetap, sehingga hal yang dapat terjadi adalah menurunnya jumlah TKL akibat mereka beralih untuk mencari pekerjaan jenis yang lain. Nilai koefisien kendala ketersediaan jam kerja TKL pada skenario 2 dapat dilihat pada Tabel 52. 117 Tabel 52. Ketersediaan dan Nilai Koefisien Jam Tenaga Kerja Langsung Produksi Kain Tenun Warna pada Skenario 2 Tahun Bulan Jumlah TKL orang Jam Kerjahari jam HOK hari Ketersediaan jam Produksi m Koefisien jamm 2007 September 3 7 25 525 27,1 19,37 Oktober 3 7 26 546 27,7 19,71 Nopember 3 7 25 525 26,3 19,96 Desember 3 7 26 546 25,2 21,67 2008 Januari 3 7 26 546 27,4 19,93 Februari 3 7 24 504 24,6 20,49 Maret 3 7 26 546 26,4 20,68 April 3 7 25 525 26,5 19,81 Mei 3 7 26 546 27,0 20,22 Juni 3 7 25 525 27,5 19,09 Juli 3 7 26 546 28,9 18,89 Agustus 3 7 26 546 27,9 19,57 Pada Tabel 52, dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja langsung untuk produksi kain tenun warna pada skenario 2 adalah tiga orang, hal ini terjadi pengurangan dua orang dari lima orang tenga kerja langsung yang ada untuk produksi kain tenun warna. Akibat dari pengurangan tersebut jumlah ketersediaan jam kerja dan nilai koefisien tenaga kerja langsung untuk produksi kain tenun warna menjadi lebih kecil dari kondisi sebelum terjadi pengurangan. Hal ini dapat dibandingkan dengan Tabel 26 pada pembahasan sebelumnya. Oleh karena itu jumlah total ketersediaan jam kerja tenaga kerja langsung pada skenario 2 yang dijadikan sebagai nilai sebelah kanan kendala ketersediaan jam tenaga kerja langsung dapat dilihat pada Tabel 53. 118 Tabel 53. Jumlah Total Ketersediaan Jam Tenaga Kerja Langsung Produksi Kain Dobby dan Warna Pada Skenario 2 Tahun Bulan Ketersediaan Jam Kerja TKL jam Kain Dobby Kain Warna Total 2007 September 875 525 1.400 Oktober 910 546 1.456 Nopember 875 525 1.400 Desember 910 546 1.456 2008 Januari 910 546 1.456 Februari 840 504 1.344 Maret 910 546 1.456 April 875 525 1.400 Mei 910 546 1.456 Juni 875 525 1.400 Juli 910 546 1.456 Agustus 910 546 1.456 Berdasarkan Tabel 53 dapat diketahui jumlah total ketersediaan jam kerja tenaga kerja langsung TKL mengalami perubahan dari kondisi sebelum adanya pengurangan TKL produksi kain tenun warna yang dapat dilihat pada Tabel 27. Jumlah total ketersediaan jam kerja TKL menurun dari kondisi sebelumnya sehingga nilai sebelah kanan kendala ketersediaan jam kerja TKL mengalami perubahan. Berdasarkan nilai koefisien dan nilai total ketersediaan jam kerja TKL yang telah diperoleh, maka fungsi kendala jam TKL pada skenario 2 dapat disusun sebagai berikut: 1456 19,57 10,89 1456 18,89 10,51 1400 19,09 10,59 1456 20,22 11,25 1400 19,81 11,02 1456 20,68 11,50 1344 20,49 11,40 1456 19,93 11,07 1456 21,67 12,05 1400 19,96 11,09 1456 19,71 10,95 1400 19,37 10,75 2 1 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 1 0 1 1 0 2 9 1 9 2 8 1 8 2 7 1 7 2 6 1 6 2 5 1 5 2 4 1 4 2 3 1 3 2 2 1 2 2 1 1 1                         X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X 119 Output LINDO hasil analisis post optimal skenario 2 pada CV Batu Gede dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil analisis post optimal skenario 2 menunjukkan nilai fungsi tujuan tidak mengalami perubahan, variabel yang mengalami perubahan adalah variabel nilai fungsi kendala jam kerja tenaga kerja langsung. Pengurangan jumlah TKL mengakibatkan berkurangnya jumlah jam TKL untuk memproduksi kain tenun sutera, sehingga hal ini menyebabkan menurunnya jumlah produksi optimal dibandingkan dengan produksi pada kondisi optimal awal. Perbandingan tingkat produksi kain sutera dobby antara kondisi aktual dan kondisi optimal pada skenario 2 dapat dilihat pada Tabel 54. Tabel 54. Perbandingan Kondisi Aktual dan Kondisi Optimal Skenario 2 Produksi Kain Sutera Dobby Pada CV Batu Gede Produksi Dobby Variabel Aktual m Optimal m Perubahan Tahun Bulan Selisih m Persentase 2007 September X 11 81,4 81,4 0,0 0,00 Oktober X 12 83,1 83,1 0,0 0,00 Nopember X 13 78,9 78,9 0,0 0,00 Desember X 14 75,5 75,5 0,0 0,00 2008 Januari X 15 82,2 81,9 0,3 0,36 Februari X 16 73,7 73.,7 0,0 0,00 Maret X 17 79,1 79,1 0,0 0,00 April X 18 79,4 79,1 0,3 0,38 Mei X 19 80,9 80,9 0,0 0,00 Juni X 110 82,6 82,7 -0,1 -0,12 Juli X 111 86,6 86,5 0,1 0,12 Agustus X 112 83,6 83,6 0,0 0,00 Pada Tabel 54, menunjukkan bahwa secara keseluruhan produksi aktual kain sutera dobby perusahaan hampir sama dengan produksi optimal pada skenario 2. Hal ini dikarenakan pengurangan jam kerja tenaga kerja langsung hanya terjadi pada produksi kain tenun warna, sehingga produksi kain sutera dobby perusahaan sudah dapat dikatakan mencapai optimal pada analisis post optimal skenario 2. Walaupun demikian, kondisi optimal produksi kain sutera dobby pada skenario 2 masih lebih rendah dibandingkan dengan kondisi optimal 120 awal. Oleh karena itu, perusahaan diharapkan tetap meningkatkan produksi kain sutera dobby sebesar selisih negatifnya dan mengurangi produksinya sebesar selisih positifnya untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Perbandingan tingkat produksi kain sutera tenun warna antara kondisi aktual dan kondisi optimal pada skenario 2 dapat dilihat pada Tabel 55. Tabel 55. Perbandingan Kondisi Aktual dan Kondisi Optimal Skenario 2 Produksi Kain Sutera Tenun Warna Pada CV Batu Gede Produksi Tenun Warna Variabel Aktual m Optimal m Perubahan Tahun Bulan Selisih m Persentase m 2007 September X 21 27,1 27,1 0,0 0,00 Oktober X 22 27,7 27,7 0,0 0,00 Nopember X 23 26,3 26,3 0,0 0,00 Desember X 24 25,2 25,2 0,0 0,00 2008 Januari X 25 27,4 27,4 0,0 0,00 Februari X 26 24,6 24,6 0,0 0,00 Maret X 27 26,4 26,4 0,0 0,00 April X 28 26,5 26,7 -0,2 -0,75 Mei X 29 27,0 27,0 0,0 0,00 Juni X 210 27,5 27,5 0,0 0,00 Juli X 211 28,9 28,9 0,0 0,00 Agustus X 212 27,9 27,9 0,0 0,00 Sama halnya dengan produksi kain sutera dobby, pada Tabel 55 menunjukkan bahwa produksi aktual kain tenun warna perusahaan secara keseluruhan hampir sama dengan kondisi optimal pada skenario 2. Hal ini berarti pengurangan tenaga kerja langsung tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi aktual perusahaan. Tetapi, kondisi optimal produksi kain sutera tenun warna pada skenario 2 lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi optimal awal. Hal ini menunjukkan perusahaan harus lebih fokus terhadap produksi kain sutera dobby untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Pengurangan jam kerja tenaga kerja langsung pada skenario 2 mengakibatkan berkurangnya keuntungan optimal. Keuntungan kondisi optimal awal yaitu sebesar Rp 86.826.900,00 sedangkan keuntungan optimal pada 121 skenario 2 adalah Rp 82.893.570,00. Namun jika dibandingkan dengan kondisi optimal skenario 1 dan kondisi aktual perusahaan, nilai keuntungan optimal pada skenario 2 lebih tinggi. Status penggunaan sumberdaya pada hasil analisis post optimal skenario 2 tidak terdapat perubahan dari kondisi optimal awal. Sumberdaya yang berstatus berlebih atau kendala tidak aktif yaitu bahan baku jenis benang pakan, benang lungsi, bahan pembantu soda as, dan zat pewarna. Sedangkan sumberdaya yang berstatus langka atau kendala aktif adalah ketersediaan jam kerja tenaga kerja langsung dan jam kerja ATBM. Namun status untuk kendala permintaan pasar kain dobby berubah dari status kendala pembatas menjadi bukan pembatas. Hal ini ditunjukkan dengan adanya nilai slack or surplus yang positif dan nilai dualnya nol. Artinya tingkat permintaan pasar untuk kain jenis dobby tidak mempengaruhi keuntungan atau fungsi tujuan perusahaan pada saat kondisi skenario 2. Batas kenaikan dan penurunan nilai koefisien fungsi tujuan pada hasil analisis post optimal skenario 2 mengalami beberapa perubahan dari kondisi optimal awal. Nilai batas kenaikan allowable increase koefisien tujuan untuk produk kain sutera dobby secara keseluruhan berubah dari tak terhingga infinity menjadi sebesar nilai-nilai tertentu sedangkan nilai batas penurunannya allowable decrease mengalami peningkatan. Sebaliknya, nilai batas kenaikan koefisien tujuan untuk produk kain sutera tenun warna secara keseluruhan mengalami peningkatan sedangkan nilai batas penurunannya mengalami penurunan dari kondisi optimal awal. Artinya, nilai koefisien fungsi tujuan semakin peka berubah terhadap meningkatnya nilai keuntungan kain sutera dobby dan menurunnya nilai keuntungan kain sutera tenun warna. Nilai selang kepekaan terhadap sumberdaya pada skenario 2 yang berubah secara signifikan dari kondisi optimal awal yaitu ketersediaan jam kerja tenaga kerja langsung, ketersediaan jam kerja ATBM dan permintaan pasar. Nilai selang kepekaan ketersediaan jam kerja tenaga kerja langsung dan jam kerja ATBM semakin sempit dibandingkan dengan kondisi optimal awal. Hal ini menunjukkan pada scenario 2, apabila ketersediaan jam kerja TKL dan ATBM berubah maka akan semakin peka merubah kondisi optimal. Pada permintaan pasar, perubahan terjadi pada permintaan untuk kain jenis dobby. Permintaaan dobby pada kondisi 122 skenario 2 menunjukkan nilai batas kenaikan yang tidak terhingga infinity dimana pada kondisi optimal awal permintaan pasar terdapat nilai tertentu pada batas kenaikannya. Hal ini menunjukkan status permintaan kain dobby berubah dari kendala pembatas menjadi bukan pembatas. Secara keseluruhan, perubahan pada skenario 2 yang mempengaruhi nilai sebelah kanan fungsi kendala dan jumlah produksi optimal awal perusahaan hanya pada kendala permintaan dobby. Hal ini memberikan informasi kepada perusahaan bahwa dengan adanya pengurangan tenaga kerja langsung untuk produksi kain tenun warna perusahaan harus dapat mengendalikan produksinya dan memanfaatkan seluruh ketersediaan sumberdaya yang dimilikinya untuk mencapai keuntungan yang maksimal.

6.6.3 Skenario 3

Pada analisis post optimal skenario 3, model solusi optimal di uji dengan menggabungkan asumsi skenario 1 dan 2, yaitu menaikkan total biaya bahan baku benang sutera sebesar 20 persen dan menurunkan jumlah tenaga kerja langsung untuk produksi kain tenun warna menjadi tiga orang. Pada skenario 3 ini, fungsi tujuan pada model menggunakan asumsi perubahan pada skenario 1 sedangkan fungsi kendala menggunakan asumsi pada skenario 2. Nilai-nilai koefisien fungsi tujuan yang diperoleh sama dengan skenario 1 dan nilai-nilai koefisien fungsi kendala sama dengan skenario 2. Output LINDO hasil analisis post optimal skenario 3 pada CV Batu Gede dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil analisis post optimal skenario 3 menunjukkan perbandingan nilai produksi aktual dan optimal untuk kain sutera dobby dan tenun warna sama dengan yang ditunjukkan oleh masing-masing Tabel 54 dan 55 pada hasil analisis post optimal skenario 2. Namun keuntungan optimal yang diperoleh pada skenario 3 ini berbeda dengan keuntungan optimal pada skenario 1 dan 2. Nilai keuntungan optimal pada skenario 3 adalah sebesar Rp 75.157.860,00. Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan nilai keuntungan optimal yang diperoleh dari skenario 1 dan 2 yaitu masing-masing Rp 76.740.350,00 dan Rp 82.893.570,00. Hal ini dikarenakan model solusi awal pada skenario 3 di uji dengan menggunakan dua asumsi sekaligus. 123 Pada hasil nilai slack or surplus dan nilai dual fungsi-fungsi kendala yang diperoleh dari analisis post optimal skenario 3 menunjukkan status yang tidak jauh berbeda dengan hasil analisis post optimal skenario 2. Perubahan yang terjadi hanya pada nilai dual fungsi kendala ketersediaan jam kerja TKL dan jam kerja ATBM. Pada skenario 3 ini, nilai dual fungsi kendala ketersediaan jam kerja tenaga kerja langsung mengalami penurunan dan nilai dual fungsi kendala ketersediaan jam kerja ATBM mengalami kenaikan dari hasil yang ditunjukkan oleh skenario 2. Hal ini menunjukkan apabila perusahaan menambah jam kerja TKL sebanyak satu satuan perusahaan masih dapat memperoleh keuntungan sebesar nilai dualnya walaupun tidak sebesar nilai dual pada skenario 2 dan apabila perusahaan menambah jam kerja ATBM sebesar satu satuan maka perusahaan dapat menambahkan keuntungannya sebesar nilai dualnya yang lebih besar dari hasil skenario 3. Hal ini diduga kenaikan biaya total bahan baku sebesar 20 persen dan pengurangan tenaga kerja langsung produksi kain tenun warna mengakibatkan perusahaan harus lebih memfokuskan produksi dan mengefisienkan penggunaan ATBM yang dimilikinya untuk memproduksi kain sutera tenun dobby agar mencapai keuntungan yang optimal. Sensitivitas nilai koefisien fungsi tujuan pada model optimalisasi skenario 3 memiliki nilai-nilai batas kenaikan dan penurunan. Walaupun nilai koefisien fungsi tujuan pada model ini sama dengan nilai fungsi tujuan pada skenario 1, namun hasil analisis post optimal skenario 3 ini menunjukkan adanya perbedaan baik pada nilai batas kenaikan atau pada nilai batas penurunannya. Secara keseluruhan selama periode analisis, nilai batas kenaikan koefisien tujuan produksi kain sutera dobby pada skenario 3 memiliki nilai sebesar tertentu dibandingkan dengan hasil skenario 1 yang mencapai tidak terhingga infinity dan untuk produksi kain tenun warna nilai batas penurunannya yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan selang kepekaan nilai koefisien fungsi tujuan pada skenario 3 lebih sempit dibandingkan pada skenario 1. Artinya nilai koefisien fungsi tujuan produksi kain sutera dobby dan kain tenun warna lebih peka berubah terhadap kenaikan total biaya bahan baku dan pengurangan tenaga kerja langsung apabila kedua perubahan tersebut terjadi dalam kurun waktu yang sama. 124 Untuk nilai sensitivitas sebelah kanan kendala pada skenario 3, secara keseluruhan sama dengan hasil nilai skenario 2. Hal ini dikarenakan fungsi kendala model di uji dengan menggunakan asumsi yang sama dengan skenario 2 yaitu mengurangi jumlah TKL, sehingga koefisien fungsi sebelah kanan kendala berubah dari kondisi optimal awal. Kendala yang menjadi pembatas adalah kendala ketersediaan jam kerja TKL dan jam kerja ATBM, artinya kedua kendala memiliki nilai batas kenaikan atau penurunan sebesar tertentu. Secara keseluruhan, hasil analisis post optimal skenario 3 menunjukkan informasi kepada perusahaan untuk lebih mengendalikan produksinya dengan mengefisienkan sumberdaya yang dimilikinya terutama bahan baku, TKL dan ATBM.

6.7 Perbandingan Kondisi Aktual Perusahaan, Optimal Awal, Post Optimal Skenario 1, 2 dan 3