Hasil Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

13 kanji yang ada akan menghalangi penyerapan zat warna atau zat-zat kimia lain pada bahan untuk proses selanjutnya. c. Proses Pengelantangan Serat sutera mempunyai warna agak kekuning-kuningan atau kecokelat- cokelatan. Untuk mendapatkan warna yang putih perlu proses pemutihan yang disebut proses pengelantangan. Proses pengelantangan sutera dapat dilakukan dengan menggunakan zat pengelantangan jenis Natrium Hidrosulfit atau oksidator Hidrogen Peroksida pada pH, konsentrasi, suhu dan waktu tertentu. d. Proses Pengikatan Tenun sutera tradisional Indonesia umumnya ada dua macam, yaitu tenun ikat dan jumputan sasirangan. Tenun ikat yaitu benang sutera setelah melalui proses degumming dan atau pengelantangan kemudian benang tersebut diikat sesuai dengan motif yang diinginkan ikat lungsi, ikat pakan atau keduanya kemudian dicelup. Disini bahan yang terikat tidak akan tercelup sehingga pada waktu bahan tersebut ditenun akan memberikan motif. Jumputan sasirangan, bahan-bahan diikat setelah proses degumming, e. Proses Pencelupan Proses pencelupan adalah proses pemberian warna pada bahan secara merata. Di Indonesia pencelupan bahan sutera banyak mempergunakan zat warna direk, asam, kationik, naftol dan reaktif. Walaupun Alat Tenun Bukan Mesin ATBM memiliki kekurangan dibandingkan dengan Alat Tenun Mesin ATM namun ATBM juga memiliki beberapa kelebihan. Menurut Muflikh 2003, kelebihan-kelebihan ATBM yaitu kekuatan kain yang dihasilkan sangat tinggi, harga jual kain lebih tinggi dan kain tersesan lebih eksklusif karena dikerjakan secara manual. Jenis-jenis kain tenun yang dihasilkan oleh beberapa daerah di Indonesia melalui ATBM antara lain sarung mandar, sengkang, samarinda dan songket.

2.5 Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian Muflikh 2003, mengenai nilai tambah pengolahan dan optimalisasi produksi kain tenun sutera alam menunjukkan bahwa pengolahan kain tenun sutera alam “Aman Sahuri” telah memberikan nilai tambah yang cukup besar dengan rata-rata rasio di atas 60 persen dari nilai output. Penggunaan 14 benang sutera produksi dalam negeri memberikan nilai tambah dan tingkat keuntungan lebih besar daripada penggunaan benang sutera impor untuk menghasilkan berbagai jenis kain sutera. Hasil analisis produksinya menunjukkan perusahaan belum berproduksi secara optimal. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan keuntungan perusahaan setelah memanfaatkan seluruh bahan baku sutera alam untuk mencapai produksi optimal. Peningkatan keuntungan perusahaan setelah adanya optimalisasi produksi sebesar Rp 68.169.250,00. Purwaningsih 2001 melakukan penelitian mengenai optimalisasi produksi benih hortikultura Sang Hyang Seri Selection di PT Sang Hyang Seri Regional Manager I UPPB Sukamandi, Jawa Barat. Pada penelitiannya dilakukan pembagian musim yaitu musim tanam I dan II. Analisis yang dilakukan adalah analisis optimalisasi produksi dan analisis post optimal yang meliputi tiga skenario, yaitu : 1 melakukan perubahan koefisien fungsi tujuan kacang panjang usus hijau musim tanam I; 2 melakukan perubahan pada nilai sisi kanan anggaran upah tenaga kerja langsung musim tanam II; dan 3 melakukan penambahan sejumlah kendala permintaan khususnya cabe rawit dan labu kuning yang juga akan mempengaruhi terhadap perubahan nilai sisi kanan kendala bahan baku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan belum dapat melakukan produksi secara optimal. Hal ini dilihat dari nilai fungsi tujuan pada kondisi optimal lebih besar dari pada keuntungan aktual dengan selisih sebesar Rp 75.535.809,00. Maryati 2008 melakukan penelitian mengenai optimalisasi produksi bibit tanaman hias pada PT Inggu Laut Abadi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Analisis optimalisasi produksi yang digunakan adalah analisis primal, analisis dual, analisis sensitivitas dan analisis post optimal. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan sumberdaya di perusahaan belum efisien dilihat dari adanya perbedaan penggunaan sumberdaya antara kondisi aktual dengan kondisi optimal. Pada analisis post optimal dilakukan dua skenario yaitu meningkatkan harga bahan baku dan mengurangi jam tenaga kerja. Nilai keuntungan yang diperoleh pada skenario pertama lebih besar dari kondisi aktual sedangkan pada skenario kedua lebih kecil. 15 Astuti 2007 melakukan penelitian mengenai optimalisasi sayuran hidroponik pada PT Saung Mirwan, Kecamatan Mega Mendung, Kabupaten Bogor. Analisis optimalisasi produksi yang digunakan adalah analisis primal-dual dan analisis post optimal. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan sumberdaya di perusahaan belum efisien dilihat dari adanya perbedaan penggunaan sumberdaya antara kondisi aktual dengan kondisi optimal. Melalui optimalisasi perusahaan masih dapat meningkatkan keuntungan sebesar 7,52 persen dari keuntungan semula. Jenis tanaman yang diproduksi untuk mencapai kondisi optimal sama dengan jenis tanaman pada kondisi aktual, namun jumlah tanaman yang akan ditanam berbeda. Hal itu karena pada saat pengolahan dengan menggunakan LINDO, jumlah tanaman yang berpotensi menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi akan lebih banyak ditanam. Keseluruhan hasil penelitian terdahulu mengenai optimalisasi produksi menyatakan bahwa perusahaan-perusahan yang diteliti belum mampu melakukan produksi secara optimal. Hal ini dilihat dari keadaan aktual perusahaan masih lebih kecil dibandingkan dengan hasil optimalisasinya. Analisis mengenai optimalisasi produksi dilakukan dengan membandingkan kondisi aktual perusahaan baik produksi maupun keuntungannya dengan kondisi optimal hasil olahan komputer. Dapat diketahui juga bahwa perencanaan linier adalah alat analisis yang cukup baik untuk menyusun kebijakan keputusan berproduksi secara optimal. Penelitian-penelitian terdahulu memiliki kesamaan dengan penelitian yang sedang dilaksanakan ini, yaitu menggunakan analisis optimalisasi untuk mengetahui pengalokasian sumberdaya terbatas dalam memperoleh tingkat produksi yang optimal. Perbedaannya terletak pada perusahaan, komoditi, dan lokasi penelitian serta pada penggunaan skenario analisis post optimal dan analisis sensitivitas untuk mengetahui dampak dari perubahan-perubahan dalam model terhadap nilai-nilai peubah pengambilan keputusan. Secara keseluruhan, perbandingan metode-metode analisis optimalisasi produksi pada penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 5. 16 Tabel 5. Metode-Metode Analisis Optimalisasi pada Penelitian Terdahulu Penulis Tahun Judul Skripsi Metode Analisis Purwaningsih 2001 Optimalisasi Produksi Benih Hortikultura Sang Hyang Seri Selection Di PT Sang Hyang Seri Regional Manager I UPPB Sukamandi, Jawa Barat Analisis primal- dual dan Analisis post optimal Muflikh 2003 Nilai Tambah Pengolahan dan Optimalisasi Produksi Kain Tenun Sutera Alam Di Perusahaan “Aman Sahuri” Analisis Primal, Analisis Dual dan Analisis Sensitivitas Astuti 2007 Optimalisasi Sayuran Hidroponik Pada PT Saung Mirwan, Kecamatan Mega Mendung, Kabupaten Bogor Analisis primal- dual dan Analisis post optimal Maryati 2008 Optimalisasi Produksi Bibit Tanaman Hias Pada PT Inggu Laut Abadi Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Analisis Primal, Analisis Dual, Analisis Sensitivitas dan Analisis post optimal

III. KERANGKA PEMIKIRAN