5.2.1 Tingkat Pendidikan Orang Tua Pekerja Anak
Pendidikan bukanlah kebutuhan primer bagi keluarga pekerja anak. Selain biaya pendidikan yang dirasa besar, pendidikan yang lebih tinggi tidak menjamin
penghidupan yang lebih layak pula. Pandangan umum ini dapat terlihat dari data tingkat pendidikan orang tua pekerja anak yang sebagian besar memiliki tingkat
pendidikan rendah Gambar 3.
Gambar 3. Distribusi Pekerja Anak Menurut Tingkat Pendidikan Orang Tua, Desa Bojong Rangkas, 2010
5 10
15 20
25 30
35
SD SMP
Ayah Ibu
Ayah dua puluh pekerja anak menempuh pendidikan hingga kelas 4 sampai 6 SD, dua belas lainnya lulusan SMP. Dengan demikian seluruh pekerja
anak memiliki ayah yang berpendidikan rendah. Demikian pula dengan ibu pekerja anak, seluruhnya berpendidikan rendah. Sebagaimana terlihat pada
Gambar 5, sebanyak 31 ibu pekerja anak 96,9 persen menempuh pendidikan hingga SD, dan satu lainnya sempat menamatkan SMP. Meskipun secara umum
tingkat pendidikan ibu lebih rendah dari tingkat pendidikan ayah, namun tidak semua ayah pekerja anak memiliki pendidikan yang lebih tinggi dari istrinya. Hal
tersebut turut menunjukkan rendahnya esensi pendidikan bagi keluarga pekerja anak.
5.2.2 Tingkat Pendidikan Pekerja Anak
Rendahnya esensi pendidikan bagi keluarga pekerja anak juga terlihat dari tingkat pendidikan pekerja anak Gambar 4. Tingkat pendidikan pekerja anak di
Desa Bojong Rangkas tidak jauh berbeda dengan tingkat pendidikan orang tuanya, meski tidak berbanding lurus. Pekerja anak memilih bekerja dan tidak
melanjutkan sekolah, karena biaya pendidikan yang dianggap tinggi. Bersekolah
dipandang hanya akan menghabiskan banyak biaya, sehingga pekerja anak memilih bekerja agar mereka dapat menghasilkan uang untuk membantu
perekonomian keluarga.
Gambar 4. Distribusi Pekerja Anak Menurut Tingkat Pendidikan, Desa Bojong
Rangkas, 2010
50 44
6
SD SMP
SMA
Berdasarkan data yang diperoleh, enam belas pekerja anak mengenyam pendidikan hingga SD, satu diantaranya hanya bersekolah hingga kelas empat
SD, satu orang bersekolah hingga kelas lima SD, sedang empat belas lainnya menamatkan SD. Empat belas pekerja anak mengenyam pendidikan hingga SMP,
dua diantaranya sempat menjadi siswa SMA selama satu tahun kemudian berhenti, tiga berhenti sekolah di kelas dua SMP, dan lainnya menamatkan SMP.
Dua pekerja anak telah menamatkan SMA. Gambar 4 menunjukkan bahwa 94 persen pekerja anak memiliki tingkat
pendidikan rendah, hanya enam persen pekerja anak yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, yaitu tamat SMA. Pekerja anak yang berpendidikan tinggi
tidak mendapatkan upah yang lebih tinggi dari yang berpendidikan lebih rendah karena penentuan upah dilakukan berdasarkan pengalaman kerja. Dalam keluarga
pekerja anak, anak tidak selalu memiliki pendidikan yang lebih tinggi dari orang tua. Keterampilan membaca, menulis, dan berhitung dianggap cukup sebagai
bekal hidup, sehingga berpendidikan tinggi tidak dianggap suatu keharusan dalam keluarga pekerja anak.
5.3 Pendapatan Orang Tua Pekerja Anak