2.3 Mutu dan Kemunduran Mutu Ikan
Mutu atau kualitas adalah sesuatu yang memenuhi kebutuhan atau harapan pelanggan. Mutu ikan identik dengan kesegaran ikan. Bentuk bahan baku ikan
segar dapat berupa ikan utuh atau tanpa insang dan isi perut. Bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan kebusukan, bebas dari tanda
dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu dan tidak membahayakan kesehatan Bremner, 2000. Syarat mutu tuna loin
mentah beku yang dianjurkan sesuai dengan SNI 01-4104.1-2006 tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar mutu tuna loin beku SNI 01-4104.1-2006.
No Jenis Uji Satuan
Persyaratan
1 Organoleptik, minimum Angka
1-9 7
2. Cemaran mikroba a. ALT, maksimum
Kolonig 5 x 10
5
b. Escherichia coli
APMg Maksimal
2 c.
Salmonella APMg Negatif
d. Vibrio cholerae
APMg Negatif
e. V. parahaemolyticus
APMg Negatif
3. Cemaran Kimia
a.Timbal, maksimum mgkg
0,4 b.
Raksa, maksimum mgkg
1 c.
Cadmium, maksimum
mgkg 0,5
d. Histamin,
maksimum mgkg
100 5. Fisika
a.Suhu pusat,
maksimum C
-18 b.
parasit Ekor
Sumber: Badan Standarisasi Nasional 2006. ALT: Angka Lempeng Total
APM: Angka paling memungkinkan
Mutu merupakan suatu kata yang paling sering digunakan dan sangat penting dalam penelitian tentang perikanan. Kesegaran ikan memberikan
kontribusi besar terhadap mutu dari ikan tersebut. Kemunduran mutu pada ikan dapat disebabkan oleh penanganan bahan baku pada saat pascapanen ataupun saat
diolah Bremner, 2000. Perubahan reaksi biokimia dan fisika kimia yang sangat cepat terjadi mulai dari ikan tersebut dibunuh sampai dikonsumsi. Perubahan ini
dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahap yaitu Eskin, 1990: 1
Tahap prerigor Pada tahap ini daging ikan kenyal dan lembut. Reaksi biokimia yang
terjadi yaitu ATP dan kreatin fosfat menurun dan aktifnya reaksi glikolisis postmortem. Reaksi glikolisis ini mengubah glikogen menjadi asam laktat
yang menyebabkan pH menurun. 2
Tahap rigor mortis Pada tahap rigor mortis, jaringan otot menjadi kaku. Perubahan rigor
mortis merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan kimia yang kompleks di dalam otot ikan sesudah kematiannya. Pada fase ini terjadi
ikatan permanen aktin dan miosin yang disebut aktomiosin. Tingkat kekakuan dan kekenyalan dari jaringan daging ikan biasanya dapat
dijadikan sebagai indikator kualitas ikan tersebut oleh para konsumen. Kandungan glikogen yang tinggi dapat menunda datangnya proses rigor.
Fase rigor mortis dianggap penting karena pada fase ini belum terjadi proses pembusukan dan dikenal sebagai petunjuk bahwa ikan masih dalam
keadaan segar. 3
Tahap postrigor Pada saat fase post rigor mortis, daging kembali melunak dan proses
autolisis mulai terjadi. Autolisis dimulai bersamaan dengan menurunnya pH. Mula-mula protein terpecah menjadi polipeptida, pepton, dan akhirnya
menjadi asam amino. Disamping asam amino, autolisis juga menghasilkan sejumlah kecil pirimidin dan purin, basa yang dibebaskan pada waktu
pemecahan asam nukleat. Bersamaan dengan itu, hidrolisis lemak menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Autolisis akan merubah
struktur daging sehingga kekenyalan menurun. Autolisis tidak dapat dihentikan walaupun dalam suhu yang sangat rendah. Biasanya proses
autolisis akan selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri. Semua
hasil penguraian enzim selama proses autolisis merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroba lainnya.
Kerusakan mikrobiologis mulai intensif setelah proses rigor-mortis selesai. Bakteri yang semula hanya berada di insang, isi perut, dan kulit ikan mulai masuk
ke otot dan memecahkan senyawa-senyawa sumber energi seperti protein, lemak dan karbohidrat menjadi senyawa-senyawa pembusuk berupa indol, skatol,
amonia, asam sulfida, dan lain-lain. Kerusakan mikrobiologis ini merupakan yang dianggap paling bertanggung jawab dalam pembusukan ikan, baik segar maupun
olahan. Bakteri merusak ikan lebih parah daripada kerusakan yang diakibatkan oleh enzim Gram dan Dalgaard, 2002.
Semula bakteri bersarang pada permukaan tubuh, insang dan di dalam perut. Bakteri ini secara bertahap memasuki daging ikan, sehingga penguraian oleh
bakteri mulai berlangsung intensif ketika rigor mortis telah selesai, yaitu setelah daging menjadi lunak dan celah-celah seratnya terisi cairan. Akhir fase rigor saat
hasil penguraian makin banyak, kegiatan bakteri pembusuk mulai meningkat. Aktivitas bakteri dapat menyebabkan berbagai perubahan biokimiawi dan fisikawi
yang pada akhirnya menjurus pada kerusakan secara menyeluruh yang disebut sebagai kebusukan Eskin, 1990.
2.4 Histamin