pencatatan suhu
cold storage sehingga jika terjadi fluktuasi suhu dapat
terdeteksi.
Gambar 32. Diagram sebab akibat tahap penyimpanan beku bahan baku
4.3.3.3 Tahap pengecekan akhir grading
Faktor penyebab variasi kadar histamin tuna loin beku tahap pengecekan akhir grading digolongkan ke dalam lima faktor utama, yaitu bahan baku, cold
storage bahan baku, ruang anteroom, manusia dan manajemen. Diagram sebab
akibat pada tahap pengecekan akhir dapat dilihat pada Gambar 33. 1.
Bahan baku Pada saat penerimaan dilakukan pengecekan organoleptik oleh QC, ikan
tuna yang mutunya kurang baik seperti bau dan teksturnya lembek akan diuji kandungan histaminnya. Tetapi uji histamin kadangkala tidak dilakukan saat
bahan baku datang. Hal ini disebabkan diantaranya habisnya test kit untuk uji histamin di perusahaan. Tidak dilakukannya uji histamin mempengaruhi
efisiensi penerapan program HACCP di perusahaan. Hal ini akan berpengaruh pada produk akhir tuna loin dalam hal keamanan pangan dan
keuntungan perusahaan karena pada saat pengecekan akhir sering ditemukan produk reject sehingga tuna loin tersebut tidak dapat diekspor dan harga
jualnya turun.
Evaporator tertutup es
Dekomposisi bahan baku
Mesin
Kondisi Cold storage Manusia
Kedisiplinan Keterampilan
Motivasi Pembersihan
Perawatan Kondisi mesin tua
Pembersihan Kondensor sering rusak
Sealer pintu Petunjuk digital rusak
Bahan baku yang diproses juga tidak mengikuti sistem FIFO, sehingga bahan baku yang sudah disimpan lama sekitar 7 – 12 bulan digunakan untuk
proses pengolahan. Ben-Gigirey et al. 1999 menyatakan bahwa bakteri jenis S.maltophilia yang diisolasi dari tuna albacore selama penyimpanan
pada suhu -25` C dalam waktu 6 bulan, kadar histaminnya meningkat dengan
pesat sebesar 5 ppm. Bakteri jenis ini merupakan produsen kadaverin yang kuat, sehingga pada saat produk mengalami thawing efek sinergis kadaverin
dan histamin dapat menimbulkan keracunan histamin. Sedangkan menurut Lakmisha et al. 2008 ikan yang disimpan selama 2 bulan pada suhu -18
C kandungan histaminnya dapat mencapai 20,8 ppm. Maka sebaiknya
perusahaan menggunakan sistem FIFO agar risiko peningkatan kadar histamin pada produk akhir dapat dihindari.
2. Cold storage bahan baku
Fluktuasi cold storage bahan baku dapat menyebabkan dekomposisi produk dan mutu produk yang dihasilkan akan turun. Beberapa data cold
storage bahan baku sampai melewati -15
C. Kim et al. 2002 menyatakan, TMAO dapat di pecah menjadi DMA dan FA pada saat penyimpanan beku
oleh enzim dalam daging ikan, tetapi enzim tersebut dapat dihambat pada suhu kurang dari -29
C. Sedangkan menurut Taylor dan Speckhard 1983, bakteri pembentuk histamin masih ditemukan pada 3 dari 10 ikan tuna yang
disimpan pada suhu -15 C. Maka sebaiknya suhu cold storage bahan baku
dijaga ≤-20
C agar bakteri pembentuk histamin tidak dapat tumbuh dengan pesat. Kebersihan cold storage sebaiknya juga diperhatikan agar tidak terjadi
kontaminasi mikroba terhadap bahan baku. 3.
Manusia Pada pengecekan akhir, QC juga berfungsi untuk memisahkan tuna loin
yang bau dan penampakannya jelek. Ketelitian QC dalam penerimaan bahan baku sampai pengecekan akhir juga dapat mempengaruhi kadar histamin tuna
loin yang dihasilkan. Jika ada tuna loin yang nilai sensorinya kurang dapat lolos dari pengecekan akhir maka kemungkinan terdapat produk tuna loin
yang histaminnya tinggi Ben-Gigirey et al., 1999.
4. Manajemen
Komitmen manajemen PT Z untuk memotivasi pekerja dinilai sangat kurang. Pemberian pelatihan secara berkala tentang HACCP misalnya sangat
diperlukan agar HACCP diterapkan di semua lini produksi. Menurut Panisello dan Quantick 2000, komitmen manajemen sangat penting dalam
penerapan kelayakan dasar yang baik serta keberhasilan program HACCP di perusahaan. Komitmen pihak manajemen dalam penerapan program HACCP
di PT Z dapat dikatakan tidak konsisten. Hal ini dapat dilihat dari masalah tidak diujinya histamin pada bahan baku tuna yang diterima dan kondisi cold
storage yang tidak beraturan serta fluktuasi suhu cold storage yang besar.
Menurut Taylor 2004 seharusnya manajer produksi memberikan contoh dan membimbing karyawan dalam menerapkan HACCP. Manajer produksi juga
sebaiknya mengecek apakah CCP selalu dimonitor dan pelaksanaan HACCP sudah sesuai yang direncanakan. Manajemen puncak harusnya memotivasi
kesadaran pekerja tentang pentingnya HACCP dan mengulang pelatihan jika diperlukan pada karyawan terutama pada QC. Tanpa kepemimpinan yang
baik maka program HACCP tidak akan berjalan sesuai harapan.
Gambar 33. Diagram sebab akibat tahap pengecekan akhir grading
Manajemen
Variasi kadar histamin pada
tuna loin beku
Cold storage Bahan baku
Manusia
Kedisiplinan Ketelitian
Motivasi Tidak FIFO
Tidak uji
histamin pada penerimaan
Kebersihan Fluktuasi suhu
Komitmen
4.3.4 Perbaikan improvement