Histamin TINJAUAN PUSTAKA 1 Ikan Tuna

hasil penguraian enzim selama proses autolisis merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroba lainnya. Kerusakan mikrobiologis mulai intensif setelah proses rigor-mortis selesai. Bakteri yang semula hanya berada di insang, isi perut, dan kulit ikan mulai masuk ke otot dan memecahkan senyawa-senyawa sumber energi seperti protein, lemak dan karbohidrat menjadi senyawa-senyawa pembusuk berupa indol, skatol, amonia, asam sulfida, dan lain-lain. Kerusakan mikrobiologis ini merupakan yang dianggap paling bertanggung jawab dalam pembusukan ikan, baik segar maupun olahan. Bakteri merusak ikan lebih parah daripada kerusakan yang diakibatkan oleh enzim Gram dan Dalgaard, 2002. Semula bakteri bersarang pada permukaan tubuh, insang dan di dalam perut. Bakteri ini secara bertahap memasuki daging ikan, sehingga penguraian oleh bakteri mulai berlangsung intensif ketika rigor mortis telah selesai, yaitu setelah daging menjadi lunak dan celah-celah seratnya terisi cairan. Akhir fase rigor saat hasil penguraian makin banyak, kegiatan bakteri pembusuk mulai meningkat. Aktivitas bakteri dapat menyebabkan berbagai perubahan biokimiawi dan fisikawi yang pada akhirnya menjurus pada kerusakan secara menyeluruh yang disebut sebagai kebusukan Eskin, 1990.

2.4 Histamin

Keracunan histamin atau Histamine Fish Poisoning HFP merupakan suatu intoksikasi akibat mengkonsumsi ikan laut yang umumnya famili scombroid seperti tuna, mackarel, cakalang dan sejenisnya. Histamin adalah senyawa amin biogenik yang terbentuk dari asam amino histidin akibat reaksi dengan enzim dekarboksilase Dalgaard et al., 2008. Histamin memiliki struktur molekul C 5 H 9 N 3 dengan nama IUPAC 2-1H- imidazol-4-yl ethanamine berat molekul 111.15 gmol Paiva et al. 1970. Satuan kadar histamin dalam daging tuna dinyatakan dalam mg100g, mg atau ppm mg1000 g Kimata, 1961. Perubahan histidin menjadi histamin dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Perubahan histidin menjadi histamin Huss et al., 2004 Pembentukan histamin dapat terjadi melalui dua cara yaitu autolisis dan aktivitas bakteri. Jumlah histamin yang dihasilkan melalui aktivitas enzim selama proses autolisis lebih rendah dibandingkan dengan histamin yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri selama proses pembusukkan berlangsung. Pada kondisi optimum jumlah maksimum histamin yang dapat diproduksi melalui proses autolisis tidak dapat melebihi 10-15 mg100 gram daging ikan Kimata, 1961. Pembentukan histamin berbeda untuk setiap spesies ikan, hal ini tergantung pada kandungan histidin, jenis dan banyaknya bakteri yang menunjang pertumbuhan dan reaksi mikroba serta dipengaruhi oleh temperatur lingkungan. Kandungan histidin bebas yang tinggi pada daging ikan tuna yang menyebabkan HFP, biasanya terdapat 10.000 mgkg histidin bebas pada daging tuna. Daging ikan yang menyebabkan HFP biasanya mempunyai nilai pH 6 Dalgaard et al., 2008. Selama proses kemunduran mutu, bakteri memproduksi enzim dekarboksilase yang akan mengubah histidin bebas dan asam amino lain pada daging ikan menjadi histamin dan amin biogenik lain seperti putresin dari ornitin, kadaverin dari lisin, dan spermidin dan spermin dari arginin Eitenmiller dan De Souza, 1984 dalam Lehane dan Olley, 2000. Toksisitas histamin bertambah ketika ada amin biogenik lain yang ikut dikonsumsi seperti putresin dan kadverin Rossi et al., 2002. Ketika enzim histidin dekarboksilase sudah terbentuk maka enzim tersebut akan terus membentuk histamin walaupun bakterinya sudah tidak aktif Kimata, 1961. Bakteria jenis Clostridium perfringens, Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumoniae, Morganella morganii, Proteus mirabilis, Raoutella planticula dan Vibrio alginolyticus termasuk dalam golongan bakteri yang menyebabkan histamin terbentuk sampai tingkat membahayakan pada suhu 17 – 30 C Kanki et al., 2002; Kimata, 1961; Taylor et al., 1979; Yoshinaga dan Frank, 1982. Bakteri Morganella psychrotolerant dan Photobacterium phosphoreum dapat memproduksi histamin pada suhu dingin, dimana sebanyak 31 ikan yang disimpan pada suhu -1 C sampai 5 C terdapat histamin sampai kadar 500 ppm Emborg dan Dalgaard, 2008. Secara fisiologis histamin dalam dosis rendah diperlukan sebagai fungsi normal sistem tubuh. Memakan makanan yang mengandung sedikit histamin akan memberikan efek yang kecil bagi manusia, namun jika mengandung banyak histamin maka akan bersifat toksik. Sistem intestinal dari manusia mengandung enzim diamine oxidase DAO dan Histamin N-methyl transferase HMT dimana akan mendegradasi histamin menjadi produk yang tidak berbahaya, akan tetapi jika dosis histamin yang dikonsumsi besar maka kemampuan dari DAO dan HMT untuk menghancurkan histamin akan menyebabkan efek toksik dari histamin pada jaringan tubuh. Gejala keracunan histamin adalah gatal-gatal, diare, demam, sakit kepala, dan tekanan darah turun Keer et al., 2002. Food and Drug Administration FDA menetapkan bahwa untuk ikan tuna dan ikan sejenisnya, 5 mg histamin100 gram daging ikan merupakan jumlah yang harus diwaspadai dan sebagai indikator terjadinya dekomposisi, sedangkan 50 mg histamin100 gram daging ikan merupakan jumlah yang membahayakan atau dapat menimbulkan keracunan. Oleh karena itu, jika ditemukan ikan dengan kandungan 5 mg histamin100 gram daging ikan pada satu unit, maka terdapat kemungkinan pada unit yang lain, kadar histamin dapat mencapai lebih dari 50 mg100 gram FDA, 2001. Tingkat toksisitas histamin dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Toksisitas Histamin Kadar histamin per 100 g Tingkat bahaya Kurang dari 5 mg Aman dikonsumsi 5-20 mg Kemungkinan toksik 20-100 mg Berpeluang toksik Lebih dari 100 mg Toksik Sumber: Shalaby 1996 dalam Sumner et al. 2004

2.5 Sistem Manajemen Keamanan Pangan HACCP