PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Evaluasi Efektifitas Pengendalian Risiko Bahaya Histamin pada Titik Kendali Kritis (Critical Control Point-CCP). Proses Pengolahan Tuna Loin Beku dengan Metode Lean Six Sigma.
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu produsen utama tuna di dunia. Data ekspor dan impor DKP tahun 2008 menunjukkan nilai ekspor ikan tuna mencapai
337,89 juta dollar AS DKP, 2008
a
. Walaupun mengalami peningkatan ekspor secara signifikan pada tahun 2007 sebesar 20,17 dibandingkan dengan tahun
2006 DKP, 2008
b
, industri tuna Indonesia masih memiliki permasalahan yakni adanya penolakan oleh negara importir yang berhubungan dengan masalah
keamanan pangan, terutama tingginya kadar histamin. Laporan Rapid Alert System for Food and Feed
RASFF Uni Eropa tahun 2007 mencatat bahwa terdapat 22 kasus impor tuna dari Indonesia yang produknya mengandung
histamin yang melebihi batas keamanan pangan EC, 2007. Food and Drugs Administration
Amerika Serikat US-FDA juga melaporkan kasus penolakan tuna Indonesia, dimana pada tahun 2007 terdapat 13 kasus penolakan dan pada
tahun 2008 terdapat 7 kasus penolakan akibat kadar histamin yang melebihi ambang batas keamanan pangan FDA, 2009.
Histamin terbentuk dari dekarboksilasi asam amino histidin bebas oleh enzim histidin dekarboksilase yang ada pada tubuh ikan itu sendiri ataupun yang
ada pada bakteri tertentu. Histamin banyak terdapat pada daging ikan famili Scombroidae
seperti tuna Kim et al., 2000. Keracunan histamin terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah mengkonsumsi ikan yang
mengandung histamin tinggi. Intoksikasi histamin tersebut terjadi dengan gejala seperti kemerahan di sekitar leher dan wajah, badan terasa panas, gatal-gatal, diare
dan sakit kepala Dalgaard et al., 2008. Masalah keamanan pangan dalam industri tuna tersebut perlu dikontrol
dalam suatu sistem manajemen keamanan pangan. Hazard Analysis Critical Control Point
HACCP yang telah diimplementasikan hampir di semua negara adalah suatu manajemen keamanan pangan dengan pendekatan sistematik yang
mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya-bahaya untuk memastikan jaminan keamanan pangan. HACCP difokuskan pada pencegahan dengan cara
menganalisis bahaya yang ada, menentukan titik kendali kritis dan menerapkan kontrolnya pada titik kendali kritis tersebut CAC, 2003.
Walaupun sistem HACCP dapat diandalkan, namun rencana HACCP HACCP plan yang ada umumnya dibuat berdasarkan pernyataan normatif,
terutama pada tahapan analisis bahaya analysis of hazard yang menjadi fokus kajian bahaya keamanan pangan, sehingga sangat sulit melihat tingkat efektifitas
pengendalian bahaya potensial yang nyata yang merupakan titik kendali kritisnya Vela dan Fernandez, 2003. Menurut penelitian Violaris et al. 2008, sebanyak
44,3 perusahaan makanan di Cyprus tidak mengenal sistem HACCP. Menurut penelitian Ropkins dan Beck 2000, penerapan HACCP di sejumlah perusahaan
makanan di Jerman dan New Zealand masih belum efektif. Ditunjukkan dengan banyaknya perusahaan makanan yang salah mengidentifikasi CCP dan
menganggap jika sudah melakukan prosedur sanitasi dengan baik berarti melakukan sistem HACCP. Sedangkan di negara berkembang seperti Thailand,
banyak hambatan dalam menerapkan HACCP antara lain karena masalah kurangnya pendidikan dan pelatihan mengenai HACCP. Selain itu data statistik
acuan dasar tentang bahaya potensial pada negara tersebut tidak banyak tersedia, sehingga rencana HACCP yang disusun masih harus diuji efektivitasnya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, diperlukan suatu kajian program manajemen mutu untuk mengevaluasi penerapan HACCP di perusahaan, sehingga konsep dan
pelaksanaan HACCP dapat lebih dirasakan lagi manfaatnya bagi perusahaan Panisello dan Quantick, 2000. Mazzocco 1996 menyatakan bahwa penerapan
HACCP di perusahaan perlu juga diintegrasikan dengan berbagai sistem manajemen mutu lain. Pada prosedur pemantauan misalnya, data yang diperoleh
dapat dianalisis secara statistik untuk mengetahui tingkat efektivitas pengendalian CCP yang telah dilakukan.
Perkembangan konsep sistem manajemen mutu yang berkembang saat ini adalah Lean Six Sigma, dimana konsep ini diakui sebagai suatu sistem manajemen
yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja perusahaan Jugulum dan Samuel, 2008. Lean Six Sigma yang merupakan kombinasi antara
Lean dan Six Sigma dapat didefinisikan sebagai suatu filosofi bisnis, pendekatan
sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan waste atau
aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah non-value added activities melalui peningkatan terus-menerus untuk mencapai tingkat kinerja 6-Sigma
Larson, 2003. Lean six sigma yang mempunyai prinsip LSS-DMAIC Lean Six Sigma enhanced-Define, Measure, Analyze, Improve and Control
ini diakui sebagai suatu sistem manajemen yang dapat meningkatkan efektivitas dan
efisiensi kinerja perusahaan, selain juga dapat menghilangkan faktor-faktor yang menghambat peningkatan efektivitas suatu sistem produksi yang ada. Prinsip
Define digunakan untuk menentukan sasaran proses, prinsip Measure digunakan
untuk mengevaluasi proses yang ada dengan target yang diharapkan, prinsip Analyze
digunakan untuk menganalisis masalah, prinsip Improvement digunakan untuk perbaikan-perbaikan yang dibutuhkan perusahaan untuk mencapai sasaran
dan prinsip Control digunakan untuk memantau dan melakukan pengendalian terhadap proses secara terus menerus untuk meningkatkan kapabilitas proses
menuju target Six Sigma El-Haik dan Al-Aomar, 2006. Konsep Lean Six Sigma yang diterapkan pada sistem HACCP diharapkan
akan menimbulkan keseimbangan dalam perusahaan yang memfokuskan tujuan perusahaan pada keamanan pangan produk sekaligus juga kepada aspek yang
penting lainnya seperti sumberdaya manusia, keuangan, keuntungan, pertumbuhan serta kesinambungan dari perusahaan.