3. Membuat pemetaaan proses dengan menggunakan symbol standard dan tidak
menggunakan bahasa yang membingungkan. 4.
Validasi dan verifikasi dengan keadaan sebenarnya di lapangan. 5.
Analisis dari pemetaan proses dan membuat kesimpulan. 6.
Mengkomunikasikan temuan dan rekomendasi. Sedangkan EDOWNTIME merupakan akronim untuk memudahkan praktisi
bisnis dan industri mengidentifikasi 9 jenis pemborosan yang selalu ada dalam bisnis dan industri, yaitu:
E = Environmental, Health and Safety EHS
, jenis pemborosan yang terjadi karena kelalaian dalam memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan
prinsip-prinsip EHS.
D = Defects
, jenis pemborosan yang terjadi karena kecacatan atau kegagalan produk barang danatau jasa.
O = Overproduction
, jenis pemborosan yang terjadi karena produksi melebihi kuantitas yang dipesan oleh pelanggan.
W = Waiting
, jenis pemborosan yang terjadi karena menunggu.
N = Not utilizing employees knowledge, skills and abilities
, jenis pemborosan sumber daya manusia SDM yang terjadi karena tidak menggunakan
pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan secara optimum.
T = Transportation
, jenis pemborosan yang terjadi karena transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream.
I = Inventories
, jenis pemborosan yang terjadi karena inventori yang berlebihan.
M = Motion
, jenis pemborosan yang terjadi karena pergerakan yang lebih banyak daripada yang seharusnya sepanjang proses value stream.
E = Excess processing
, jenis pemborosan yang terjadi karena langkah-langkah proses yang lebih panjang daripada yang seharusnya sepanjang proses value
stream .
3.2.3.2 Measure
Measure adalah mengukur kinerja proses pada saat sekarang agar dapat
dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Kajian tahap measure menggunakan identifikasi wilayah true deviation yang mengacu pada Domenech et al. 2008
dan statistika pengendalian proses Statistical Process ControlSPC terintegrasi dengan konsep analisis Six Sigma yang mengacu pada Gaspersz 2001.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data evaluasi yang diperoleh dari hasil rekaman record keeping CCP di PT Z untuk proses produksi
selama kurun waktu Januari 2008 – Desember 2008, yang selanjutnya dianalisis menggunakan metode Statistical Process Control. Untuk verifikasi data
digunakan data hasil rekaman record keeping tahapan CCP di perusahaan yang sama selama bulan Februari - Maret 2009. Proses pengolahan data dilakukan
menggunakan software Microsoft Office Excell 2007. Proses analisis data dilakukan melalui tahapan berikut:
a. Penentuan nilai rata-rata X-bar dan nilai standar deviasi S proses serta nilai
batas spesifik atas dan atau nilai batas spesifik bawah, dengan persamaan sebagai berikut:
Rata-rata proses X-bar =
data banyaknya
data n
keseluruha jumlah
Standar deviasi proses S =
1
2
− −
∑
n X
x Nilai batas spesifik atas upper specific limit - USL, merupakan nilai
batas maksimal yang besarnya ditentukan oleh pembeli. Nilai batas spesifik bawah lower specific limit - LSL, merupakan nilai
batas minimal yang besarnya ditentukan oleh pembeli. b.
Penentuan nilai DPMO Defect per Million Opportunities dan nilai Sigma. Nilai DPMO merupakan ukuran kegagalan yang menunjukkan peluang
kegagalan per sejuta kali kesempatan produksi. Nilai ini diperoleh dengan menggunakan persamaan:
DPMO USL = P [ z ≥ USL – Xbar s ] x 1000000
DPMO LSL = P [ z ≤ LSL – Xbar s ] x 1000000
Nilai peluang kegagalan untuk distribusi normal baku z, diperoleh dari Tabel distribusi normal kumulatif. Sementara nilai Sigma diperoleh dari
Tabel konversi nilai DPMO ke nilai Sigma berdasarkan konsep Motorola Gaspersz, 2002.
c. Penentuan nilai standar deviasi maksimal S
maks
dan uji hipotesis variasi proses terhadap nilai standar maksimum.
Standar deviasi maksimum S
maks
merupakan nilai batas toleransi maksimum terhadap nilai standar deviasi proses. Nilai standar deviasi
maksimum diperoleh dengan menggunakan persamaan: S
maks
= LSL
USL sigma
− ×
× 2
1 Bila proses tersebut hanya memiliki satu batas spesifik, batas spesifik atas
upper specific limit – USL atau
batas spesifik
bawah lower specific limit – LSL, maka persamaan yang digunakan :
Hanya memiliki batas spesifik atas USL: S
maks
= Xbar
USL sigma
− ×
1
Hanya memiliki batas spesifik bawah LSL: S
maks
= Xbar
LSL x
sigma −
1 d.
Penentuan nilai batas kontrol atas upper control limit – UCL dan atau batas kontrol bawah lower control limit – LCL.
Nilai batas kontrol atas upper control limit – UCL merupakan sebuah persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai batas atas dari suatu
proses yang dimanfaatkan untuk mengevaluasi proses tersebut. UCL = X-bar + 1,5 x S
maks
dengan: X-bar : nilai rata-rata proses
S
maks
: standar deviasi maksimum proses Nilai batas kontrol bawah lower control limit – LCL merupakan sebuah
persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai batas bawah dari suatu proses yang dimanfaatkan untuk mengevaluasi proses tersebut.
LCL = X-bar - 1,5 x S
maks
dengan: X-bar : nilai rata-rata proses
S
maks
: standar deviasi maksimum proses
e. Penentuan nilai kapabilitas proses
Kapabilitas proses C
pm
merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan produk sesuai dengan
kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Perhitungan kapabilitas proses hanya dilakukan untuk proses yang stabil.
C
pm
=
2 2
6 S
T Xbar
LSL USL
+ −
−
Namun, jika proses hanya memiliki satu batas spesifik SL, maka digunakan persamaan sebagai berikut:
C
pm
=
2
3 S Xbar
SL −
dengan: SL
: nilai batas spesifik X-bar : nilai rata-rata proses
S : nilai standar deviasi proses
Jika: C
pm
≥ 2,0 : Keadaan proses industri berada dalam keadaan
stabil dan mampu, artinya proses mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan
dan ekspektasi pelanggan. 1
≤ C
pm
1,99 : Keadaan proses industri berada dalam keadaan stabil dan tidak mampu, artinya proses berada
dalam keadaan tidak mampu sampai cukup mampu untuk menghasilkan produk sesuai
dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
C
pm
1,0 : Keadaan proses industri berada dalam keadaan
tidak mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
Penilaian efektivitas pengendalian dari CCP di perusahaan mengacu pada Domenech et al. 2008. Record keeping hasil monitoring CCP di perusahaan
dituangakan dalam kurva standar deviasi seperti pada Gambar 6. Wilayah di bawah kurva standar deviasi yang masih di dalam batas kritis disebut success S.
Wilayah di bawah kurva standar deviasi yang berada di luar batas kritis disebut true deviation
TD. Daerah yang termasuk TD menunjukkan pengendalian CCP masih belum efektif Domenech et al., 2008 atau deviation berarti kegagalan
memenuhi batas kritis CAC, 2003. Penilaian efektivitas pengendalian dari CCP
di perusahaan juga dapat dilihat dari nilai kapabilitas prosesnya Domenech et al. 2008. Kurva standar deviasi dibuat menggunakan software Minitab 14 Release.
Gambar 6. Penilaian efektivitas pengendalian CCP dengan kurva standar deviasi Domenech et al. 2008
Evaluasi risiko bahaya histamin di PT Z dilakukan menggunakan tabel Failure Mode Effect Analysis
FMEA yang mengacu pada Varzakas dan Arvanitoyannis, 2007
dengan membuat ranking Keparahan severity-S, Peluang kegagalan muncul occurence-O,
dan Peluang
kegagalan terdeteksi
detection-D. Kemudian dihitung nilai Risk Priority Number RPN dengan cara: RPN= S x O x D
Jika RPN 130 maka masih dibutuhkan tindakan koreksi.
3.2.3.3 Analyze