Sejarah Singkat Pengelolaan Hutan
kayu putih. Kapasitas ketel daun ditingkatkan yaitu mampu menampung 1.000 kg 1 ton daun kayu putih setiap kali masak dan alat pemasaknya adalah boiler
bekas ketel uap lokomotif. Pada tahun 1948 terjadi Agresi Militer Belanda II dan Pemberontakan PKI di Madiun pabrik minyak kayu putih dibakar sehingga tidak
dapat beroperasi lagi. Setelah keadaan mulai aman pada tahun tahun 1950 teknisi kehutanan secara sembunyi-sembunyi mulai melakukan penyulingan lagi dengan
kapasitas ketel daun ± 250 kg, sambil memperbaiki puing-puing pabrik yang telah hancur dan akhirnya dapat dioperasikan lagi sampai tahun 1955.
3. Periode 1956-1974 Setelah beroperasi kurang lebih lima tahun maka pada tahun 1956 dilakukan
pembangunan pabrik yang permanen. Alat-alat baru yang dipasang meliputi 6 ketel daun yang masing-masing berkapasitas 1,7 ton daun, 3 buah boiler,
kondensor dari kuningan dan separator dari bahan gelas untuk meningkatkan efisiensi kerja dan mutu minyak kayu putih. Ketel daun yang awalnya dibuat dari
tembaga yang dilapisi dinding semen dan pengisian maupun pengeluaran dari ketel masih mengunakan tenaga manusia, disempurnakan menjadi ketel yang
terbuat dari besi yang dilapisi plat alumunium dengan kapasitas tetap dan untuk pengisian dan pengeluaran dari ketel dipergunakan alat mekanis. Alat mekanis ini
berupa keranjang daun dari besi dan alumunium serta katrol. Penggunaan alat mekanis ternyata dapat menghemat waktu pemasakan menjadi 8 jam dari 9 jam
sekali masak, sehingga setiap hari mampu masak sebanyak 3 shift. 4. Periode 1975-1985
Pada periode ini pabrik semakin berkembang walau tidak banyak mengalami perubahan, hanya tahun 1975 pipa penyaring minyak dilapisi
alumunium dan posisi ketel daun yang semula di atas lantai diubah menjadi separo bagian ketel daun dimasukan ke dalam lantai. Maksud perubahan ini
adalah untuk memudahkan bongkar muat daun dengan derek.
5. Periode 1986-sekarang Dalam periode ini diadakan modifikasi menyeluruh, dimana semua instalasi
yang berhubungan dengan minyak bahannya diganti dengan bahan stainless steel. Boiler diganti dengan boiler baru yang berkapasitas 3 ton uap air per jam,
sehingga proses pemasakan bisa dipercepat menjadi 5-6 jam. Kapasitas ketel daun masih sama tetapi kapasitas terpasang pabrik meningkat menjadi 4 shift dari
3 shift artinya pabrik mampu memasak daun kayu putih sebanyak 12.000 tontahun. Untuk lima tahun ke depan seperti yang tercantum dalam Buku
Rencana Kelestarian Perusahaan Hutan tahun 2011 sd 2015, kapasitas terpasang pabrik tetap 12.000 tontahun. Dalam periode ini produksi daun kayu putih
mencapai 9.000 tontahun.
4.2. Keadaan Fisik 4.2.1. Letak dan Luas
Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan BKPH Sukun termasuk Bagian Hutan Ponorogo Timur, Kesatuan Pemangkuan Hutan Madiun merupakan Kelas
Perusahaan Kayu Putih terletak di sebelah Barat Daya Gunung Wilis. Secara administratif termasuk wilayah Kecamatan Pulung, Siman, Mlarak dan Jenangan,
Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur. Wilayah hutan yang dikelola BKPH Sukun dibagi ke dalam 5 Resort Polisi
Hutan RPH dan terdiri atas 55 petak. Berdasarkan data Perum Perhutani, 2010b jumlah luas seluruh wilayah BKPH Sukun adalah 3.701,0 ha dan 35,1 ha
berupa alur, ditinjau dari kelas hutannya dibagi dalam tiga kelompok yaitu: 1. Hutan Produktif
: 2.306,8 ha 62,3 2. Hutan Tak Produktif LTJL, Tpr, Tkl, Tkpbk
: 1.155,9 ha 31,2 3. Hutan Bukan Untuk Produksi Tbp, Ldti, SAHW
: 238,3 ha 6,4 BKPH Sukun dan pabrik minyak kayu putih terletak pada Alur A yang
merupakan jalan raya Pulung - Ponorogo, dengan jarak ± 13 km ke arah Timur dari kota Ponorogo. BKPH Sukun merupakan Hutan Kelas Perusahaan Kayu
Putih dan wilayah kerjanya dikelilinggi oleh pemukiman penduduk yang banyak
berinteraksi dengan hutan. Desa-desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan BKPH Sukun terdapat 15 desa yang secara administratif masuk ke dalam 4
kecamatan, yaitu: Kecamatan Pulung 5 desa, Kecamatan Jenangan 6 desa, Kecamatan Siman 3 desa dan Kecamatan Mlarak satu desa.
Kondisi hutan di BKPH Sukun secara umum belum baik. Produksi daun kayu putih masih jauh dari harapan antara tahun 2006 sd 2010 tiap tahun hanya
mampu berproduksi ± 6.300 ton daun kayu putih. Padahal apabila jumlah pohon per hektarnya 3.000 pohon dan setiap pohon menghasilkan 2 kg daun maka
produksi daun mencapai 6.000 kghatahun. Dengan kata lain BKPH Sukun mampu memproduksi maksimal daun kayu putih ± 18.000 ton dan andaikata
hanya mampu tiga perempatnya saja maka kapasitas terpasang pabrik dapat terpenuhi. Tidak tercapainya produksi daun ini antara lain disebabkan oleh:
kegagalan tanaman, pemeliharaan tegakan belum intensif, kebakaran hutan pada masa lalu, pengembalaan ternak.
Keadaan hutan BKPH Sukun saat ini dan dibandingkan dengan hasil risalah tahun 2006 dan risalah ulang tahun 2010 Perum Perhutani, 2010b pada Tabel 7,
terjadi penurunan pada kelas hutan produktif dari 62,33 menjadi 58,12 dan hutan tak produktif turun dari
31,23
menjadi
24,79
, sebaliknya terjadi peningkatan pada kelas hutan bukan untuk produksi dari 6,44 menjadi 17,09.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, adanya penurunan potensi tersebut antara lain disebabkan oleh kebakaran hutan yang hampir dialami setiap tahun dan
pemeliharaan yang kurang intensif. Penyebab lain penurunan potensi adalah digunakannya sebagian areal produktif sebagai gubuk kerja para pesanggem.
Akibat lainnya adalah produksi daun kayu putih tidak memenuhi kapasitas pabrik terpasang.