untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak tersebut. Jumlah pemilikan ternak masyarakat tahun 2010 adalah 20 ekor kerbau, 12.500 ekor sapi, 30 ekor kuda,
4.020 ekor domba dan 12.452 ekor kambing BPS dan Bappeda, 2010.
4.4. Tata Guna Lahan
Tata guna lahan di 4 kecamatan sekitar BKPH Sukun secara umum dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: lahan pertanian sawah, tegalan,
pekarangan; lahan hutan; dan lahan untuk kegunaan lain. Lahan sawah di kawasan ini seluas 8.029 ha 30,83 dari total lahan, tegalan 3.621 ha 13,81
, pekarangan 4.833 ha 18,44 , hutan 9.138 ha 34,86 dan sisanya lahan untuk kegunaan lain seluas 593 ha 2,26 BPS dan Bappeda, 2010.
Keberadaan lahan hutan yang cukup luas 9.138 ha merupakan potensi yang sangat diharapkan oleh masyarakat sekitar hutan yang sebagian besar bertani
untuk menambah lapangan pekerjaan, baik sebagai pesanggem maupun tenaga buruh lainnya.
Berdasarkan luas lahan pertanian dan jumlah kepala keluarga yang ada di 4 kecamatan sekitar BKPH Sukun, maka rata-rata pemilikan lahan pertanian
berturut-turut adalah kecamatan Siman 0,22 hakk, Pulung 0,43 hakk, Jenangan 0,27 hakk dan Mlarak 0,40 hakk. Kondisi ini menunjukan bahwa masyarakat
sekitar BKPH Sukun masih kekurangan lahan pertanian. Padahal kemampuan keluarga petani untuk mengerjakan lahan basah sawah adalah 0,7 ha dan
ditambah lahan kering berupa tegalan atau pekarangan seluas 0,3 ha, dengan kata lain menurut Hardjosoediro setiap keluarga petani mampu menggarap lahan seluas
1,0 ha Simon, 1994. Melihat angka-angka di atas, kebutuhan akan lahan pertanian masih sangat besar.
4.5. Tumpangsari dan Agroforestry
Prinsip sistem tumpangsari di BKPH Sukun adalah menanam kayu putih dalam baris-baris yang teratur, dan bidang tanaman dipersiapkan dengan
menggunakan tenaga petani setempat. Pada waktu yang bersamaan, petani yang bekerja di bidang tanaman tersebut, dikenal dengan istilah pesanggem,