Tingkat pendidikan yang memadai dapat meningkatkan pemahaman dan pelaksanaan terhadap program yang dibuat oleh pemerintah. Berkembangnya
kesempatan kerja di luar bidang pertanian dipengaruhi tingkat pendidikan masyarakat.
Kondisi tingkat pendidikan penduduk di sekitar BKPH Sukun umumnya masih relatif rendah sebagian besar hanya tamat SD yaitu 46,6, ada yang tidak tamat
SD bahkan ada yang tidak sekolah. Penduduk yang tamat SLTP sebesar 28,4 dan tamat SLTA sebesar 24,9 BPS dan Bappeda, 2010. Tingkat pendidikan
yang masih rendah ini akan berdampak pada pelaksanaan program pembagunan wilayah karena sulit menerima penyuluhan dari pemerintah. Keadaan ini
ditambah lagi dengan persepsi masyarakat bahwa hutan adalah tempat mencari nafkah mereka secara turun temurun khususnya untuk mencari kayu bakar dan
makanan ternak. Kondisi ini merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam mengelola hutan.
4.3.3. Mata Pencaharian
Secara garis besar mata pencaharian penduduk di 4 kecamatan sekitar BKPH Sukun adalah petani, baik petani yang memiliki lahan maupun petani yang hanya
menggarap lahan milik orang lain buruh tani 73,23 . Keadaan ini dapat dikatakan bahwa penduduk sekitar BKPH Sukun merupakan masyarakat agraris
karena hampir ¾ penduduknya bertani BPS dan Bappeda, 2010.
4.3.4. Pemilikan Ternak
Ternak bagi masyarakat merupakan tabungan dan lapangan pekerjaan tambahan yang penting. Banyak manfaat yang dapat diperoleh masyarakat dari usaha ternak
seperti: tenaga untuk mengolah lahan pertanian, penghasil pupuk yang sangat baik untuk tanaman pertaniannya dan yang penting sewaktu-waktu dapat dijual untuk
kebutuhan mendesak. Umumnya penduduk desa sekitar BKPH Sukun lebih suka memelihara ternak sapi dan kambing sedangkan ternak lain kurang diminati.
Keberadaan ternak dipihak masyarakat dapat meningkatkan pendapatan namun demikian dipihak perusahaan merupakan ancaman terhadap kawasan hutan akibat
penggembalaan yang meningkat. Untuk itu perusahaan harus mencari jalan keluar
untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak tersebut. Jumlah pemilikan ternak masyarakat tahun 2010 adalah 20 ekor kerbau, 12.500 ekor sapi, 30 ekor kuda,
4.020 ekor domba dan 12.452 ekor kambing BPS dan Bappeda, 2010.
4.4. Tata Guna Lahan
Tata guna lahan di 4 kecamatan sekitar BKPH Sukun secara umum dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: lahan pertanian sawah, tegalan,
pekarangan; lahan hutan; dan lahan untuk kegunaan lain. Lahan sawah di kawasan ini seluas 8.029 ha 30,83 dari total lahan, tegalan 3.621 ha 13,81
, pekarangan 4.833 ha 18,44 , hutan 9.138 ha 34,86 dan sisanya lahan untuk kegunaan lain seluas 593 ha 2,26 BPS dan Bappeda, 2010.
Keberadaan lahan hutan yang cukup luas 9.138 ha merupakan potensi yang sangat diharapkan oleh masyarakat sekitar hutan yang sebagian besar bertani
untuk menambah lapangan pekerjaan, baik sebagai pesanggem maupun tenaga buruh lainnya.
Berdasarkan luas lahan pertanian dan jumlah kepala keluarga yang ada di 4 kecamatan sekitar BKPH Sukun, maka rata-rata pemilikan lahan pertanian
berturut-turut adalah kecamatan Siman 0,22 hakk, Pulung 0,43 hakk, Jenangan 0,27 hakk dan Mlarak 0,40 hakk. Kondisi ini menunjukan bahwa masyarakat
sekitar BKPH Sukun masih kekurangan lahan pertanian. Padahal kemampuan keluarga petani untuk mengerjakan lahan basah sawah adalah 0,7 ha dan
ditambah lahan kering berupa tegalan atau pekarangan seluas 0,3 ha, dengan kata lain menurut Hardjosoediro setiap keluarga petani mampu menggarap lahan seluas
1,0 ha Simon, 1994. Melihat angka-angka di atas, kebutuhan akan lahan pertanian masih sangat besar.
4.5. Tumpangsari dan Agroforestry
Prinsip sistem tumpangsari di BKPH Sukun adalah menanam kayu putih dalam baris-baris yang teratur, dan bidang tanaman dipersiapkan dengan
menggunakan tenaga petani setempat. Pada waktu yang bersamaan, petani yang bekerja di bidang tanaman tersebut, dikenal dengan istilah pesanggem,