Penanaman Aspek Silvikultur Kayu Putih

tanah yang kurang subur atau tandus yang tidak memerlukan syarat tumbuh yang baik mengenai tanahnya,dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang bersifat buruk, sehingga dapat disebut jenis pioner. Pohon ini mudah bertunas dari tonggak-tonggak, oleh karena itu meskipun hutan sering mengalami kerusakan karena api, pohon ini akan segera tumbuh kembali.

2.8. Aspek Silvikultur Kayu Putih

Pengelolaan tegakan merupakan kunci keberhasilan dari pengelolaan hutan secara keseluruhan, pabrik yang modern tidak akan ada artinya kalau bahan bakunya tidak terjamin dan berkesinambungan sepanjang waktu. Sebenarnya kapasitas terpasang pabrik dapat terpenuhi apabila penanganan tegakan kayu putih dilakukan dengan baik yaitu mulai persiapan lapangan, persiapan bibit, penanaman, pemeliharaan sampai dengan pemungutan daun dilakukan sesuai dengan waktu dan kondisi wilayah saat itu. Aspek budidaya dan pengolahan daun kayu putih yang berkaitan dengan hal tersebut secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut:

2.8.1. Penanaman

Pembuatan tanaman merupakan salah satu unsur penting dalam pengelolaan hutan yang berdasarkan asas kelestarian. Tegakan kayu putih yang baik dengan Dkn derajat kesempurnaan tegakan tinggi akan menjamin produksi daun kayu putih yang berkesinambungan dan lestari. Faktor-faktor yang mendukung keberhasilan pembuatan tanaman adalah gebrus dan pembibitan. Pelaksanaan gebrus yang tepat adalah pada awal musim hujan atau akhir musim kemarau dimana tanah tidak lengket dan tanah mudah dicangkul karena sudah ada air walapun sedikit. Pembuatan bibit di persemaian juga harus dilakukan dengan cermat melalui pemilihan bibit unggul, penggunaan media yang tidak mudah pecah dan rusak serta umur semai telah cukup. Pengangkutan bibit ke lapangan penanaman juga harus diperhatikan dengan serius karena kalau bibit sampai terganggu akan mengakibatkan kegagalan tanaman. Pembuatan tanaman kayu putih di lapangan berupa tanaman baris dengan sistem tumpangsari dan diantaranya digunakan tanaman sela lamtoro Leucaena glauca. Dalam Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan RPKH disebutkan bahwa jarak tanamnya adalah 3 m x 1 m dengan tujuan selain meningkatkan produksi daun juga memberi peluang yang lebih untuk kegiatan tumpangsari. Dari hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan Utomo, 2001 memperlihatkan bahwa tanaman kayu putih dengan jarak jarang penampilan diameter dan tinggi tajuk lebih baik dibandingkan dengan tanaman dengan jarak agak rapat. Pohon contoh kayu putih sebanyak 18 pohon dengan jarak antara 3 - 4 meter memiliki diameter tajuk rata-rata 136,4 cm dan tinggi tajuk rata-rata 159,1 cm sedangkan tanaman kayu putih dengan jarak antar pohon 1 - 2 meter memiliki diameter tajuk 110,5 cm dan tinggi tajuk 126,1 cm. Namun demikian penanaman kayu putih dengan jarak rapat masih dimungkinkan karena dari hasil penggukuran diameter tajuk siap dipungut atau telah berumur 9 bulan terbesar hanya mencapai 183 cm, sehingga penanaman dengan jarak 1 m masih bisa dilakukan. Berkaitan dengan jarak tanam tersebut perlu dikaji lebih jauh, apakah jarak tanam ini diperoleh Dkn yang tinggi dan mampu menjamin produktivitas daun yang tinggi pula. Selain itu untuk memperoleh Dkn yang tinggi perlu dilakukan penyulaman atau penanaman kembali pada areal-areal yang kosong atau bertumbuhan kurang. Untuk melaksanakan kegiatan penanaman kembali pada tanah kosong dan tanaman gagal atau areal tanaman kayu putih bertumbuhan kurang menggunakan sistem tumpangsari seperti halnya pada sistem pembuatan tanaman baru. Sistem tumpangsari sendiri adalah cara penanaman tanaman kehutanan yang dicampur dengan tanaman pertanian yang dikerjakan dengan menggunakan tenaga penduduk sekitar hutan atau sering disebut pesanggem. Sistem ini sangat menguntungkan perusahaan karena biaya pembuatan tanaman menjadi lebih murah. Jangka waktu penggarapan tumpangsari ini sebelumnya hanya 2 tahun dan sekarang lama penggarapan diserahkan kepada pesanggem selama daur dengan syarat tanaman pokok kayu putih dipelihara dan dijaga. Jangka waktu penggarapan yang lama selama daur juga harus dikaji dengan cermat, apakah keadaan ini dapat menguntungkan perusahaan dan pesanggem serta terjaganya lingkungan antara lain: kesuburan tanah dan erosi.

2.8.2. Pemeliharaan

Dokumen yang terkait

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TUMBUH DAN KONSENTRASI LARUTAN GIBBERELLIN ACID (GA3) TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi L.) UMUR 3 BULAN

0 5 1

PENGARUH KONSENTRASI HORMON GIBBERELLIN (GA3) DAN KOMPOSISI MEDIA TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Linn)

0 7 1

Laju aliran dan erosi permukaan di lahan hutan tanaman kayu putih (melaleuca cajuputi roxb) dengan berbagai tindakan konservasi tanah dan air (studi kasus rph sukun, bkph sukun, kph madiun perum perhutani unit II Jawa Timur)

4 15 63

EFEK ANALGETIKA EKSTRAK ETANOLDAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendron L) EFEK ANALGETIKA EKSTRAK ETANOL DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendron L) PADA MENCIT JANTAN.

0 1 22

EFEK ANALGETIKA EKSTRAK ETANOLDAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendron L) EFEK ANALGETIKA EKSTRAK ETANOL DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendron L) PADA MENCIT JANTAN.

1 7 101

Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk ZA terhadap Pertumbuhan Tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi) di Kawasan Hutan Produksi RPH Sumberklampok Kecamatan Grokgak Kabupaten Buleleng.

0 0 9

FORDA - Jurnal

0 0 6

The Optimum Dose of Nitrogen, Phosporus, and Potassium to Improve Soybean (Glycine max (L) Merr) Productivity on Kayu Putih (Melaleuca cajuputi) Stands | Jati | Ilmu Pertanian (Agricultural Science) 17991 61572 1 PB

0 0 8

KAJIAN SIFAT FISIK TANAH PADA BERBAGAI UMUR TANAMAN KAYU PUTIH ( Melaleuca cajuputi) DI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA PT BUKIT ASAM (PERSERO)

2 4 8

PENDUGAAN POTENSI PRODUKSI HHBK KAYU PUTIH ( Melaleuca cajuputi ) DI BKPH RINJANI BARAT PELANGAN TASTURA (POTENTIAL PRODUCATION ESTIMATION 0F CAJUPUT NON TIMBER FOREST PRODUCT (Melaleuca cajuputi) IN BKPH RINJANI BARAT PELANGAN TASTURA) - Repository UNRAM

0 0 11