Pemodelan di Bidang Kehutanan

positip, sedangkan nilai β 1 negatip dan nilai β 2 pada persamaan 11 dan 12 juga negatif. Selain model-model di atas, beberapa fungsi pertumbuhan yang sering digunakan dalam pemodelan fenomena-fenomena biologi antara lain: fungsi Logistic18, Gompertz19, Log-logistic20, Morgan-Mercer-Flodin21, Chapman-Richards 22, bentuk bentuk persamaan tersebut sebagai berikut: Y = β 1 + β 1 exp - β 2 A 18 Y = β exp - β 1 exp - β 2 A 19 Y = β [ 1 - β 1 exp - β 2 ln A ] 20 Y = β 1 β 2 + β A β3 β 2 + A β3 21 Y = β 1 - β 1 exp - β 2 A A 1 – β3 22 Dimana Y adalah dimensi tegakan, A merupakan umur tegakan; exp = 2,71828 dan β , β 1 , β 2, β 3 adalah konstanta. Menurut Khamis 2005 model Logistic 18 Nelder, 1961; Oliver, 1964, model Gompertz 19, dan Chapman- Richards 22 dikemukakan oleh Draper dan Smith 1981. Tsoularis dan Wallace 2002 mengemukakan model Log Logistic 20 . Model 21 dikembangkan oleh Morgan, Mercer dan Flodin 1975 dan Seber Wild 1989 dan disebut model Morgan - Mercer –Flodin.

2.6. Pemodelan di Bidang Kehutanan

Menurut Davis, 1966, pertumbuhan dan hasil secara matematis dapat digambarkan sebagai perubahan dimensi atribut-atribut atau karaktersitik- karakteristik hutan dalam satuan waktu tertentu. Semua atribut tersebut memiliki hubungan yang erat satu dengan yang lainnya. Pertumbuhan dan hasil ditentukan oleh tapak site dan stocking. Kualitas tapak mencerminkan kapasitas suatu bidang lahan untuk menumbuhkan pohon atau vegetasi lain diatasnya, sehingga tapak dapat dianggap sebagai penyedia sumberdaya bagi pertumbuhan dan perkembangan individu pohonvegetasi diatasnya. Sedangkan stocking mencerminkan realisasi kapasitas produksi yang dapat digunakan oleh pertumbuhan pohon pada waktu tertentu, sehingga stocking merupakan ukuran relatif hasil aktual dengan kapasitas produksi maksimumnya. Berbagai macam model pertumbuhan dan hasil tegakan dapat dikelompokkan menjadi 1 Model tegakan, 2 Model kelas diameter dan 3 Model individual pohon Davis et al.,2001. Hasil tegakan per satuan unit luas dapat dihasilkan secara langsung oleh model 1, tetapi hasil tersebut juga dapat dihasilkan oleh model 2 dan 3 melalui penjumlahan hasil setiap kelas diameter maupun setiap individu pohon. Model tegakan terdiri dari dua tipe, yaitu : model tanpa menyertakan variabel kepadatan tegakandensity-free models dan model dengan variable kepadatan density variable models. Model tanpa variabel kepadatan tegakan mengasumsikan bahwa pertumbuhan dan hasil tegakan suatu jenis pada kualitas tapak dan lokasi tertentu hanya merupakan fungsi dari umur. Model-model seperti ini biasa ditampilkan dalam bentuk tabulasi, yang dikenal dengan istilah table hasil atau dalam bentuk grafis Davis, 1966. Tabel hasil merupakan model statis dan umumnya digunakan dalam konsep tegakan normal atau fully stocked, atau level biomassa yang diharapkan Clutter et al.,1983; Davis et al .,2001. Model tegakan dengan kepadatan tegakan merupakan model yang banyak digunakan didalam praktek pengelolaan saat ini. Berdasarkan luaran yang dihasilkannya, dapat dibedakan kedalam dua jenis model, yaitu: model eksplisit dan model implisit Clutter et. al., 1983. Model-model eksplisit menyediakan estimasi pertumbuhan dan hasil tegakan secara simultan sebagai suatu fungsi dari atribut-atribut tegakan seperti umur, indeks tapak site index atau peninggi, dan kepadatan tegakan jumlah batang persatuan luas atau luas bidang dasar serta interaksi ketiga atribut tadi. Kepadatan tegakan dapat dipandang sebagai fungsi dari umur, kualitas tegakan dan kerapatan awal. Kualitas tapak diekspresikan berdasarkan indeks tapak, yang dapat diperoleh dari pengembangan hubungan tinggi pohon dominan dengan umurnya. Semua itu nampak dengan jelas bahwa model pertumbuhan dan hasil tegakan hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem interdependen berdasarkan porses pertumbuhan. Di dalam sistem demikian, setiap persamaan menggambarkan hubungan-hubungan yang berbeda dari berbagai variable yang ada didalam sistemnya, tetapi semua hubungan tersebut terikat secara simultan Palahi et. al.,2003. Clutter et. al . 1983 memberikan perhatian tentang pentingnya kompatibilitas di dalam persamaan pertumbuhan dan hasil, bahwa bentuk aljabar model hasil harus dapat diturunkan secara matematis melalui integrasi dari model pertumbuhannya. Sullivan dan Clutter 1972 dalam Clutter et .al. 1983 memperluas konsep tersebut dengan menggabungkan secara simultan pendugaan hasil dan kumulatif pertumbuhan sebagai fungsi dari umur awal, luas bidang dasar awal, indeks tapak dan umur yang akan datang. Kelemahan utama dari model tegakan ini adalah tidak dapat memberikan informasi tambahan mengenai struktur tegakan atau informasi khusus mengenai individu pohon. Sehingga, model ini hanya sesuai digunakan pada kondisi dimana hasil dan nilai ekonomi produk tidak tergantung ukuran pohon, contohnya tegakan untuk tujuan kayu serpih. Realitasnya, walaupun nilai jual produk tidak ditentukan oleh ukuran pohon, tetapi biaya produksi sangat ditentukan oleh ukuran pohon, terutama dalam operasional penebangan, semakin besar ukuran pohon maka biaya akan semakin rendah. Hakkila 1994 telah mendemonstrasikan hasil penelitiannya dimana ukuran batang memiliki pengaruh signifikan terhadap produktivitas pemanenan tiga sistem penebangan. Pengaruh yang sangat signifikan terlihat jelas pada sistem penebangan mekanis system forwarder dan system timber jack. Oleh karena itu, model tegakan berbasis sebaran diameter model implisit menjadi lebih sesuai untuk digunakan, karena selain mampu memrediksi pertumbuhan dan hasil tegakan secara total, juga mampu mendeskripsikan struktur ukuran individu pohon didalamnya. Selain itu, model implisit ini dapat digunakan baik untuk menggambarkan status pertumbuhan dan hasil tegakan saat ini maupun tegakan dimasa yang akan datang. Model tegakan berbasis sebaran diameter banyak digunakan dengan tujuan untuk lebih memperjelas hasil model tegakan pada setiap umur dengan menambahkan informasi mengenai struktur kelas diameternya. Tinggi, volume dan karaktersitik tegakan lainnya dapat dimasukan pada setiap kelas diameter. Sehingga, model ini lebih bermanfaat bagi analisis ekonomi yang berhubungan dengan analisis finansial pemanenan dan nilai kayu pada berbagai ukuran diameter Davis et. al., 2001.

2.7. Kayu putih Melaleuca cajuputi subsp. cajuputi Powell

Dokumen yang terkait

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TUMBUH DAN KONSENTRASI LARUTAN GIBBERELLIN ACID (GA3) TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi L.) UMUR 3 BULAN

0 5 1

PENGARUH KONSENTRASI HORMON GIBBERELLIN (GA3) DAN KOMPOSISI MEDIA TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Linn)

0 7 1

Laju aliran dan erosi permukaan di lahan hutan tanaman kayu putih (melaleuca cajuputi roxb) dengan berbagai tindakan konservasi tanah dan air (studi kasus rph sukun, bkph sukun, kph madiun perum perhutani unit II Jawa Timur)

4 15 63

EFEK ANALGETIKA EKSTRAK ETANOLDAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendron L) EFEK ANALGETIKA EKSTRAK ETANOL DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendron L) PADA MENCIT JANTAN.

0 1 22

EFEK ANALGETIKA EKSTRAK ETANOLDAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendron L) EFEK ANALGETIKA EKSTRAK ETANOL DAUN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendron L) PADA MENCIT JANTAN.

1 7 101

Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk ZA terhadap Pertumbuhan Tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi) di Kawasan Hutan Produksi RPH Sumberklampok Kecamatan Grokgak Kabupaten Buleleng.

0 0 9

FORDA - Jurnal

0 0 6

The Optimum Dose of Nitrogen, Phosporus, and Potassium to Improve Soybean (Glycine max (L) Merr) Productivity on Kayu Putih (Melaleuca cajuputi) Stands | Jati | Ilmu Pertanian (Agricultural Science) 17991 61572 1 PB

0 0 8

KAJIAN SIFAT FISIK TANAH PADA BERBAGAI UMUR TANAMAN KAYU PUTIH ( Melaleuca cajuputi) DI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA PT BUKIT ASAM (PERSERO)

2 4 8

PENDUGAAN POTENSI PRODUKSI HHBK KAYU PUTIH ( Melaleuca cajuputi ) DI BKPH RINJANI BARAT PELANGAN TASTURA (POTENTIAL PRODUCATION ESTIMATION 0F CAJUPUT NON TIMBER FOREST PRODUCT (Melaleuca cajuputi) IN BKPH RINJANI BARAT PELANGAN TASTURA) - Repository UNRAM

0 0 11